x

kisah ramadan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 6 Mei 2020 15:04 WIB

Larangan Mudik dan Sikap Legowo

Adanya pelarangan mudik lebaran sebab demi pencegahan pandemi corona, menuntut kesadaran dan sikap legowo masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masalah akan menjadi nikmat saat mampu dikelola dari kesulitan. (Supartono JW.06052020

Salah satu tradisi dalam ibadah bulan Ramadan yang hanya dimiliki oleh Indonesia, karena di negara lain tidak ada, adalah Mudik Lebaran. Mudik Lebaran yang kebanyakan dilakukan oleh masyarakat di fase ketiga Ramadan, bahkan persiapannya juga sudah dilakukan dari jauh hari. 

Semua itu ditujukan dalam rangka bertemu dengan sanak saudara dan sanak famili yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Namun, kisah mudik di Ramadan dan Idul Fitri1441 Hijriyah atau tahun 2020 menjadi kisah lain, sebab dunia dan Indonesia sedang diserang wabah corona, sehingga dalam rangka pencegahan antisipasi dan penanganan Covid 19 (PAPC19), tradisi mudik pun di larang. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dilema mudik 

Pelarangan mudik terhitung mulai Jumat (24/4/2020) pukul 00.00 WIB dengan  dasar hukum Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. 

Peraturan yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ad Interim Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan pada Kamis (23/4/2020) itu, akhirnya menjadi dilema bagi masyarakat. Mengapa dilema? 

Kondisi ekonomi masyarakat yang ambruk akibat corona, menjadikan masyarakat serba salah. Bertahan di tempat rantau seperti di Jabodetabek dan kota-kota Indonesia lainnya, namun sudah tidak ada pekerjaan dan tidak ada penghasilan, membayar sewa tempat tinggal pun tak ada uang. 

Tetapi atas peraturan larangan mudik, kembali ke kampung halaman demi berkumpul dengan keluarga pun dicekal. Pada akhirnya, praktis sejak diberlakukan pelarangan mudik hingga sekarang, akhirnya masyarakat melakukan berbagai cara demi lolos dari penjagaan polisi untuk kembali ke kampung halamannya. 

Kendati, hampir setiap hari diberitakan di layar televisi tentang masyarakat yang tertangkap mau memaksakan mudik, padahal sudah dengan berbagai strategi, tetapi petugas tetap lebih jeli, dan akhirnya memaksa calon pemudik kembali ke daerah asal sebelum mudik. 

Sebab peristiwa upaya mudik dengan berbagai cara dan modus terus terjadi, sementara hasil dari peristiwa mudik dari masyarakat yang lolos dari petugas pun, berhasil membuat wabah corona ikut menyebar ke daerah, maka menjadikan urusan mudik ini serumit menjinakkan virus corona. 

Memang ada wacana, pemerintah akan melonggarkan aturan pelarangan mudik, namun, dalam upaya PAPC19, itupun akan juga menjadi dilema. 

Dengan aturan pelarangan mudik yang jelas dan tegas saja, masyarakat yang tak punya pilihan untuk hidup di tempat rantau, dengan berbagai cara tetap berupaya mudik. Meski penjagaan chekpoint ketat, tetap saja ada masyarakat yang lolos dan pada akhirnya membuat pemerintah daerah mengkarantina masyarakat yang lolos ini. 

Bagaimana bila aturan larangan dilonggarkan? Tentu juga akan dijadikan celah dan dimanfaatkan pula. Dalam praktiknya, meski ada peraturan larangan, karena alasan kemanusiaan, tetap ada petugas yang meloloskan pemudik pulang ke daerahnya. 

Lebih dari itu, dalam informasi berita yang beredar, malah ada tips dari petugas bila mau lolos dari pencekalan mudik. 

Dalam diskusi ILC TV One dengan tema pelonggaran larangan mudik, Selasa malam (5/5/2020), apa yang menjadi pembicaraan para nara sumber, bila saya tarik kesimpulannya, masalah pelarangan mudik ini memang seharusnya menjadi kesadaran penuh masyarakat dan pemerintah juga jangan abai melihat masyarakat yang di larang mudik, namun garansi ekonominya diperhatikan (pangan dan papannya). 

Bila hal ini terjadi maka akan ada keberhasilan dari peraturan larangan mudik. Yang pasti, larangan mudik bila dipatuhi, benar-benar akan signifikan mengurangi penyebaran corona, yang faktanya kini setiap hari di Indonesia terus bertambah. 

Masyarakat legowo

Atas kondisi pandemi corona dan dilema mudik, memang yang wajib dikedepankan adalah masyarakat harus legowo. 

Legowo berarti sikap bisa menerima keputusan, tidak dendam, tidak suudzon, dan tidak curiga. Legowo juga bermakna menerima kondisi yang terjadi sebagai ketetapan Tuhan dan pelaksanaan legowo lebih mudah diucapkan daripada dilaksanakan. Tapi kalau bisa, maka segala perkara dan kejadian akan dianggap sebagai nikmat dan bukan kesulitan.

Karenanya, sikap legowo masyarakat sambil berharap pemerintah tidak abai dalam bantuan pangan papannya,  akan sangat berarti di saat seperti ini. Saat pandemi corona terus menyebar dan menjemput ajal. 

Rasulullah sendiri pernah bersabda, bahwa Perang Badar hanyalah perang yang kecil maknanya dibanding perang yang selanjutnya harus dihadapi manusia. Sebab, perang besar itu adalah perang menghadapi hawa nafsu. 

Manusia berhadapan dengan perang tersebut setiap hari. Jika bisa dimenangkan, Insyaallah bisa terhindarkan dari bahaya penyebaran corona. Untuk itu, mari kita semua benar-benar menyadari, bahwa akibat corona semua aspek kehidupan terimbas. 

Karenanya, pelarangan mudik yang juga dapat dijadikan sarana pencegahan penyebaran corona, dapat diterima dengan ikhlas dan legowo. Itulah ikhtiar kita. Usaha pemerintah dan kita semua sebagai masyarakat untuk memperoleh apa yang kita kehendaki agar upaya PAPC19 di Indonesia berhasil. Aamiin. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler