*) Naskah diambil dari Tajuk Koran Tempo, 19 Mei 2020
PEMERINTAH dan masyarakat tidak boleh lengah terhadap data landainya kasus Coronavirus Disease 2019 alias Covid-19 di Ibu Kota dan wilayah lain. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tetap perlu dijalankan hingga data epidemiologis yang valid menunjukkan tren kasus baru serta jumlah kematian akibat Covid-19 menurun.
Meskipun data pemerintah menunjukkan terdapat 104 kasus baru setiap hari pada bulan ini--turun dibanding April, 113 kasus per hari--terlalu dini menyimpulkan bahwa wabah corona mulai bisa dikendalikan. Selama ini, data yang disampaikan pemerintah belum mencerminkan kondisi sebenarnya, mengingat pengujian cepat ataupun tes usap yang digelar belum masif. Data itu pun bergantung pada hasil pengujian laboratorium yang masih terbatas, yakni sekitar 4.000-5.000 spesimen per hari. Hingga Jumat, 15 Mei lalu, baru 178 ribu spesimen dari 132 ribu orang yang diperiksa.
Dengan data yang masih minim, pemerintah malah melonggarkan PSBB. Ketidakseriusan membatasi lalu lintas manusia terlihat setelah pemerintah membuka lagi penerbangan mulai 7 Mei lalu. Penumpang bisa dengan mudah bepergian dengan mengantongi surat pengantar dari tempat kerja dan keterangan bebas corona. Akibatnya, terjadi antrean panjang di bandara tanpa jaga jarak.
Belakangan, masyarakat pun mulai tidak tertib untuk diam di rumah meski PSBB masih berlaku. Data pergerakan pengguna telepon seluler di Ibu Kota menunjukkan masyarakat mulai beraktivitas di luar rumah dalam dua pekan terakhir. Kelonggaran ini terjadi karena pemerintah tidak serius mengawasi pelaksanaan PSBB. Potensi penularan corona pun meningkat.
Pemerintah harus bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya tsunami corona susulan. Tak perlu buru-buru melonggarkan PSBB. Usulan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk memberlakukan PSBB se-Pulau Jawa justru patut dipertimbangkan. Apalagi, 67 persen kasus Covid-19 dan 82 persen korban meninggal ada di Pulau Jawa. Pertimbangan medis dan keselamatan nyawa tetap harus dikedepankan untuk mencegah kerugian yang lebih besar.
Menghadapi wabah corona yang tak jelas kapan akan berakhir, pemerintah perlu menyiapkan sistem perlindungan untuk masyarakat. Tidak cukup mewajibkan memakai masker dan menjaga jarak, pemerintah dan pelaku ekonomi juga perlu menyusun mekanisme lalu lintas manusia, cara kerja, serta interaksi sosial yang lebih mampu melindungi masyarakat di masa mendatang. Termasuk membenahi sistem dan fasilitas kesehatan yang terlihat amburadul sejak kasus corona pertama di Indonesia diumumkan pada 2 Maret lalu.
Perbaikan sistem itu diperlukan agar pemerintah dan masyarakat lebih siap menghadapi bencana seperti pandemi corona di masa mendatang. Jangan sampai, ketika wabah terjadi lagi, penduduk negeri ini hanya bisa pasrah dan berujar, “Terserah.”
Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.