x

Foto untuk artikel.

Iklan

Elias Sumardi Dabur

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 3 Juni 2020 06:06 WIB

Bisakah China Digugat Terkait Covid-19?

Covid-19 membawa nestapa tidak hanya bagi raga manusia, tapi juga berdampak buruk terhadap kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan. Situasi menekan ini menimbulkan lahirnya tuntutan hukum terhadap pemerintah China di sejumlah negara. Bagaimana prospek langkah-langkah hukum ini? Dapatkah China di adili di pengadilan negara-negara bagian AS? Apakah China bisa diadili di Mahkamah Internasional?  

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hukum Internasional Tentang Penyakit Menular dan Tanggung Jawab Negara

Tuntutan lain bahwa China harus memberikan kompensasi kerugian terhadap negara-negara lain akibat Covid-19 dengan dasar prinsip hukum internasional tentang tanggung jawab negara merupakan persoalan yang rumit. Sejak abad ke-20, tidak ada satu pun kovenan internasional yang mengatur pembayaran kompensasi atas kerusakan di negara lain yang dihubungkan dengan pelanggaran traktat penyakit menular. Bahkan, pakta terbaru, The International Health Regulation (2005) tidak memiliki ketentuan pada isu ini.

Demikian pun, kalau merujuk pada Hukum Kebiasaan Internasional tentang tanggung jawab negara. Sepanjang sejarah Kerjasama Kesehatan Global, Hukum kebiasaan ini tidak menunjukan peran yang kelihatan dalam hal terjadinya epidemi. Bahkan, ketika suatu negara dinyatakan telah melanggar aturan yang berlaku.

Tiadanya praktik ganti rugi yang bersumber dari hukum kebiasaan internasional disebabkan oleh pertautan kepentingan antara pertimbangan politik dan epidemologis. Memenuhi kewajiban perjanjian internasional untuk melaporkan wabah penyakit berhubungan dengan tantangan ilmiah, persoalan kesehatan publik dan kalkulasi kesulitan secara politik.

Sementara itu di sisi lain, negara-negara menyadari bahwa ancaman pathogen dengan potensi penyebaran lintas batas bisa saja muncul di berbagai negara. Sebagai contoh, meskipun  pandemik influenza 1918-1919 asal-muasalnya masih belum jelas, Amerika Serikat masuk dalam daftar potensial negara asal penyebaran pandemik ini. Virus HIN1 yang menyebabkan pandemik influenza tahun 2009 terdeteksi pertamakali di AS.

Realitas ini membuat negara-negara berbagi kepentingan yang sama untuk tidak terlalu legalistik dan  menggugat isu-isu berkaitan dengan penyakit menular. Hal ini memberi suatu gambaran bahwa membawa China ke Mahkamah Internasional  sulit dilakukan.

Kesehatan Publik sebagai Agenda Utama

 Tantangan hukum dan non hukum ini disadari betul oleh para penggugat. Hal itu terbukti dari upaya menghapus imunitas China dari pengadilan di AS, dengan mengusulkan Undang-Undang Keadilan Korban Covid-19 yang disponsori Senator dari Partai Republik, daerah pemilihan Missouri, Josh Hawley. Namun, usaha ini sulit karena bersifat rasial, diskriminatif dan menyangkut isu sensitif dalam hubungan AS dan China.

 Terlepas dari kesulitan-kesulitan yang ada, langkah hukum yang diajukan pihak swasta terhadap negara ini menarik. Aksi ini baru pertamakali terjadi dalam sejarah pandemik, setidaknya 100 tahun terakhir, sejak pandemik Flu Spanyol 1918. Bahkan, negara bangsa tidak pernah menggugat negara lain atas kerugian yang disebabkan penyakit menular.

Aksi hukum ini bisa dibaca sebagai desakan kepada China dan negara-negara umumnya agar mengubah perilaku dengan bersikap lebih transparan dan berbagi informasi yang cepat bila ada kejadian luar biasa terkait penyakit menular. Upaya hukum ini bisa juga dilihat sebagai sinyal perlawanan masyarakat terhadap negara-negara yang lebih mementingkan pertimbangan politik sehingga wabah penyakit dan dampaknya tidak diatur secara jelas dalam kovenan-kovenan internasional.

Oleh karena itu, setelah pandemik Covid-19 berlalu, mudah-mudahan, Komisi Hukum Internasional PBB dapat menjadikan Covid-19 sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun aturan baru terkait sanksi bagi negara yang menjadi sumber persebaran penyakit.  

Lebih dari itu, Majelis Umum PBB diharapkan dapat menggelar sidang khusus untuk merevisi keseluruhan agenda global. Keamanan manusia (human security) dengan jalan ketahanan pangan, air dan lingkungan bersih dan peduli pada kesehatan publik mesti menjadi agenda utama.

Elias Sumardi Dabur,  Advokat dan Pendiri Akuity Law Firm

 

 

Ikuti tulisan menarik Elias Sumardi Dabur lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB