x

kisah ramadan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 26 April 2020 06:27 WIB

Ayo Mengukur Diri!

Selama ini banyak tindakan dan perbuatan masyarakat yang tak mengukur diri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melakukan tindakan, keputusan, perbuatan, kebijakan yang terukur adalah tanda manusia yang pandai mengukur diri. (Supartono JW.26042020

Ramadhan dan ramadan

Antara ramadhan dan ramadan tidak ada beda makna. Dalam KBBI, kata yang baku adalah ramadan, karena dalam bahasa Indonesia tidak mengenal gabungan konsonan "dh", meski artinya tetap sama, yaitu bulan ke -9 tahun Hijriah (29 atau 30 hari). Pada bulan ini, umat Islam diwajibkan berpuasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesuai bahasa Arab, ramadan (/ˌræməˈdɑːn/) رمضان‎ Ramaḍān, IPA: [ramaˈdˤaːn]; juga diromanisasikan sebagai ramazan, ramadhan, atau ramathan adalah bulan kesembilan dalam kalender Islam, dan dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia dengan puasa (saum). 

Jadi bila saya menulis tetap dengan bahasa Arab, ramadhan, bukan ramadan sesuai KBBI, tetap tidak bermaksud mengubah makna. Intinya ramadhan=ramadan. 

Tiba saat, tiba akal dan gaya hidup 

Dalam artikel ramadan kali ini, saya akan membahas menyoal "mengukur diri". Mengapa? 

Beribadah dalam situasi pandemi corona, adalah waktu yang tepat bagi masyarakat untuk dapat mengukur dirinya. 

Selama ini, sebelum pandemi corona, saya melihat "kisah" hampir sebagian masyarakat Indonesia, dalam bidang sosial, budaya, dan terutama ekonomi, banyak yang tak mengukur diri. 

"Tiba saat, Tiba akal". Tidak berpikir panjang dalam melakukan tindakan, keputusan, kebijakan, yang pada akhirnya, tindakan keputusan itu menjerat dirinya sendiri, karena tidak dalam perencanaan dan pemikiran yang matang. Asal jalan, dan asal mengambil keputusan yang tak diiringi kematangan pertimbangan terukur.

Bahkan hal ini, khususnya dalam bidang ekonomi, hampir merata dilakukan oleh berbagai kasta masyarakat, yaitu dari rakyat jelata hingga elite parpol dan pemimpin bangsa ini. 

Alhasil, atas perbuatan, tindakan, perilaku yang tak mengukur diri itu, negara jadi banyak hutang, banyak elite parpol dan pejabat terjerat korupsi. 

Demikian juga kehidupan masyarakat kita, hampir sebagian besar hanya bisa "gali lobang, tutup lobang". Pun terjerat utang dan pinjaman, bahkan dari rentenir. 

Sebabnya, secara sosial budaya, rakyat dan bangsa ini juga sedang berkembang, jadi sebagaimana ciri khasnya, akan mudah diidentifikasi sangat konsumtif pada kebutuhan yang tak primer, dan memaksakan diri demi penampilan dan "gaya hidup" serta memenuhi hawa nafsu. 

Mengukur diri pribadi

Lalu, apa sejatinya mengukur diri itu? Sebab, bangsa dan rakyat kita, banyak yang lepas kendali dan suka bertindak tak mengukur diri? 

Sesuai KBBI, mengukur adalah menghitung ukurannya (panjang, besar, luas, tinggi, dan sebagainya) dengan alat tertentu,  menilai mutu dengan cara membandingkan, menguji, mencoba, mengira, dan sebagainya. 

Sementara makna diri yaitu, orang seorang (terpisah dari yang lain), tidak dengan yang lain: pekerjaan itu dilakukannya seorang. Bila dirangkai, maka makna mengukur diri adalah kemampuan seseorang dalam menghitung ukuran, menilai mutu sesuatu dengan membandingkan, menguji, mencoba, dan mengira. 

Atas definisi tersebut, dengan fakta bahwa pemimpin bangsa dan rakyat Indonesia hingg kini masih banyak yang tak mau dan tak mampu mengukur diri demi menginginkan "sesuatu" karena gaya hidup, jelas menjadi problem akut yang wajib disetop tradisi dan budayanya. 

Namun, sebelum seseorang/keluarga/masyarakat/instansi/organisasi/parlemen/pemerintah mampu mengukur diri karena dorongan sosial-budaya meski tak mampu secara ekonomi, maka untuk kasus mengukur diri ini, harus dimulai dari individu dan pribadi setiap manusianya. 

Sebab tak mau atau tak mampu mengukur diri ini juga terjadi pada sikap (attitude) dan karakter individu manusianya, seperti: "Sok tahu", mau menang sendiri, merasa hebat sendiri, merasa superior dan lain sebagainya. 

Sejatinya manusia memang terus tumbuh, tidak hanya umur bertambah tua tetapi juga jiwa yang tumbuh akibat didapat dari berbagai pengalaman dan semua hal tersebut akan berakibat memuliakan ataupun melemahkan dirinya, pribadinya,  karena akan terbaca kualitas dirinya. 

Mengukur diri kita apakah sudah menjadi pribadi yang lebih baik atau belum, dapat  melihat perjalanan diri kita dari waktu ke waktu dan membandingkannya dengan diri kita yang sekarang. Hal-hal yang diperhatikan antara lain dapat dengan tiga pertanyaan, antara lain:  

(1) Apakah kita sudah tidak lagi marah pada sesuatu yang beberapa tahun lalu membuat kita marah? (2) Apakah kita sudah tidak lagi menyesali sesuatu yang beberapa tahun lalu sering kita sesali? (3) Apakah kita masih menghadapi masalah yang sama dengan sikap yang sama? 

Sekurangnya, bila setiap individu/pribadi manusia dapat memulai dengan langkah di bulan ramadan yang tak biasa ini dengan senantiasa instrospeksi dan refleksi diri, tetap semangat, bersikap menerima keadaan, serta mau dan mampu mengukur diri, maka ibadah ramadan akan terus bermakna dan penuh berkah. 

Selanjutnya, setelah pandemi corona pergi, setiap individu akan terbudaya sebelum melakukan, memutuskan, mengambil kebijakan dll, akan terlebih dahulu dimulai dengan mengukur diri. Sehingga berbagai peristiwa dan kasus negatif yang terjadi akibat dari perbuatan yang tak mengukur diri, akan berkurang. 

Dengan mengukur diri, setiap langkah individu/pribadi/masyarakat/organisasi/instansi/parlemen/pemerintah/elite parpol/pemimpin negeri, maka segala tindakan, keputusan, kebijakan dan lainnya akan terukur dan akurat, tidak menimbulkan masalah baru baik dalam masalah sosial, budaya, ekonomi, keamanan dll. Dengan banyaknya waktu #diRumahAja, ramadan yang tak biasa, insyaAllah akan membimbing kita menjadi manusia yang pandai mengukur diri, semua pribadi dan masyarakat dapat melakukan ibadah, aktivitas, bekerja, makan, dan tidur yang cukup dan terukur. Aamiin. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler