x

Sejumlah kendaraan melintas di ruas Tol Jagorawi, Cibubur, Jakarta Timur, Rabu, 1 April 2020. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) memprediksi adanya penurunan volume kendaraan mencapai 40 persen hingga 50 persen selama imbauan pemerintah untuk bekerja dan sekolah dari rumah dan penerapan soscial distancing untuk mencegah penyebaran virus Corona. ANTARA/Yulius Satria Wijaya

Iklan

Indrato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 4 Mei 2020 17:12 WIB

Perlunya "Jalan Tol" untuk Aspal Buton


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aspal Buton sudah berusia hampir 100 tahun. Dan mirisnya sampai sekarang ini pemerintah masih belum mampu mengelolanya. Produksi aspal Buton pada saat ini tidak lebih dari 100 ribu ton per tahun. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan aspal nasional, Indonesia masih harus mengimpor sebesar 1 juta ton per tahun.

Ini berarti kontribusi aspal Buton terhadap kebutuhan aspal Nasional adalah sangat kecil sekali. Padahal deposit aspal Buton yang terdapat di Pulau Buton diperkirakan sebesar 650 juta ton. Mengapa masalah aspal Buton selama ini dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi? Seolah-olah aspal Buton ini tidak berharga sama sekali. Mengapa Wakil-Wakil Rakyat kita diam saja? Apakah ini berarti bahwa “diam itu emas”? Padahal yang sebenar-benarnya “emas” itu adalah aspal Buton.

Dengan adanya bencana wabah pandemi Covid-19 yang sekarang sedang terjadi, mungkin ini merupakan sebuah peringatan bagi kita untuk lebih dalam lagi melakukan introspeksi diri. Khususnya mengenai mengapa aspal Buton sampai saat ini masih belum juga mampu berkembang?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diperkirakan penyebab utama mengapa aspal Buton masih belum juga mampu berkembang adalah karena informasi yang diperoleh pemerintah tidak lengkap, sehingga keputusan yang diambil tidak tepat sasaran. Akibatnya penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi hanya berputar-putar saja pada lingkaran yang sama tanpa adanya titik temu solusinya.

Kita tetap terjebak di lubang yang sama. Kita selalu membicarakan masalah-masalah apa yang sedang terjadi di lapangan. Tetapi kita tidak pernah berupaya untuk mencaritahu apa akar permasalahan yang sebenarnya. Selama ini kita selalu menyalahkan aspal minyak impor sebagai penyebab utama mengapa aspal Buton tidak bisa berkembang. Padahal akar permasalahan yang sebenarnya terdapat pada diri aspal Buton sendiri.

Aspal Buton memang kalah bersaing dengan aspal minyak impor. Oleh karena itu jangan selalu menyalahkan terus aspal minyak impor. Yang harus kita salahkan adalah aspal Buton sendiri. Mengapa ? Karena aspal Buton masih belum mampu bersaing dengan aspal minyak impor, baik dari kualitas maupun kwantitas. Memang kenyataan ini pahit. Tetapi kita harus menyadari, mengakui, dan memahaminya. Apabila kita tidak mau menerima kenyataan pahit ini, maka selamanya kita tidak akan pernah menemukan solusi jitu untuk menyelesaikan masalah-masalah aspal Buton.

Sekarang setelah kita mengetahui bahwa akar permasalahan aspal Buton yang sebenarnya adalah karena aspal Buton kalah bersaing dengan aspal minyak, maka apa jalan keluarnya yang terbaik? Satu-satunya solusi jitu untuk menyelesaikan masalah aspal Buton adalah aspal Buton harus diproses secara ekstraksi terlebih dahulu menjadi Bitumen Asbuton Murni (BAM). Dengan demikian, Bitumen Asbuton Murni (BAM) dapat bersaing secara sehat dengan aspal Minyak impor.

Untuk memproses aspal Buton menjadi Bitumen Asbuton Murni (BAM), diharapkan pemerintah dapat menunjuk sebuah Perusahaan BUMN untuk membangun sebuah mini plant Pabrik Ekstraksi. Hal ini penting untuk membuktikan kepada rakyat Indonesia bahwa pemerintah memang sangat serius untuk mengembangkan industri aspal Buton.

Mini Plant pabrik ekstraksi ini akan merupakan proyek percontohan untuk menarik minat para investor. Apabila mini plant pabrik ekstraksi ini dapat membuktikan bahwa industri aspal Buton sangat menguntungkan dan mampu bersaing dengan aspal minyak impor, maka langkah berikutnya adalah pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dengan demikian para investor akan mulai melirik dan tertarik untuk berlomba-lomba berinvestasi di bidang industri aspal Buton.

Peristiwa ini dapat kita ibaratkan sebagai kiat untuk memancing ikan. Untuk mendapatkan ikan yang besar, tentu kita juga harus menggunakan umpan yang besar. Dan umpan yang besar itu adalah membangun mini plant pabrik ekstraksi, sedangkan ikan yang besar itu adalah membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri Aspal Buton.

Solusi permasalahan aspal Buton ternyata tidak serumit seperti apa yang dibayangkan selama ini. Solusinya adalah Pemerintah harus berinisiatif dan berinovasi untuk membangun sebuah mini plant pabrik ekstraksi. Kalau Pemerintah mampu membangun jalan-jalan Tol di seluruh Indonesia, mengapa Pemerintah tidak mampu membangun “jalan tol” untuk aspal Buton? Jalan Tol yang dimaksud disini adalah sebuah keputusan Presiden untuk menunjuk Perusahaan BUMN untuk membangun sebuah mini plant pabrik ekstraksi tersebut.

Semua faktor pendukung untuk menjustifikasi pembangunan jalan tol untuk aspal Buton sudah ada semua, termasuk sudah tersedianya teknologi ekstraksi yang handal dan ekonomis, bahan baku yang melimpah, kebutuhan aspal nasional yang besar, menghemat devisa yang banyak, menciptakan banyak lapangan kerja yang sangat dibutuhkan rakyat Indonesia, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sekarang sedang terpuruk, dll.

Membangun jalan tol untuk aspal Buton ini harus dilakukan segera mengingat sekarang ini sedang terjadinya wabah pandemi Covid-19 yang akan mengakibatkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Diharapkan usulan membangun jalan tol untuk aspal Buton ini merupakan salah satu alternatif terbaik untuk Indonesia agar mampu bangkit dari krisis ekonomi yang parah akibat wabah pandemi Covid-19 ini.

Ikuti tulisan menarik Indrato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler