x

Pancasila

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 1 Juni 2020 17:22 WIB

Mengapa Peringatan Hari Lahir Pancasila Menabrak PSBB, dan Ini Sejarah Lahirnya

Seharusnya peringatan Hari Lahir Pancasila tidak harus menabrak peraturan PSBB

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Meski ini tentang Pancasila, lagi-lagi setelah, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan MPR RI, Minggu (17/5/2020), dikritik banyak pihak karena menggelar konser amal, yang dianggap ngawur karena mengabaikan salah satu protokol kesehatan penanganan COVID-19 paling standar: menjaga jarak, kini BPIP benar-benar bikin masyarakat kembali mengelus dada. 

BPIP memastikan akan tetap menggelar upacara peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020 di tengah pandemi Covid-19. 

Mengapa penyelenggara bukan Istana?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yang menjadi pertanyaan, mengapa peringatan Hari Pancasila, penyelenggaranya BPIP? Bukankah upacara Itu harus melalui protokol Istana? Ini mengapa BPIP penyelenggaranya? Malah, Sekretaris Umum BPIP Karjono memastikan, upacara akan digelar dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19 secara ketat, namun tetap membikin masyarakat prihatin. 

Coba apa yang diungkap oleh Sekretaris itu. "Kita tetap menerapkan protokol Covid-19 saat melakukan kegiatan upacara ini," kata Karjono saat konferensi pers secara daring, Jumat (29/5/2020). 

Padahal sangat jelas, tanggal 1 Juni 2020 masih diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta yang akan akan berakhir pada 4 Juni 2020. 

Dan, setelah itu, masih memungkinkan akan ada perpanjangan PSBB dengan melihat situasi dan kondisi. Bila tidak dalam situasi corona, sudah pasti upacara peringatan Hari Lahir Pancasila digelar oleh berbagai instansi dan institusi pemerintahan, di seantero Indonesia. Seharusnya, karena ini menyangkut Pancasila, seharusnya BPIP menjadi contoh, panutan, dan teladan bagi rakyat yang kini sedang dipaksa mengikuti peraturan PSBB. 

Namun, lagi-lagi setelah membikin blunder menggelar konser amal yang tetap dianggap ngawur karena mengabaikan PSBB, tetap saja BPIP memaksakan upacara peringatan Hari Lahir Pancasila yang menghadirkan massa. 

Di mana akal sehat dan pikiran, dan perasaannya kepada rakyat yang selama ini disuruh menaati PSBB, tetapi BPIP malah mamaksakan diri dan pasti akan kembali menjadi sorotan rakyat. 

Demi PSBB, DKI pun menerbitkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM), dan rakyat begitu tersiksa atas kondisi ini. Tempat ibadah di tutup, sekolah di tutup, keramaian ditutup. 

Apakah pemaksaan perayaan upacara oleh BPIP ini juga sebagai promosi dan sosialisasi rencana new normal yang diperitahkan oleh Presiden Jokowi agar sosialisasinya dimasifkan? 

Sementara Korea Selatan yang berhasil menekan corona, lalu menjadi contoh negara yang menerapkan new normal, membuka sekolah dan tempat umum saja, langsung mengetatkan protokol kesehatan lagi yang hanya berselang satu hari setelah new normal berlaku karena kasus corona meningkat lagi. 

Namun, dalam upacara peringatan Hari Pancasila, BPIP ternyata tetap bergeming, seolah negara ini milik mereka sendiri, menabrak aturan PSBB. Sangat memiriskan hati. 

Meski dijelaskan bahwa BPIP hanya mengundang sekitar 45 hingga 100 orang dalam upacara tersebut dan undangan yang hadir hanya yang sudah melakukan tes Covid-19 dan dinyatakan tidak terinfeksi. 

Bahkan, dijadwalkan pula akan hadir dalam upacara tersebut yaitu Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Juga hadir pula untuk membacakan teks Pancasila Ketua MPR Bambang Soesatyo serta Ketua DPR Puan Maharani yang akan membacakan teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 

Tetap saja, ini bukan contoh yang baik untuk rakyat. Malah, sederet menteri juga akan mengisi acara seperti Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga dijadwalkan hadir membacakan doa. 

Selain itu, BPIP juga mengundang pejabat kementerian/lembaga lainnya secara terbatas. Yang lucu, ternyata, Bupati, wali kota, dan perwakilan NKRI di luar negeri mengikuti dimohon mengikuti upacara melalui media, televisi, atau dapat melalui layanan yang disediakan BPIP, Youtube BPIP, Instagram BPIP, dan lainnya. 

Meski Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait penyelenggaraan upacara terbatas ini, mengaku telah melakukan persiapan secara matang dan siap menggelar upacara dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, tetap saja, rasanya acara yang dipaksakan dengan melanggar PSBB, tetap tak elok. 

Peringatan Hari Pancasila sebagai dasar negara, falsafah bangsa, memang wajib dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur dan berdoa. Tetapi tidak harus melanggar PSBB, karena rakyat pun wajib patuh pada PSBB.Di mana kemanusiaan dan keadilan sosialnya? 

Memahami sejarah Pancasila

Terlepas dari persoalan penyelenggara upacara bukan Istana Negara dan BPIP tetap melanggar PSBB, meski rakyat prihatin dengan BPIP, namun rakyat wajib semakin mencintai dan militan terhadap Pancasila. 

Untuk itu, rakyat wajib memahami sejarah lahirnya Pancasila. Untuk itu, saya mencoba merangkum sejarah lahirnya Pancasila dari berbagai literasi. 

Sebagai Dasar Negara, Pancasila terlahir melalui proses dan juga digali dari kebudayaan bangsa yang kemudian dijadikan sebagai idiologi nasional. Istilah Pancasila pertama kali ditemukan pada buku Sutasoma karangan yang dibuat oleh Empu Tantular. 

Istilah Pancasila memiliki dua pengertian, yaitu: berbatu sendi dan yang lima. Dan, pelaksanaan lima kesusilaan, antara lain dilarang berbuat keras, tidak boleh mencuri, jangan berjiwa dengki, berbohong, mabuk, dan juga minuman keras. 

Sebagai Dasar Negara, Pancasila mempunyai filosofi yang terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu panca yang artinya lima, dan sila yang maknanya prinsip atau dasar. 

Awal kisah perumusan Pancasila dimulai pada tanggal 29 April 1945. Saat itu, pemerintahan jepang membentuk sebuah lembaga dalam bahasa jepang yang bernama Dokuritsu Jumbi Choosakai, dalam bahasa indonesia, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (BPUPKI) yang mempunyai 62 anggota. 

Kemudian BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, sebagai ketua, Dr.Radjiman Widyoningrat, wakilnya R. Panji Soeroso, dan Ichibangase (orang jepang). 

BPUPKI mulai bekerja pada tanggal 29 Mei 1945. Tugasnya, membuat rancangan dasar negara dan juga membuat rancangan Undang-Undang Dasar. Melakukan sidang pertama kali pada tanggal 29 Mei 1945. 

Lahirlah beberapa usulan rumusan antara lain dari: Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Rumusan Pancasila menurut Muhammad Yamin secara lisan adalah: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial atau (Keadilan Sosial) Namun, setelah melakukan pidato muhammad yamin menyampaikan usulnya tertulis, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Es, Kebangsaan Persatuan Indonesia, Rasa Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratn Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 

Rumusan Pancasila menurut Soepomo, yaitu: Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan Lahir dan Batin, Musyawarah, dan Keadilan Rakyat. 

Rumusan Pancasila menurut Soekarno adalah: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan. 

Ternyata dari sidang BPUPKI dari 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945, belum dapat menetapkan ketiga usulan rumusan menjadi dasar Negara Indonesia. Oleh karena itu, dibentuklah panitia yang mempunyai anggota sembilan orang, kemudian dikenal sebagai Panitia Sembilan, yaitu: Ir. Soekarno, ketua yang juga merangkap anggota dan anggotanya adalah H. Agus Salim, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. Muhammad Yamin, Drs. Mohammad Hatta, Mr. AA. Maramis, Kyai Hadi Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, dan Abikusno Tjokrosujoso. 

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berasil merumuskan naskah Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta (Djakarta Charter) yang isinya antara lain: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi  pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. 

Rumusan Pancasila yang benar dan sah tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan dan juga disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 agustus 1945 adalah rumusan teks Pancasila final yang dirumuskam oleh Panitia Sembilan, yaitu: Ketuhanan yang maha esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Setelah 71 tahun Indonesia Merdeka, barulah, berdasarkan Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir (Harlah) Pancasila sesuai Keppres Nomor 24 tahun 2016 memiliki dasar pijakan historis dan yuridis yang jelas.

 Untuk itu, seluruh rakyat Indonesia diminta untuk merayakan peringatan Harlah Pancasila, yang kini menjadi hari libur nasional, setiap tanggal 1 Juni. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB