x

jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 28 Mei 2020 07:59 WIB

Stop Membuat Keputusan yang Tidak Tepat, di Waktu dan Tempat yang Salah Pula

Budaya membuat keputusan yang tidak tepat dan di waktu yang tidak tepat pula, menjadi.ciri khas Jokowi saat ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masalah new normal yang digelindingkan oleh Presiden Jokowi dan dimentahkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD yang memastikan bahwa new normal masih sekadar wacana, jelas membingungkan masyarakat. 

Selain itu Mahfud juga membikin masalah baru saat menyebut angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas dan penyakit diare lebih tinggi ketimbang angka kematian akibat virus corona dan meminta masyarakat tak terlalu risau dengan Covid-19, pasti akan menuai respon dari masyarakat, akhirnya terbukti. 

Dengan begitu, Mahfud semakin melengkapi menteri-menteri Jokowi yang gemar membikin blunder. Meski berdasarkan fakta dan data, angka kematian virus corona di Indonesia, sejak 1 Januari hingga akhir April 2020, rata-rata 17 kasus dalam sehari, Mahfud menyebut: "Sementara angka kecelakaan lalu lintas itu 9 kali lebih banyak dari corona," kata Mahfud dalam sambutannya di acara Halal bi Halal IKA UNS yang disiarkan di kanal Youtube Universitas Sebelas Maret, Selasa (26/5). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karuan saja, wacana Jokowi dan pernyataan Mahfud itu langsung direspon oleh Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Irwan yang mengatakan rencana New Normal yang digulirkan Presiden Jokowi dan jajaran pasca pernyataan berdamai dengan Covid-19, merupakan bentuk kekalahan rezim pada corona. Irwan pun mengungkapkan bahwa: "New Normal bentuk kekalahan perang pemerintah lawan Covid-19," dilansir  dari CNN Indonesia, Selasa (26/5/2020). 

Hal tersebut sebagai respons atas aksi Presiden ketujuh RI tersebut yang meninjau kesiapan protokol New Normal di stasiun MRT di Jakarta, dan sebuah mal di Bekasi, Jawa Barat. 

Yang menarik, Irwan menyebutkan, filosofi 'New Normal' itu harus dipahami oleh pemerintah. Sebelum adanya pandemi Covid-19, itu yang dikatakan situasi normal. Termasuk di Indonesia itu situasi normalnya saat sebelum ditemukannya kasus positif Corona. 

Oleh karenanya, bila pemerintah mau menetapkan situasi New Normal, seharusnya rezim ini tegas dan fokus menurunkan angka penularan Covid-19 di Indonesia yang bertambah secara eksponensial setiap harinya, sampai kemudian melewati puncak dan kurvanya terus turun melandai mendekati situasi normal sebelum pandemi. 

Itulah filosofi New Normal. Jika situasinya masih seperti sekarang, maka Irwan menyebut, New Normal adalah bendera putih atau "menyerahnya" pemerintah. Menyerahnya pemerintah dengan menggelontorkan dan memasifkan sosialisasi wacana New Normal itu, pun ditandai dengan narasi Mahfud, yang membandingkan banyaknya korban penyakit lain atau musibah kecelakaan ketimbang korban Covid-19. 

Kok bisa sih, Mahfud sampai membandingkan seperti itu? Perbandingan Mahfud sungguh tak tepat dan terkesan meremehkan virus corona seperti para pembikin blunder sebelumnya. 

Bahkan atas pernyataan yang terkesan meremehkan corona itu, Irwan menyebut bahwa hal itu adalah pembodohan kepada masyarakat secara terang-terangan. Mengapa? 

Sebanyak-banyak korban kecelakaan belum pernah membuat Presiden mengeluarkan Perppu akibat jumlah korban kecelakaan yang lebih banyak dari corona. 

Lebih dari itu, hampir semua kebijakan pemerintah di saat pandemi corona itu tak tepat waktu. Terlebih menyoal kenaikan iuran BPJS, harga BBM  yang tak segera turun, relaksasi PSBB, dan New Normal. Sejatinya, mengusung new normal, bukanlah kebijakan yang salah, namun bila dilakukan dalam waktu dekat, jelas situasi, kondisi, dan waktunya tidak tepat. 

Terlepas masih banyaknya kontroversi menyoal corona yang hanya sekadar konspirasi, faktanya, di negara lain juga sudah ada yang melakukan fase new nornal, namun dengan catatan bahwa negara yang sudah menerapkan kebijakan new normal pandemi coronanya memiliki kecenderungan semua kurva covid-19 turun melandai. 

Sementara di Indonesia corona masih terus mendera. Seharusnya, penanganan corona oleh pemerintah yang sudah salah sejak awal dan melepas golden time waktu pencegahan yang cerdas dan cermat, kini pemerintah justru wajib bersabar dan wajib terus memperketat PSBB sampai kurva menurun dan kemudian memberlakukan New Normal. Ini bikin peraturan berbeda sendiri dengan negara lain, karena lebih mengutamakan new normal yang tak terukur. Bila nanti new normal diberlakukan, korban corona malah meningkat, bagaimana pertanggungjawabkan Jokowi dan pemerintah?

Sayang, segala bentuk kebijakan dan peraturan, yang diputuskan presiden dan pemerintah sejak awal periode kedua hingga pandemi corona ini, banyak yang tidak tepat dan salah tempat dan waktu. Bisa jadi, presiden dan pemerintah, berkolaborasi dengan parlemen, menganggap segala bentuk kebijakan dan keputusannya adalah tepat. 

Tetapi itu versi "mereka", bukan versi rakyat. Terbukti, gaung diksi presiden dan pemerintah tak tegas, kontraproduktif, kontradiksi, longgar, lebih membela ekonomi daripada nyawa, mencla-mencle, tak henti menggema di seantero nusantara. Ayo lah bersikap, membuat kebijakan, dan peraturan yang tepat, cermat, cerdas, di waktu dan tempat yang tepat! 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler