x

jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 14 Mei 2020 07:19 WIB

Cetak Perpres Baru Kenaikan Iuran BPJS, Presiden Abaikan Putusan MA?

Mengabaiakan putusan MA, tak hargai kemenangan gugatan rakyat, Presiden Jokowi tinggal cetak Perpres baru dan iuran BPJS naik lagi. Sungguh masyarakat kembali berduka atas sikap semena-mena Jokowi di tengah pandemi corona tersebut. Inikah pemimpin yang berpihak dan menghargai rakyat dan alat negara? 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung (MA) yang final, dan tidak dapat digugat lagi, mengapa dengan mudah diabaikan oleh Presiden Jokowi? Malah dengan entengnya, Jokowi membuat Peraturan Presiden baru Nomor 64 tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan lagi.

Ini apa maksudnya? Apakah karena Perpres Nomor 75 tahun 2019 sudah dibatalkan MA dan keputusannya final? Di mana penghargaan Jokowi terhadap keputusan MA, menyoal Perpres Nomor 75 tahun 2019 yang nyata-nyata bermasalah dan dibatalkan? Mengapa tidak dilihat apa masalah yang menjadi dasar MA membatalkannya? 

Jelas, Perpres baru Nomor 64 tahun 2020, untuk menaikkan iuran BPJS, tentu masih memiliki masalah yang sama dan bila digugat kembali. Dan, pasti MA juga akan kembali membatalkan. Kalau sampai Perpres Nomor 64 tahun 2020 dibatalkan MA lagi, Jokowi apakah akan kembali membuat Perpres baru dengan tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan, meski masalahnya masih akan sama? 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sungguh hari ini, Rabu (13/5/2020) masyarakat dan berbagai pihak di NKRI ini kembali berduka atas sikap semena-mena Jokowi di tengah pandemi corona dengan menaikkan kembali iuran BPJS hanya dengan cara membuat, mencerak Perpres baru, mengabaikan Perpres yang dibatalkan. 

Apakah masyarakat yang terdaftar di BPJS Kesehatan mandiri kelas 1 dan II adalah masyarakat yang bebas dari dampak corona? Apakah bulan Juli, masyarakat digaransi dapat membayar iuran BPJS yang dinaikkan kembali, sementara, iuran sejak Januari-Maret saja masih banyak yang nunggak. 

Bahkan di bulan-bulan ditahun sebelumnya, karena banyak masyarakat yang terkena PHK dan usahanya gagal. Kini, baru menikmati kembali iuran yang turun, April, Mei, tahu-tahu tanpa ada hujan dan angin, dalam senyap, per 1 Juli 2020 iuran BPJS naik hanya dengan mencetak surat sakti "kerajaan" bernama Perpres Nomor 64 tahun 2020. 

Masih lekat dan mustahil masyarakat lupa, saat  mendengar putusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Putusannya final dan tak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan untuk melawan putusan tersebut, Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD pun menilai putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah final dan bersifat mengikat. 

Menurut Mahfud yang dilansir berbagai media nasional, putusan dari judicial review tidak bisa diajukan banding. Putusan MA membatalkan kenaikan iuran BPJS pada Senin (9/3/2020) yang peninjauan kembalinya diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPDCI) ke MA. 

Putusan MA yang dikutip dari putusan Nomor 7 P/HUM/2020, Selasa (31/3/2020), masalah BPJS Kesehatan, karena dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dilaksanakan Dewan Jaminan Sosial Nasional ada masalah. Dan penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BPJS, yang terjadi dalam praktek selama ini, terdapat suatu persoalan, yang bila dibaca ulang akan sangat banyak kelemahannya.

Sehingga MA ketuk palu membatalkan karena adanya ketidakseriusan kementerian-kementerian terkait dalam koordinasi satu dengan yang lainnya. Juga dalam hal menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial ini. 

Lalu ada ketidakjelasan eksistensi Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional, karena hingga saat ini pun boleh jadi masyarakat belum mengetahui institusi apa itu. 

Berikutnya adanya kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS. Serta mandulnya Satuan Pengawas Internal BPJS dalam melaksanakan pengawasan, sehingga menimbulkan kesan adanya pembiaran terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi. 

Sebab itu, MA menyebut, dibutuhkan kesadaran bersama berupa kehendak politik (political will) dari Presiden beserta jajarannya selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dan niat baik (good will) dari masyarakat dan penyelenggara program jaminan sosial. 

Yaitu untuk bersama-sama memperbaiki akar persoalan yang ada, membenahi sistem sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan program jaminan kesehatan yang sedang berjalan, agar tujuan untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dapat terwujud. 

Atas semua kisah dan alasan mendasar MA, hingga Perpres Nomor 75 tahun 2019 dibatalkan. Kini apakah dengan semudah membalik telapak tangan, masalah-masalah yang menjadi sebab kuatnya MA memutuskan pembatalan, langsung sudah diperbaiki oleh Jokowi dan pemerintahannya? 

Rasanya, dengan terbitnya Perpres Nomor 64 tahun 2020, tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali, Presiden Jokowi memang tidak memandang dan menyepelekan MA sekaligus menyepelekan masyarakat yang menggugat dan memenangkan gugatannya. Inikah pemimpin yang berpihak dan menghargai rakyat dan alat negara? 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler