x

Najwa Shihab. Instagram

Iklan

Rusmin Sopian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 9 Mei 2020 13:19 WIB

Catatan Untuk Najwa Shihab: Jangan Kritik DPR, " ALOK " Sajalah Mereka

Narasi kritis yang disampaikan host televisi terkemuka di negeri ini Najwa Shihab menuai reaksi. Polemik bermula dari video bertajuk "Kepada Puan dan Tuan, Anggota DPR yang Terhormat".  Duta buku nasional itu menilai anggota DPR yang terhormat tidak serius dalam mengatasi persoalan Covid -19 yang menimpa Indonesia agar segera teratasi. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Narasi kritis yang disampaikan host televisi terkemuka di negeri ini Najwa Shihab menuai reaksi. Polemik bermula dari video bertajuk "Kepada Puan dan Tuan, Anggota DPR yang Terhormat".  Duta buku nasional itu menilai anggota DPR yang terhormat tidak serius dalam mengatasi persoalan Covid -19 yang menimpa Indonesia agar segera teratasi. 

Anggota DPR RI  Arteria Dahlan meminta Najwa Shihab untuk meminta maaf  kepada DPR secara institusional atas kritik yang disampaikannya kepada Lembaga yang terhormat itu yang dianggap Arteria tidak benar dan provokatif.

Budayawan Seno Gumira Ajidarma dengan tegas menyatakan bahwa dunia bertambah sempurna karena kontribusi sikap kritis. Untuk itu berlaku diktum bahwa kritik sangat diperlukan demi kemajuan zaman dan kebaikan bersama. Lenyapnya tukang kritik atau pengeritik merupakan awal ketertindasan baru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fungsi premis kritik adalah mengingatkan agar segala kemungkinan yang berbau negatif tidak terjadi dan harus diantisipasi. Sementara fungsi kuratif kritik bertujuan memperbaiki kesalahan atau menormalkan situasi. Seorang pemimpin dan pejabat publik yang rasional yang mana jabatan publik itu di peroleh lewat mandat dari rakyat, akan selalu melihat kritik dari dua fungsi tadi. Kalau tidak maka pemimpin publik atau pejabat publik akan mudah tersinggung.

Profesor Selo Soemarjan mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia penganut kebudayaan malu. Dalam masyarakat yang menganut kebudayaan malu, perkara kritik menjadi pelik. Bagaimana menyampaikan kritik menjadi sangat pelik pula. Untuk itu Prof Selo Soemarjan bernasihat, melakukan kritik atau menyampaikan narasi kritik didesign sedemikian rupa manis, sehingga yang dikritik bisa tertawa terbahak-bahak. Sekurang-kurangnya tertawa geli.

Sebagai sesama warga bangsa, dan setelah  membaca nasehat Prof Selo Soemarjan tadi,  saya menyarankan kepada Mbak Najwa Shihab, untuk berkontemplasi diri sejenak. Dan berharap ke depannya,  Mbak Najwa berlakon sebagai tukang alok (Bhs. Toboali : Puji-pujian).  Mbak Najwa perlu mengaplikasikan narasi aksi puji-pujian kepada para anggota lembaga negera yang terhormat itu. Pujilah setiap aksi yang mereka aksikan. Sanjunglah apa yang mereka narasikan. 

Katakan benar setiap apa yang mereka usulkan. Katakan hebat setiap gagasan yang mereka tawarkan ke publik. Senandungkan frasa luarbiasa setiap apa yang mereka diksikan tentang negara ini. Biar mereka berenang dalam narasi puja-puji. Biar mereka hidup dalam alam demokrasi puja-puji. Dan mereka tidak meminta kita meminta maaf karena kita memuja muji mereka.

Soal apa dan tentang apa yang mereka lakukan untuk kepentingan rakyat luas, biarlah rakyat yang menilainya. Tentang apa yang mereka perjuangkan untuk konstituennya, biarlah para konstituennya yang dapat merasakan perjuangan mereka sebagai wakil rakyatnya. Soal bagaimana perjuangan mereka sebagai wakil rakyat memperjuangan kepentingan rakyat bagi pemilihnya, biar para pemilihnya yang dapat merasakannnya.

Tantangan ke depan bagi mereka, yang merasa dirinya pemimpin rakyat atau pemimpin publik yang memperoleh jabatan dari publik adalah siap untuk menerima kritik dengan lapang dada. Pemimpin publik yang memperoleh jabatan dari rakyat dan demokratis adalah pemimpin publik yang merangkum semua suara, aspirasi dan mendengarkan apa yang disampaikan publik, termasuk pahitnya kritik mengingat semuanya itu untuk kebaikan bersama.

Tukang kritik atau penarasi kritis hendaknya, jangan sampai hilang resonansi suara emasnya dan narasinya di negeri ini, Dan suara kritis dari semua kalangan, hendaknya jangan sampai tak bersenandung indah lagi di Bumi Nusantara tercinta ini. Namun biarkan tukang puja-puji, atau bahasa Toboalinya Tukang Alok, gugur tergilas dimakan perubahan zaman.

Toboali, Mei 2020

Ikuti tulisan menarik Rusmin Sopian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB