x

kisah ramadan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 23 Mei 2020 06:54 WIB

Episode Akhir dan Hari Kemenangan

Hari ini, tanpa terasa sudah memasuki hari terakhir ibadah Ramadan. Dan, esok sudah masuk Idul Fitri 1441 Hijriah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bila kalah, manusia akan banyak berkata-kata, namun manusia yang mampu meraih kemenangan, biasanya diam. 

(Supartono JW.23052020). 

Tanpa terasa, hari ini sudah masuk ibadah Ramadan ke-30, dan besok, Minggu, 24 Mei 2020, seluruh umat muslim akan merayakan hari kemenangan Idul Fitri 1441 Hijriyah (KBBI: Hijirah). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari kemenangan ini, sudah dipastikan untuk umat muslim Indonesia, setelah Menteri Agama Republik Indonesia Fachrul Razi menetapkan dalam Hasil Sidang Isbat Idul Fitri 2020 1 Syawal 1441 H. yang jatuh pada Minggu 24 Mei 2020. Penetapan ini dilakukan setelah Kementerian Agama menggelar Sidang Isbat hari ini, Jumat (22/5). 

Selama ibadah Ramadan Tak Biasa di tengah pandemi corona, godaan dan cobaan umat muslim memang tidak lagi sekadar menahan lapar dan haus. Namun, karena PSBB, maka ibadah yang tak normal pun, semua diarahkan untuk menaati protokol kesehatan. 

Kini, Ramadan yang selalu dirindukan, hari ini sudah menjadi hari terakhir di tahun 1441 Hijriah/tahun 2020, padahal mungkin semua ibadah Ramadan seperti puasa, salat malam, membaca Al-Qur'an, dan lainnya, bisa jadi belum maksimal dilakukan, belum optimal, namun tahu-tahu besok sudah Idul Fitri. 

Perginya Ramadan dan datangnya Idul Fitri, selama ini sering disebut sebagai sebuah kemenangan atas perjuangan dalam jihad akbar mengendalikan hawa nafsu selama sebulan penuh. Di tambah pandemi corona, maka juga berjuang dalam situasi dan kondisi ibadah Ramadan yang tak normal. 

Namun, setelah perjuangan selama satu bulan penuh, menunaikan ibadah Ramadan dan insyaAllah menjadi manusia yang mampu meraih kemenangan dan terlahir kembali kepada fitrah manusia. 

Idul Fitri berarti  kembali kepada kesucian, karena setelah selama bulan Ramadan dilatih diri menyucikan jasmani dan rohani dengan harapan dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, maka akan menjadikannya suci lahir batin. 

Sabda Rasul SAW, “Tidaklah seorang anak dilahirkan, melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih/suci). Orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R. Bukhari). Fitrah secara bahasa berarti ath-thabiah yang berarti tabiat atau karakter dan juga al-khilqah yang berarti naluri atau pembawaan yang diciptakan Allah SWT, pada manusia, yaitu al Hanif atau lurus hanya menyembah Allah SWT, semata dan menolak selain-Nya. 

Dalam firman Allah, QS. Ar Rum: 30, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), sesuai fitrah (dari) Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. 

Memang, ibadah Ramadan tak biasa dalam pandemi corona tahun ini, karena situasi dan kondisi yang benar-benar berbeda, umat muslim cukup berat melintasinya. 

Akibatnya, secara psikologis, karena corona menggerus sendi ekonomi, kesehatan, dan sosial, maka selama 29 hari yang telah kita lalui, sangat mudah kita menemukan masyarakat yang emosional, tak mampu mengendalikan diri, dan berbuat semau sendiri. 

Di antara yang sangat mencolok adalah tetap abainya masyarakat tetap memaksakan diri beribadah di masjid, meski sudah ada peraturan dan fatwa MUI. 

Di arab Saudi saja, masyarakat begitu patuh kepada pemerintah yang me-lockdown tempat ibadah sebulan penuh selama Ramadan dan akan dilanjutkan seusai Ramadan, sambil melihat situasi dan kondisi corona. 

Mengapa masyarakat Indonesia gemar mengabaikan, dan terus menonjolkan emosi dan sulit dapat mengendalikan diri selama ibadah Ramadan tahun ini, semua masalahnya ada pada diri masyarakat sendiri. 

Kini Ramadan usai. Apakah kita yakin telah memenangi ibadah Ramadan tahun ini? Dan, akan masuk kepada hari kemenangan Idul Fitri. Hanya kita masing-masing yang dapat menjawabnya, dan Allah tahu bagaimana ibadah kita. 

Yang pasti, tidak dapat ditawar, besok adalah Idul Fitri. Bila ibadah Ramadan hingga hari ini, 30 hari penuh belum optimal dan maksimal, kita tak dapat mengulanginya lagi. 

Apakah kita telah menyiakan keistimewaan 10 hari pertama Ramadan yang penuh rahmat. Lalu, 10 hari kedua yang penuh maghfirah, ampunan, dan 10 hari ketiga, dijauhkan dari api neraka? Kita sendiri pula yang tahu. Apakah kita telah memenangi Ramadan? Hanya kita juga yang tahu. 

Namun, besok kita sudah berada di Idul Fitri, tak mungkin megulang Ramadan dari awal lagi. Apapun yang sudah kita perbuat, hal terbaik yang perlu kita persiapkan berikutnya adalah, bagaimana untuk merayakan Idul Fitri, di hari kemenangan besok? 

Sesuai perintah Rasul SAW, dalam Idul Fitri adalah saling bermaaf-maafan seraya mendoakan semoga Allah SWT, menerima seluruh amal ibadah kita. 

Dalam sebuah hadis diriwayatkan, “Dari Khalid bin Ma’dan ra, berkata, Aku menemui Watsilah bin Al-Asqo’ pada hari Id, lalu aku mengatakan, ‘Taqabbalallah Minna Wa Minka”. Lalu ia menjawab, ‘Iya, Taqabbalallah Minna Wa Minka, Kemudian Watsilah berkata, ‘Aku menemui Rasulullah SAW pada hari Id lalu aku mengucapkan ‘Taqabbalallah Minna Wa Minka’, kemudian Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, Taqabbalallah Minna Wa Minka’ seperti yang diriwayatkan dalam HR Baihaqi dalam Sunan Kubra. 

Dalam hadis tersebut, terdeskripsi betapa mudahnya maaf-memaafkan. Berbeda dengan kehidupan umat manusia zaman sekarang. Meminta maaf atau memberi maaf saja masih sulit. 

Memang, memaafkan membutuhkan suatu keahlian untuk melupakan semua kesalahan orang lain dan sanggup memaafkan perbuatan manusia yang mungkin dianggap tak terampunkan, dan memandang hari esok sebagai hari yang terbebas dari jejak kesalahan masa lampau. 

Karenanya, saling memaafkan adalah proses menuju kedamaian dalam batin. Semoga, kita semua termasuk manusia yang mampu meraih kemenangan selama ibadah bulan Ramadan tahun ini. Dan, merayakan kememangan di Hari Raya Idul Fitri dengan rendah hati, mudah saling maaf-memaafkan. 

Artikel Ramadan tak diminati

Bagi saya sendiri, alhamdulillah, selama ibadah Ramadan yang saya niatkan berbagi dengan artikel di media ini, dengan mengangkat persoalan-persoalan aktual yang paling saya rasa penting di setiap harinya, dari satu hari sebelum Ramadan, hingga 30 hari dalam Ramadan, akhirnya tuntas. 

Alhamdulillah, dengan konsisten dan bersambung menulis artikel Ramadan, saya merasakan meraih kemenangan. Sebab, saya jadi merasakan betul nikmat ibadah Ramadan Tak Biasa tahun ini. 

Dengan menulis artikel Ramadan, jiwa dan pikiran saya selalu terjaga. 

Hanya, ada satu catatan yang juga wajib saya ungkap di sini. Ternyata, artikel Ramadan, kurang diminati oleh pembaca. 

Berbeda dengan artikel saya yang isinya menyangkut "soal duniawi" (politik, pemerintahan, humaniora, gaya hidup,  kesehatan, media, edukasi, hukum, sosial budaya, olahraga dll). 

Mengapa artikel menyoal agama (Ibadah Ramadan) kurang diminati? Bila saya ulas alasannya, cukup panjang nanti. 

Yang pasti, pembaca dan masyarakat juga tahu jawabannya. Dan inilah +62, Indonesia dengan masyarakatnya.

Terakhir, saya mengucapkan mohon maaf lahir batin, sebab dalam setiap artikel Ramadan Tak Biasa dari episode sehari sebelum Ramadan sampai dengan hari ke-30 Ramadan banyak kesalahan. 

Selamat Idul Fitri 1441 Hijriah, semoga kita semua meraih kemenangan, senantiasa diberikan kesehatan, keberkahan, dan kesuksesan, meski dalam suasana pandemi corona. Mari, biasakan bila salah mengakui kesalahan. Bila kalah, mengakui kekalahan, Bukan "ngeyel", berdebat, membalikkan kesalahan kepada orang lain, atas kesalahan kita. Pasti bisa. Aamiin.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu