x

Iklan

Rudi Fitrianto

Pengamat Kebijakan Publik, Politik dan Hukum
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 29 April 2020 07:13 WIB

Hikmah Ramadan di Tengah Perubahan Radikal Kemasyarakatan akibat Covid-19

Masyarakat menilai puasa tahun 2020 terasa sunyi dan sepi. Covid-19 telah membawa perubahan yang “radikal” dalam sistem kehidupan manusia. Covid 19 telah membatasi aktivitas manusia. Umat manusia di seluruh dunia diharuskan cepat beradaptasi menyikapi pendemi virus ini. Bagaimana kita menyikapi ramadan ditengah Covid-19?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Umat Islam di seluruh dunia saat ini tengah menjalankan ibadah puasa, salah satu rukun wajib dijalankan oleh para umat muslim baik pria dan wanita. Ibadah puasa muslim dunia tahun ini terasa sangat berbeda, termasuk di Indonesia.

Masyarakat menilai puasa tahun 2020 terasa sunyi dan sepi. Covid-19 telah membawa perubahan yang “radikal” dalam sistem kehidupan manusia. Umat manusia di seluruh dunia diharuskan cepat beradaptasi menyikapi pendemi virus ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai negara didunia untuk memutus mata rantai Covid-19 yang melanda negara mereka.

Pendemi virus tersebut juga telah banyak memakan korban jiwa, penularannya juga sangat cepat yakni melalui kontak langsung antar manusia. Indonesia saat ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi dan menangani masyarakat, ekonomi dan bisnis yang terdampak. Sebut saja Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Penanganan Covid- 19. Beberapa daerah telah menerapkan kebijakan tersebut, salah satunya adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Konsekuensi diterapkanya PSBB tersebut mengharuskan setiap warga harus mengurangi aktivitas diluar rumah. Mungkin kebijakan ini akan terasa mudah bagi mereka yang mempunyai penghasilan pasti dan tetap misalnya pegawai ASN, BUMN, BUMD dan sebagainya. Bagaimana untuk mereka yang mempunyai ekonomi lemah menjalani situasi seperti ini? Pastilah mereka akan terbebani secara psikologi dan ekonomi,tidak heran sejumlah orang di kota besar dan desa harus menahan lapar dan dahaga selama beberapa hari karena mereka tidak dapat membeli makan dan minum.

Kisah mengharukan beberapa hari lalu juga terjadi di negara tercinta Indonesia, sungguh menyentuh hati seorang ibu rumah tangga bernama ibu Yuli di Serang, Banten, meninggal akibat mengalami kelaparan ditengah pendemi ini. Almarhumah dan suami beserta 4 (empat) anaknya harus menahan lapar dan dahaga karena tidak memiliki biaya untuk membeli makanan. Suaminya yang bekerja sebagai pemulung juga harus menghetikan aktivitasnya dan tetap dirumah sesuai arahan pemerintah.

Sementara di Muara Enim, Sumatera Selatan juga demikian, seorang kakak dan adiknya terbujur lemas ditempat tidur karena harus menahan lapar dan dahaga karena tidak memiliki biaya hidup dan kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Berita terakhir, saat ini keduanya telah dievakuasi oleh TNI dan Polri menuju rumah sakit terdekat.

Di saat saat inilah kepedulian sosial sangat diperlukan walaupun beberapa hari yang lalu pemerintah telah membuat kebijakan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada mereka yang terdampak, tapi sangat disayangkan tidak semua masyarakat kurang mampu tercover dalam kebijakan ini.

Beberapa anggota masyarakat juga mengeluh bahwa di tingkat bawah kebijakan ini dilaksanakan atas dasar like and dislike dimana orang yang dekat dengan Pemimpin Desa atau Tokoh Masyarakat akan diberikan lebih dahulu dibanding warga yang lain. Padahal dalam kenyataanya mereka yang terdaftar juga dipandang sebagai ekonomi yang mampu, memiliki ribuan sawah, motor dan berbagai ternak.

Saat ini umat Muslim di Indonesia tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan dan masuk hari ke -6 (enam). Hikmah Ramadan selain kita menahan lapar dan dahaga, juga kita dituntut harus memiliki empati kepada sesama—sense of crisis and sense of belonging. Bulan Ramadan adalah bulan yang suci dan penuh akan ampunan dan ladang pahala jika umat Muslim dapat dan mau mencarinya. Pahala dan berkah itu akan di dapat jika kita mau beribadah dengan baik kepada Allah SWT, mencari rezeki yang halal dan ikhlas untuk keluarga, dan tidak kalah penting adalah rasa kepedulian kepada sesama.

Beberapa hari yang lalu sempat viral video orang didalam mobil yang berbagi rezeki dengan para pengamen di jalan, penjual koran, dan tukang ojek pengkolan. Sang dermawan membagikan sebagian rizkinya dalam bentuk beras dan makan siang dengan cara berkeliling kota dan menghampiri satu per satu para “pahlawan” jalanan. Sungguh mulia dan menggetarkan hati ketika melihat respon senyum nan tulus para penerimanya dan ucapan terimakasih yang  keluar dari dalam hatinya.

Sangat indah apabila separuh penduduk kota di Jakarta dan kota besar yang lain dapat mengikuti dan melakukan perbuatan mulia tersebut, untuk berbagi, dan menolong saudara– saudara kita yang tengah kesusahan secara ekonomi saat ini.

Berbagi itu juga tidak harus serba mewah dan banyak, esensi berbagi ialah kegiatan yang berasal dari dalam diri, dari dalam hati kita untuk menolong sesama dan hanya mengharapkan ridho Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Berapapun nilainya dan berapapun jumlahnya kita harus bergerak untuk mewujudkan perbuatan mulia tersebut. Memang jika kita baru memulai hal tersebut akan terasa berat tetapi jika sudah menjalankannya akan terasa ringan.

Kepada para politisi dan partai politik, saat inilah waktu yang tepat untuk menunjukkan sikap empati dan kemanusiaan anda semua. Berbagi tidak harus mendekati masa - masa pemilu dan kampanye. Rakyat tentunya saat ini akan mencatat dan menilai siapa - siapa dan partai mana yang berbagi dengan tulus. 

Berbagi juga tidak harus melihat si A, si B, dan si C berasal dari golongan dan agamanya. Momentum ini harus dilandaskan dengan hati ikhlas, dan atas dasar kemanusiaan, tanpa sekat dan perbedaan. Tuhan Yang Maha Esa, akan mencatat niat baik manusia tanpa harus melihat dan memilih suku, agama, ras, dan golongan manusia tersebut. 

Jiwa - jiwa yang suci dan bersih dibulan Ramadan ini akan terpanggil dan tergerak hatinya melihat sodara - sodaranya, umat hamba Tuhan yang saat ini tengah mengalami cobaan hidup yang luar biasa. 

Selain berbagai di masa pendemi ini, waktu luang bisa kita gunakan untuk bersama keluarga. Mungkin dulu ketika hari–hari biasa waktu berkumpul akan terasa mahal harganya, karena waktu yang begitu sempit, dan sulit dicari karena kesibukan masing–masing.

Anak–anak kita tentunya akan merasa bahagia saat ini waktu untuk bisa berkumpul dengan ayah, bunda, kakek dan neneknya ditengah pendemi sangat banyak. Momen seperti inilah yang kita harus syukuri, dan kita imbangi dengan beribadah bersama di dalam rumah. Kebersamaan tersebut akan terasa indah, bermakna dan menjadi berkah untuk semua.

Adanya pandemi Covid - 19 di tengah bulan Ramadan ini, mungkin cara Tuhan YME, Allah SWT, memberikan teguran kepada umat manusia agar kita tidak lalai dan melampaui batas, bahwa dunia, kekayaan dan kekuasaan itu hanya sementara, tetapi Keluarga, Kepedulian Sosial, Persatuan dan Ibadah adalah hal yang lebih utama. ****

Ikuti tulisan menarik Rudi Fitrianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB