x

pssi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 4 Mei 2020 06:19 WIB

Pengurus PSSI dan Kualifikasinya adalah Sebab Nir Prestasi

90 tahun usia PSSI, manun masih nir prestasi. Apa masalahnya? Pengurusnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bila hanya kenal, namun tak dekat dan tak paham, apalagi tak satu visi-misi-tujuan, maka sulit bersatu dalam menggapai impian.

(Supartono JW.03052020)

Hadirnya pandemi corona di seantero dunia, tak pelak menggerus seluruh sendi kehidupan, terutama di bidang ekonomi, sosial, kemananan, budaya, dan olah raga. Sesuai dengan upaya pencegahan, antisipasi, dan penanganan Covid 19 (PAPC19), pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan PAPC19, paling aktual adalan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam PSBB, seluruh masyarakat tak terkecuali, wajib patuh terhadap peraturan dengan tetap belajar, bekerja, dan beribadah di rumah. Bila terpaksa harus ke luar rumah wajib menjaga jarak dan menggunakan masker, serta adanya peraturan larangan mudik selama Ramadan hingga Idul Fitri 1441 Hijriyah.

Atas kondisi ini, setelah mundurnya Sekjen PSSI, lalu kini proses pemilihan Sekjen baru juga terkesan terhenti, karena adanya polemik Ketua Umum PSSI dan Wakil Ketua Umum gara-gara kasus nepotisme. Sementara, proses pemilihan Sekjen, Deputi, dan Direktur Keuangan PSSI juga ikut "mandeg" gara-gara masalah klasik di tubuh PSSI, yaitu masih lekatnya pengurus yang masih bergerbong-gerbong.

Sampai kapan PSSI akan terus begini? Jangankan mengantarkan tim nasional berprestasi, mengurus kendaraannya sendiri saja, tidak lulus.

Sejatinya, dalam situasi sekarang ini, menjadi waktu yang sangat tepat bagi PSSI untuk mengevaluasi dan merefleksi arah pembinaan sepak bola nasional dari akar rumput hingga tim nasional berprestasi, serta pembenahan organisasi baik dari segi individu pengurus maupun program-progamnya. Kini, di saat corona, bagaimana PSSI mau dapat memikirkan anggota-anggotanya yang ditempa musibah, lalu memberikan bantuan atau subsidi, atau ada cara lain misalnya demi membantu klub dan pelaku sepak bola nasional, urus dirinya sendiri saja masih belum bisa.

Apalagi terkait pembinaan sepak bola nasional. Ibarat sebuah bangunan gedung, tidak akan ada bangunan yang kokoh bila tak memiliki pondasi yang kuat. Demikian pula dengan PSSI, tim nasional akan mustahil berprestasi, bila pondasi pembinaan dasarnya tidak kuat, apalagi diabaikan. Banyak sekali pekerjaan rumah PSSI hingga tugas menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Mana dulu yang akan disukseskan?

Kualifikasi Pengurus PSSI

Sudah 90 tahun usia PSSI, namun hingga kini sangat sulit tim nasional Indonesia di bawah besutan PSSI meraih tropi. Jangankan di tingkat dunia atau Asia, di ranah Asia Tenggara saja terus tercecer. Apa pasalnya? Banyak hal yang tidak ditangani dengan serius dan profesional oleh PSSI. Mengapa bisa demikian? Sebab, masalah terbesarnya ada di dalam tubuh organsiasi PSSI sendiri. Yang menjadi masalah akut adalah, karena terbelunggu oleh statuta, maka selama 90 tahun PSSI berdiri, pengurus yang duduk di PSSI adalah hasil dari "olahan dan permainan voter", sehingga sangat sulit bagi semua pengurus PSSI untuk satu visi-misi dan tujuan, sebab pengurusnya terpilih dan lahir dari "permainan", padahal untuk memperoleh prestasi, PSSI wajib dikelola dengan profesional.

Saya kutip dari pengertianku.net, profesional adalah orang yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mengarahkan serta mendasari perbuatan. Atau definisi dari profesional adalah orang yang hidup dengan cara mempraktikan suatu keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut keahliannya. Jadi dapat disimpulkan profesional yaitu orang yang menjalankan profesi sesuai dengan keahliannya.

Oleh sebab itu, seorang profesional tentunya wajib mempunyai keahlian yang di dapatkan melalui suatu proses pendidikan. Di samping itu, terdapat unsur semangat pengabdian dalam melaksanakan kegiatan kerja. Seeorang profesional, wajib dapat bertindak objektif, artinya bebas dari rasa sentimen, benci, malu maupun rasa malas dan enggan bertindak dalam mengambil keputusan.

Untuk itu, syarat seorang profesional adalah memiliki skill, harus benar-benar ahli di bidangnya. Berikutnya, mumpuni dalam knowledge, harus dapat menguasai dan memiliki wawasan mengenai ilmu lain yang berkaitan dengan bidangnya. Lalu, berkualitas dalam attitude, bukan hanya pintar, tetapi harus memiliki etika yang diterapkan di dalam bidang pekerjaannya.

Selain syarat, seorang profesional juga memiliki ciri-ciri, memiliki kemampuan dan pengetahuan yang tinggi, memiliki kode etik, memiliki tanggung jawab profesi serta integritas yang tinggi, memiliki jiwa pengabdian kepada masyarakat, memiliki kemampuan yang baik dalam perencanaan program kerja, menjadi anggota organisasi dari profesinya.

Selain wajib memenuhi syarat dan kriteria ciri-ciri, seorang profesional bila bekerja dalam sebuah organisasi, juga wajib memiliki lisensi/sertifikat/ijazah Pelatihan Kepemimpinan Organiasisi (PKO), terlebih untuk organisasi sekelas PSSI. Selama ini, sudah pengurusnya dipilih oleh "permainan" voters, pun menyoal kualifiaksi profesional dan keorganisasiannya terabaikan.

Siswa SMP/SMA yang mau menjadi Pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), hampir di setiap sekolah, seleksi nya sangat ketat. Sebab kepengurusan OSIS dijabat oleh siswa saat duduk di kelas 8 SMP atau 11 SMA, maka proses pendadaran dan pelatihan untuk mendapat sertifikat kepemimpinan siswa sudah dimulai sejak kelas 7 atau kelas 10 dan hanya akan terpilih siswa yang lulus sesuai kuota kursi kepengurusan OSIS melalui jalur Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) atau Orientasi Kepemimpinan Siswa (OKS).

Begitu pun untuk seorang mahasiswa yang ingin menjadi pengurus Senat, wajib melalui proses Latihan Dasar Kepemimpian Mahasiswa (LDKM). Sehingga, siapapun siswa/mahasiswa yang akan duduk di kepenguruan OSIS maupun Senat Mahasiswa, sudah melalui jalur profesional, siswa dan mahasiswa sudah lulus dari syarat dan ciri-ciri profesionalnya, dan berhak mendapatkan sertifikat/Ijazah LDKS/LDKM.

Saya melihat, banyak organisasi/instansi di Indonesia yang mengabaikan kualifikasi profesi dan organisasi para pengurusnya (syarat, kriteria, dan ijazah/sertifikat), maka jangankan organisasi/instansi mendulang prestasi, yang ada adalah kegagalan dan kisruh. Organisasi/ instansi, tidak dapat hanya diurus oleh profesional sesuai bidangnya, namun seorang profesional tersebut juga wajib memiliki kualifikasi kepemimpinan dan manajemen organisasi. Itulah, yang selama saya amati khususnya untuk pengurus PSSI dalam setiap periodenya.

Bila syarat, kriteria, dan ijazah/sertifikat organisasi tak terpenuhi, maka jalannya roda organisasi akan pincang. Mustahil para pengurusnya akan menjalankan tugas dengan baik. Padahal, para pengurus wajib memahami peran dan tanggungjawabnya, menciptakan daya saing demi memperoleh hasil kerja yang benar. Mustahil, pengurus akan produktif, karena tidak memprioritaskan pekerjaan dan tidak mengelola waktu dengan baik. Sudah tak memiliki kualifiasi, bekerja pun rangkap jabatan. Mustahul pengurus akan berorientasi pada target, karena apa yang dikerjakan lebih kepada tujuan pribadi dan kelompok/gerbongnya.

Pengurus pun akan mustahil memiliki motivasi tinggi, karena tidak fokus. Seharusnya, pengurus yang hebat selalu memiiliki stamina untuk melakukan pekerjaan yang luar biasa dan menjadi teladan bagi pengurus atau orang lain. Selanjutnya, pengurus juga akan gampang tidak sabar dan malas bekerja keras, sehingga mustahil mengantarkan prestasi kerja, karena akan lebih banyak berkutat pada pikiran negatif dan senang mencari kesalaha pengurus lain.

Selain itu, pengurus yang tak memenuhi kualifikasi, juga akan mustahil dapat fokus pada detil, miskin inisiatif dan kreatif, pun tak fokus pada hal-hal kecil yang seharusnya menjadi perhatian.

Lebih berbahaya, pengurus organisasi yang tak memiliki kualifikasi, juga mustahil akan selalu bertindak dan berpikir positif, yang ada adalah negatif thinking. Dan, yang paling berbahaya dalam sebuah organisasi, bila diisi oleh pengurus-pengurus yang jauh dari kualifikasi, maka hal pertama yang akan tergerus adalah masalah hubungan sosial. Mustahil akan tercipta dan terbentuk team work yang solid, karena pribadi-pribadi pengurusnya sendiri sudah bermasalah, tidak pernah berbesar hati apalagi rendah hati.

Pengurus PSSI wajib lulus LKOSBN

Mau yang mana dulu diperhatikan PSSI? Banyak sekali tugas Anda. Namun, yang paling bijak, uruslah diri para pengurusnya dulu. Ricek kembali kualifikasi para pengurus PSSI, apakah benar-benar telah memenuhi syarat dan kriteria profesional, dan juga telah memiliki syarat lisensi keorganisasian.

Untuk memperoleh lisensi/seretifikat/ijazah kepemimpinan organisasi, PSSI dapat membuat pelatihan yang tekniknya dibalik, maka pelatihan kepemimpinan baru diadakan setelah pengurus terbentuk, tidak seperti model LDKS dan LDKM. Pelatihan pun menggunakan jasa stakeholder terkait baik dari dalam maupun luar negeri, semisal bernama Latihan Kepemimpinan Organisasi Sepak Bola Nasional (LKOSBN).

Yakin, bila PSSI benar-benar menjalankan hal ini, benang kusut federasi sepak bola nasional ini akan berakhir. Semua pengurus PSSI benar-benar mumpuni sesuai kualifikasi, sebab memenuhi syarat dan kriteria profesi, serta memiliki ijazah LKOSBN. Bagaimana PSSI?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB