x

Petugas memeriksa kelengkapan surat tugas pengendara motor yang masuk wilayah Tangerang Selatan saat pemeriksaan pelaksanaan PSBB di Ciputat, Senin, 11 Mei 2020. PSBB di wilayah Tangerang telah dimulai pada 18 April 2020 lalu dan kini memasuki hari ke-23. Tempo/Nurdiansah

Iklan

Elnado Legowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 22 Mei 2020 16:32 WIB

Indonesia Belum Siap Melonggarkan PSBB, Awas Serangan Gelombang Kedua

PSBB yang sudah diterapkan di Indonesia belum sepenuhnya efektif. Masih banyak warga yang melanggar dan banyak yang dibiarkan saja. Hal ini sempat membuat geram para tenaga medis dan warga yang sudah berjuang melawan Covid-19 dengan berdiam diri di rumah selama lebih dari dua bulan.  Keinginan pemerintah untuk melakukan relaksasi PSBB amat berbahaya dan bisa memicu gelombang kedua serangan Covid-19.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tampaknya PSBB yang sudah diterapkan di Indonesia ini masih belum sepenuhnya efektif. Masih banyak warga yang melanggar PSBB untuk suatu hal yang tidak penting. Hal ini tentu membuat geram para tenaga medis dan para warga yang sudah berjuang melawan Covid-19 dengan berdiam diri di rumah selama lebih dari dua bulan. 

Kemarin (21/5/2020), angka kasus Covid-19 di Indonesia bertambah 973 kasus menjadi total jumlah 20.162 kasus. Sedangkan pemerintah mulai berencana ingin mengambil kebijakan relaksasi atau pelonggaran PSBB dengan tujuan untuk memulihkan ekonomi. Tujuan yang mulia, namun pemerintah harus sangat hati-hati ketika ingin mengambil kebijakan tersebut. Sebab resikonya yang sangat besar.

Menurut hasil penelitian dari Center of Reform on Economics (Core), Yusuf Rendy Manilet, kebijakan relaksasi atau pelonggaran PSBB tersebut akan memberi dampak buruk yaitu terjadinya gelombang kedua dengan meningkatnya kurva Covid-19.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apabila kita belajar dari kasus flu Spanyol yang terjadi pada 1 abad yang lalu, gelombang kedua pandemi ini akan menimbulkan jumlah korban yang lebih tinggi daripada gelombang pertama. Maka dengan itu, bisa memperlambat efek pemulihan ekonomi.

Gelombang kedua pandemi ini terjadi karena kelengahan masyarakat maupun pemerintah, ketika mereka merasa bahwa pandemi ini sudah berakhir dan mereka mulai kembali beraktivitas normal. Lalu pandemi itu datang melalui para pendatang dari luar negeri atau para OTG (Orang Tanpa Gejala) yang ikut berbaur bersama masyarakat dan menular melalui kontak antara orang yang mudah terinfeksi dan rentan. Perlu kita ketahui bahwa Virus Covid-19 ini mampu bermutasi menjadi lebih sulit terdeteksi dan proses penyebarannya bisa lebih cepat. 

Menurut pernyataan dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, gelombang kedua Covid-19 ini dapat membuat ekonomi terkontraksi semakin dalam karena biaya kesehatan yang semakin membengkak akibat menangani pasien di gelombang kedua. Hal itu akan mengeluarkan biaya yang sangat mahal dan akan memperburuk APBN.

Jangankan mempersiapkan diri untuk gelombang kedua, gelombang pertama saja kita masih belum sepenuhnya mampu menghadapinya. Selain dilihat dari jumlah kenaikan kasus Covid-19, kita juga bisa melihat dari tingkah laku warga kita yang melanggar PSBB. 

Mulai dari kasus Seremoni Penutupan McD (10/5/2020) yang dihadiri banyak warga yang hanya untuk bernostalgia. Lalu kasus Bandara Soekarno-Hatta (14/5/2020) yang dipadati penumpang akibat dari kebijakan Pemerintah yang membuka kembali penerbangan untuk orang yang memiliki kepentingan tertentu, seperti bisnis dan dinas.

Belum lagi kasus maraknya balapan liar di berbagai wilayah akibat jalanan yang sepi, seperti kasus di Pekanbaru (12/4/2020) dan di Sukoharjo (16/5/2020), semuanya dilakukan oleh anak-anak remaja.

Belum lagi video Youtuber Indira Kalistha yang mengeluarkan statement meremehkan pandemi Covid-19 saat melakukan podcast di channel You Tube Gritte Agatha. Lalu kasus 95 jasa travel gelap yang mengangkut lebih dari 700 penumpang untuk mudik colongan (21/5/2020). Belum dengan kasus-kasus lain yang bisa menguji kesabaran kita.

Bila dilihat dari kasus-kasus diatas, tidak heran apabila tenaga medis menggaungkan #IndonesiaTerserah yang disebabkan oleh kekecewaan mereka akibat keacuhan warga kita. 

Hal yang paling mengerikan dalam pandemi ini bukan meledaknya jumlah kasus Covid-19 atau gelombang kedua. Melainkan para tenaga medis yang sudah tidak mau menangani korban pageblug akibat frustasi karena bertambahnya jumlah orang yang terinfeksi setiap harinya dan sikap acuh dari warga kita.

Atau yang paling buruk adalah banyaknya tenaga medis yang gugur akibat terinfeksi dari pasien Covid-19 yang terus bertambah, sehingga menyebabkan kita kekurangan tenaga medis. Perlu kita tahu bahwa sudah 55 tenaga medis yang telah gugur akibat Covid-19 di Indonesia. 

Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah harus mempertimbangkan ulang kebijakan relaksasi atau pelonggaran PSBB. Sebab pelonggaran yang belum pada saatnya akan menjadi blunder dari sisi belanja kesehatan dan menambah jumlah infeksi Covid-19 atau membuka celah masuknya gelombang kedua.

Akan jauh lebih baik bila pemerintah mengkaji ulang PSBB yang selama ini diterapkan dan menaikkan sanksi tegas terhadap orang yang melanggarnya, tanpa pandang bulu, untuk memberikan efek jera.

Mungkin PSBB sudah berhasil diberbagai wilayah, sebut saja di beberapa wilayah di Jawa Tengah seperti di Tegal. Tetapi diluar itu masih banyak daerah-daerah yang warganya masih tidak acuh terhadap PSBB.

Ikuti tulisan menarik Elnado Legowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB