x

peduli

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 16 Mei 2020 12:19 WIB

Peduli, Militansi, Simpati, dan Empati, di Tengah Pandemi

Sikap peduli, militansi, simpati, dan empati masyarakat dan pemimpin kita, dipertanyakan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bila masih saling menyapa dalam lisan atau tulisan, itulah wujud di antara rasa peduli, militansi, simpati, dan empati untuk kekeluargaan dan persaudaraan. (Supartono JW.16052020)

Pernahkah Anda menjumpai orang-orang yang selalu murah senyum, tegur sapa, saling menghargai, saling memotivasi, saling mendukung, saling mensuport, dan lain sebagainya baik di dalam lingkup keluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi dll? Jawabnya, tentu pernah. Mengapa hal itu terjadi? 

intrik/taktik/politik  dan polos/lugu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bisa jadi, bagi kalangan terdidik dan yang bermain di "politik", sikap tersebut dalam rangka menunjang kinerja sesuai niat benar dan baik atau bahkan sebaliknya demi niat tidak benar, tidak baik, atau niat jahat dan sebagai bagian dari sandiwara intrik dan taktiknya. Pura-pura baik demi maksud terselubungnya, sehingga orang lain/lawannya jadi terkecoh. 

Sementara, bila sikap tersebut dilakukan oleh orang yang "polos" dan "lugu", maka sebagai sikap yang benar dan tulus dari hati terdalam, tanpa embel-embel lainnya. Namun, orang-orang yang polos seperti ini juga lebih sering menampakkan sifat aslinya, bila tidak suka dan tidak respek ya akan seperti orang yang tuli dan buta, tak punya perasaan. Mengapa demikian? 

Sebab, setiap individu dalam keluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi, parlemen hingga pemerintahan dll, sejatinya memiliki rasa peduli, militansi, simpati, dan empati yang sama. 

Bagaimana bila kemudian, kehidupan  berjalan dengan proses normal tak ada intrik, taktik, dan politik  dalam berkeluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi, parlemen, hingga pemerintahan dll, itu ada individu yang berubah rasa pedulinya, tak lagi militan, jauh dari simpati dan empati? 

Bila dalam proses perjalanan, faktanya ada individu yang perasaan dan karakternya berubah tak lagi peduli, militan, simpati, dan empati, maka harus ada tindakan tegas agar situasi dan kondisi dalam keluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi, parlemen, dan pemerintahan dll, kembali normal atau terselamatkan dari bahaya hancur atau bubar dan kisruh. 

Selama ini, banyak masalah individu baik di dalam keluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi, parlemen, dan pemerintahan dll, yang hanya memikirkan kepentingan sendiri, memikirkan egonya sendiri, kelompok hingga gerbongnya sendiri,  bila merasa butuh hadir, namun bila tak butuh mangkir. 

Lebih parah, dalam situasi wabah pandemi corona ini, baik individu dalam keluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi dll, juga semakin nampak mana yang terus konsisten dan stabil rasa pedulinya, rasa militannya, dan rasa simpati dan empatinya. 

Dalam grup whatsapp, santun dan etika

Bahkan, kita dapat merasakan betul saat kita berkomunikasi dalam grup whatsapp (wa), sebagai contoh, saat sebuah grup akan mengadakan diskusi atau pertemuan, lalu mengundang anggota grup yang dalam satu ikatan kekeluargaan untuk guyub dan hadir. Apa yang terjadi? Tetap ada yang aneh dan semau gue.

Tetap ada yang jangankan memberi jawaban untuk hadir atau tidak dalam list kehadiran yang sudah ditulis, memberi komentar saja tidak. Namun, dalam kegiatan grup, di luar diskusi atau rapat, tahu-tahu muncul dan ada. 

Saat anggota grup atau bahkan grup itu sendiri dilanda kesenangan, seperti ada yang anaknya khitanan, menikah, hingga ulang tahun, jangankan hadir turut merayakan kebahagiaan, mengucap sepatah kata kebahagiaan dan doa saja dalam grup wa tidak. 

Pertanyaannya, di mana letak perasaan dan hati individu-individu macam ini? Dibilang tuli, tidak. Dibilang buta, juga tidak, tapi benar-benar tak punya hati. 

Tapi, yang sangat di luar nalar, individu-individu ini masih ada di dalam grup. Membaca semua hal yang terjadi, dan tetap nyaman seperti tidak pernah makan pendidikan. Sudah begitu tidak segera left juga dari grup. 

Sungguh, di zaman seperti ini, masih kita temukan individu-individu macam begini. Yang menjadi pertanyaan, apakah individu macam begitu memang tidak pernah belajar sopan santun dan etika? 

Apakah mereka juga tidak pernah tahu makna peduli, militansi, simpati, dan empati? 

Peduli, militansi, simpati, dan empati

Peduli adalah mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan. Jelas, individu yang dalam grup wa tidak mengindahkan, tidak memperhatikan, dan tidak menghiraukan hal-hal yang terjadi, maka jelas individu bersangkutan tak peduli atau tak mau peduli. 

Militan adalah ketangguhan dalam berjuang menghadapi kesulitan, berjuangan dan sebagainya karena rasa memiliki. Bila seorang individi sudah tak peduli, bagaimana rasa memilikinya? 

Simpati adalah rasa kasih, rasa setuju, rasa suka, keikutsertaan merasakan perasaan senang, susah, dan sebagainya. 

Dan, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompoknya. 

Bagaimana coba, bila seseorang sudah tidak peduli, tak ada rasa memiliki, tentu juga akan sepaket, tak simpati dan empati. 

Perbaiki atau tanggalkan

Bila dalam keluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi, parlemen, dan pemerintahan  dll, Anda menemukan individu-individu macam ini, apa yang harus diperbuat? 

Langkah pertama adalah upayakan perbaikan, yaitu pembetulan dan memperbaiki perbuatan individu dalam keluarga, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, organisasi, instansi, institusi, parlemen, dan pemerintahan dll, dengan berupaya mecari informasi atau  bertanya mengapa dia berbuat tak peduli, tak militan, dan tak simpati dan tak empati? 

Kita akan dapat memperbaiki individu tersebut sesuai jawaban dari alasannya. Namun, seringkali jawaban dari alasan mengapa tak lagi peduli, tak militan, tak simpati dan tak empati, si individu suka menutupi, tak jujur, dan tak mau berterus terang. 

Maka, langkah selanjutnya, bila individu itu adalah anggota keluarga kita di rumah, maka harus terus diupayakan dicari titik temunya, mengapa salah satu anggota keluarga kita menjadi tak peduli, tak militan, tak simpati, dan tak empati. 

Mengembalikan individu bersangkutan ke dalam situasi normal, tentu akan lebih mudah, sebab persoalan ada di dalam internal keluarga dan masih ada ikatan darah. Bagaimana bila kejadiannya, indvidu itu adalah teman, sahabat, kekeluargaan dalam organisasi/perkumpulan, teman dalan instansi, atau teman dalam institusi, parlemen dan pemerintahan dll? 

Langkah memperbaiki sikap peduli, militansi, simpati, dan empati ini juga awalnya sama, dengan bertanya (mencari tahu sebab). Bila individu dalam ikatan keluarga masih bisa diperbaiki dan disatukan dengan pendekatan kekeluargaan, meski faktanya ada juga individu yang sampai berani keluar dari ikatan keluarga karena tak rendah hati untuk kembali pada rasa peduli, militansi, simpati, dan empati keluarga.

Andai masalah ini terjadi pada pertemanan, persahabatan, dan kekeluargaan pada organisasi atau paguyuban, cara terbaik, hindari mereka atau tinggalkan mereka. Masih banyak yang akan menjadi teman, sahabat, dan kekeluargaan dan paguyuban yang mau tetap menjunjung tinggi kepedulian, militansi, simpati, dan empati. 

Ibaratnya, bila niat kita benar, baik, dan ikhlas untuk berteman, bersahabat, dan menjalin kekeluargaan/paguyuban, maka jangan kita membiarkan diri kita sakit hati, karena sikap mereka tak mau peduli, tak mau militan, tak mau simpati, dan tak mau empati. 

Tanggalkan saja, lepas mereka menjadi teman kita, sahabat kita, atau menjadi anggota dalam kekeluargaan/paguyuban kita. 

Yakin, karena niat benar, baik, dan ikhlas akan terus hadir individu lain dalam kehidupan kita. Bila individu itu ada dalam instansi atau institusi, maka tanggalkan pula mereka, tetap berdekatanlah dengan individu yang mau peduli, militan, simpati, dan empati, dan tetap tanggungjawab dalam aturan instansi atau institusi, parlemen serta pemerintahan.

Bagaimana dengan sikap pemimpin negeri ini terhadap rakyat di saat pandemi corona? Tentu kita ssmua sekarang dapat menjawabnya.

Bagaimana kepedulian, militansi, simpati, dan empati teman, sahabat, dan kekeluargaan dalam organisasi dan paguyuban yang Anda ikuti?

Bagaiamana di kantor/tempat kerja atau di lingkunagn tempat tinggal Anda? Terpenting, tetaplah Anda peduli, militan, simpati, dan empati karena niat benar dan baik, serta tujuan mulia , maka Anda cerdas intelegensi dan cerdas personaliti (emosi).

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler