x

Sekelompok warga melintasi Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, memakai masker antisipasi wabah virus corona. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 22 April 2020 06:12 WIB

Balada Corona (1): Dunia Memasuki Babak New Normal

Malaikat Izrael pencabut nyawa sungguh sibuk sejak Januari hingga April 2020. Awalnya di Wuhan China, lalu ke Italia, Spanyol, Perancis, dan kini di Amerika. Sesekali malaikat Izrael bergeser ke negara lain. Covid-19 telah-sedang-dan-masih terus mengubah hampir semua lini kehidupan di seantero bumi. Segalanya menjadi serba darurat. Kita memasuki babak kehidupan yang “new normal”

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Covid-19 telah-sedang-dan-masih terus mengubah hampir semua lini kehidupan di seantero bumi. Segalanya menjadi serba darurat. Kita memasuki babak kehidupan yang “new normal”: lockdown, karantina, social distancing. Dan yang membuat miris, bahkan pakar yang paling pakar sekalipun tak mampu memprediksi kapan semua ini akan berakhir: bisa dua-tiga bulan lagi, atau sampai akhir tahun 2020, atau bahkan molor sampai 2021 tembus ke tahun 2022

Ambulans

Tiap kali mendengar sirene khas mobil ambulans, yang terlintas di pikiran: itu kayaknya pasien covid-19 lagi, yang sedang dilarikan ke rumah sakit, atau ke tempat pemakaman/kremasi. Saya membayangkan supir ambulansnya menyetir sambil harap-harap cemas, berdoa khusyu’ agar selamat, agar tak ikut terjangkit virus dari pasien atau jenazah covid-19 yang dibawanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pasien

Berbagai updating data kasus covid-19 menunjukkan kurva grafik yang masih terus menanjak, coba ditekan agar segera mendatar (flatting), dan kalau bisa, secepatnya menukik. Di semua negara, otoritas terkait berusaha menyeimbangkan antara jumlah pasien dengan kapasitas ruang rawat darurat di rumah sakit dan tenaga medis. Tapi kurva angka-angka kasus itu masih terus menaik, dan seolah mengatakan: aku akan turun sendiri, di waktu yang aku tentukan.

Peti mayat

Malaikat Izrael pencabut nyawa sungguh sibuk sejak Januari hingga April 2020. Awalnya di Wuhan China, lalu ke Italia, Spanyol, Perancis, dan kini di Amerika. Sesekali malaikat Izrael bergeser ke negara lain.

Akibatnya, di Spanyol misalnya, tampak sebuah gedung parkiran mobil bertingkat disulap menjadi penampungan sementara peti-peti mayat, yang tak mampu diproses oleh petugas kremasi atau pemakaman. Bahkan peti mayat yang lazimnya terbuat dari kayu, kini dibuat dari bahan kardus.

Tukang kayu pembuat peti mayat barangkali kewalahan melayani order, atau mungkin sudah diisolasi juga. Sementara peti mayat dari kartun-kardus lebih gampang membuatnya dan materialnya relatif tersedia.

Social distancing (jarak sosial)

Pertemuan kakek-nenek dengan cucu-cicit-nya tak lagi menjadi momentum kebahagian untuk melepas habis kerinduan antar generasi. Sepasang kekasih saling melepas rangkulan tangannya karena takut didenda. Kongkow-kongkow di warung kopi dan cafe menjadi hambar. Semua pertemuan reguler diganti dengan video-calling.

Semua orang saling mencurigai dan mewaspadai. Karena setiap orang menganggap orang lain berpotensi menjadi pembawa virus. Perintahnya hanya menjaga jarak, tapi kemudian benar-benar menjauhi. Awalnya dianjurkan cuma satu meter, terus dinaikkan menjadi 1,5 meter. Di beberapa tempat malah sudah 2 meter. Bahkan kalau sedang jogging, katanya, jarak ideal mestinya sekitar 6 meter dari orang yang juga jogging di depan Anda.

Lockdown

Semua fasilitas publik ditutup dan/atau kalau terbuka, waktu dan mekanismenya sangat terbatas. Dalam prakteknya, lockdown sebenarnya mirip dengan curfew (jam malam). Semua orang menjadi tahanan rumah, atau tahanan kota. Kedai, toko-toko pada tutup. Restoran dan cafe yang tetap buka hanya melayani dengan sistem pesan-antar atau bawa-pulang. Tak melayani konsumen/tamu yang sit-in.

Karantina

Karantina adalah bahasa halus dari penyekapan. Bahkan orang yang “rumahan” sekalipun akan merasa nyesak, ketika diperintahkan melakukan karantina paksa atau karantina mandiri.

Ventilator

Alat bantu pernapasan menjadi barang sangat mewah, populer dan langka di pasaran. Pabrik produsen mobil dipaksa membuat ventilator. Karena pabrik mobil tak biasa membuat ventilator, banyak ventilator yang tak memenuhi standar kesehatan, dan akhirnya dibuang tak digunakan. Saking langkanya, satu ventilator bisa digilir oleh beberapa pasien.

Masker

Orang yang mengenakan masker malah lebih sering menyentuh bagian wajahnya dengan jari tangannya, untuk membetulkan posisi maskernya. Padahal, anjuran utamanya adalah tangan jangan sampai menyentuh wajah (hidung-mata-mulut). Selain itu, karena masker, wanita cantik tak bisa lagi memamerkan kecantikannya; dan emak-emak sosialita tak bisa menikmati wajah lelaki tampan. Akibat lanjutannya, kita tak bisa membedakan yang cantik dan yang jelek, atau yang tampan dan jelek.

Ruang/ranjang ICU

Seperangkat peralatan kesehatan, yang sekarang lebih sering berupa ranjang dengan segala atributnya itu tampak seperti perahu Nabi Nuh. Nasib nyawa setiap pasien kritis berhembus tak normal di selang-selang dan kabel-kabel yang terhubung ke layar monitor di ranjang perahu Nuh itu.

Pejabat

Banyak bapak dan ibu pejabat yang gagap dan bingung. Sebagian di antaranya cerdik menutupi kegagapannya. Tapi kebanyakan menelanjangi sendiri kebingungannya. Semua pejabat khawatir dianggap tak becus, padahal semua pejabat di negeri lain juga pada gagap.

Dokter

Di klinik dan rumah sakit yang merawat pasien covid-19, dokter adalah ibarat komandan peleton di medan tempur garis depan. Dan virus corona ternyata tak pilih-pilah. Di seluruh dunia, ratusan dokter meninggal akibat covid-19. Yang bukan dokter akhirnya menjadi lebih cemas dan was-was.

Sumber foto: northerntimes.nl

Di klinik dan rumah sakit, perawat adalah ibarat prajurit front-line. Dibanding dokter, perawat lebih sering bersentuhan langsung dengan pasien covid-19. Dan sialnya, banyak perawat yang menjadi korban perlakuan tak layak: dikucilkan di lingkungan domisilinya, karena dikhawatirkan membawa virus. Syukurlah belum ada wacana para perawat akn melakukan mogok kerja.

Lansia

Para Lansia mendapatkan perlakuan khusus karena lebih rentan. Di semua negara, kategori korban tewas paling banyak adalah kelompok Lansia. Boleh jadi bukan kerena faktor Lansia-nya, tapi lebih karena penyakit penyertanya. Namanya Lansia, ya, pasti banyaklah keluhannya. Daya imun Lansia pasti sudah banyak memudar.

Syarifuddin Abdullah | Amsterdam, 21 April 2020/ 28 Sya’ban 1441H

Sumber foto: northerntimes.nl

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler