Dewasa ini, produk hukum sekaligus praktik tata kelola destinasi yang berkelanjutan (sustainable) masih sangat lemah di Indonesia. Hal ini ditengarai oleh permasalahan lingkup internal yang elementer. Kendala mendasar ini setidaknya terbagi menjadi empat hal, yakni: 1) tumpang tindih kebijakan, 2) penegakan hukum (law enforcement) berstandar ganda, 3) kesadaran stakeholder yang lemah terkait perubahan iklim, dan 4) lemahnya harmoni antar stakeholder. Seperti yang diketahui bersama, kebijakan merupakan sebuah ‘kendaraan’ mayor untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan semua pihak, yaitu kelestarian destinasi. Kelestarian destinasi ini baru dapat terealisasi jika harmoni antar trisula pariwisata tercipta: yaitu elemen ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Pada masa ini, ekonomi dianggap super penting bagi keberlanjutan industri pariwisata yang sukses. Namun sangat disayangkan, kebijakan pro-capital semacam ini cenderung menekankan pada kepentingan ekonomi sahaja.
Di sisi lain, ditemukan juga fakta bahwa elemen sosial dan ekologis secara tidak langsung selalu dikesampingkan. Jika hal semacam ini diteruskan, bukan tidak mungkin destinasi pariwisata beserta seluruh flora fauna dan sumber daya yang menyertainya akan punah kurang dua generasi mendatang.
Oleh karena itu, kepemimpinan politik kuat di Indonesia yang terbebas dari cengkeraman oligarki dan kleptokrasi merupakan dasar dalam pijakan terkait upaya mencabut akar permasalahan.
Melalui kepemimpinan yang mampu memberi tiga efek (yaitu efek mendidik, efek jera, efek memaksa) di tiga lingkup (lokal, regional, dan nasional), maka “perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan destinasi berkelanjutan” dapat dijalankan secara serempak, harmoni, kredibel tanpa kepentingan satu pihak, dan tentunya berintegritas penuh.
Tanpa hal mendasar yang telah dikemukakan tadi, impian destinasi pariwisata yang berkelanjutan melalui kebijakan dengan narasi seindah apa pun dan ratusan perangkat hukum tidak akan berguna. Segenap upaya tersebut hanya akan sampai ke tahap di atas kertas saja.
Ikuti tulisan menarik MUHAMMAD DHIYA ULHAQ lainnya di sini.