x

Ilustrasi mengendarai mobil

Iklan

Indrato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 6 Juni 2020 13:43 WIB

Hilirisasi Aspal Buton Sebuah Keniscayaan

Hilirisasi mineral nikel dan hilirisasi batubara sudah mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Sekarang sudah tiba saatnya pemerintah memperhatikan hilirisasi aspal Buton. Hilirisasi aspal Buton mempunyai banyak sekali nilai-nilai tambah untuk memakmurkan rakyat Indonesia yang tidak dimiliki oleh aspal minyak impor. Oleh karena itu hilirisasi aspal Buton harus segera diimplementasikan untuk memakmurkan rakyat Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Revisi Undang-undang Minerba No. 4 Tahun 2009 yang baru-baru ini telah disahkan oleh DPR pada tanggal 12 Mei 2020 di tengah-tengah wabah pandemi Covid-19 menuai polemik di kalangan masyarakat. Revisi Undang-undang Minerba ini dinilai hanya akan menguntungkan para pengusaha besar batubara saja yang konsesi pertambangannya akan segera berakhir masa kontraknya. Tentunya dugaan adanya “titipan” dari para pengusaha besar batubara ini perlu dibuktikan di dalam sidang Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian rakyat Indonesia tidak akan ragu lagi, mana berita yang hoaks, dan mana informasi yang dapat dipercaya. Hal ini adalah sangat penting untuk mendewasakan akal sehat, dan sekaligus untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum mengenai masa depan usaha pertambangan untuk menarik investasi asing mengalir deras masuk ke Indonesia.

Hilirisasi mineral merupakan visi besar pemerintah yang diamanahkan di dalam Undang-undang Minerba No. 4 Tahun 2009, yaitu: “Bahan baku mentah tidak boleh diekspor lagi, tetapi harus diolah di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah”. Tetapi dalam pelaksanaannya, kelihatannya hilirisasi mineral ini tidak berjalan mulus sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara perlahan-lahan, namun pasti, akhirnya hilirisasi mineral pun berjalan juga, meskipun secara tertatih-tatih. Smelter-smelter nikel di Morowali dan Konawe Sulawesi Tenggara sekarang sedang dibangun. Tahun depan gasifikasi batubara untuk menjadi Diethyl Methyl Ether (DME) sebagai bahan baku LPG akan dibangun di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Hilirisasi mineral sekarang ini menjadi topik viral untuk dicermati, baik oleh pemerintah maupun oleh para investor asing. Hilirisasi mineral ini merupakan program pembangunan ekonomi pemerintah yang sudah tidak bisa dibendung dan ditunda-tunda lagi. Pemerintah sudah greget terobsesi dengan adanya lompatan kuantum untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke tingkat 7%. Sudah sangat lama sekali dirasakan perlu adanya industri yang akan dapat menciptakan banyak lapangan kerja baru dan meminimalkan defisit perdagangan. Dan kedua hal tersebut hanya akan dapat tercipta melalui investasi baru masuk ke Indonesia.

Pada saat ini hilirisasi aspal Buton masih minim sekali mendapatkan perhatian pemerintah. Mungkin karena masih kalah prioritasnya dibandingkan dengan hilirisasi - hilirisasi mineral lainnya. Fokus pemerintah pada saat ini masih tertuju kepada hilirisasi mineral nikel dan batubara. Dan fokus berikutnya adalah hilirisasi mineral tembaga dan emas. Lalu kapan giliran hilirisasi aspal Buton yang akan mendapatkan perhatian pemerintah? Kelihatannya hilirisasi aspal Buton bukan merupakan suatu kebutuhan yang mendesak, karena kebutuhan aspal di dalam negeri masih bisa dipenuhi dari aspal minyak impor. Mungkin juga pertimbangan ini didasarkan bahwa harga aspal minyak impor masih jauh lebih murah daripada harga aspal Buton full ekstraksi. Tetapi kalau atas dasar harga ini yang selalu dijadikan satu-satunya alasan pemerintah, maka hilirisasi aspal Buton sampai kapan pun tidak akan pernah terwujudkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harga aspal Buton full ekstraksi akan dapat bersaing secara sehat dengan harga aspal minyak impor hanya apabila kita membandingkannya secara “apple to apple” sesuai dengan apa yang tersirat di dalam Undang-undang Minerba No. 4 Tahun 2009. Seharusnya dalam Undang-undang Minerba tersebut kata “NILAI TAMBAH” dituliskan dalam huruf besar dan tebal, karena inti sari makna dari nilai tambah tersebut adalah nilai tambah yang dapat memberikan manfaat lebih besar kepada KEMAKMURAN RAKYAT. Jadi kata “KEMAKMURAN RAKYAT” harus juga dituliskan dalam huruf besar dan tebal. Roh dari hilirisasi mineral itu sejatinya terdapat pada kata-kata “NILAI TAMBAH” dan “KEMAKMURAN RAKYAT” ini. Oleh karena itu kata-kata “NILAI TAMBAH” dan “KEMAKMURAN RAKYAT” ini sebenarnya yang harus menjadi fokus utama dari visi besar pemerintah untuk mengembangkan hilirisasi mineral, termasuk hilirisasi aspal Buton. Bukan fokus kepada harga pasar semata. Karena kalau harga aspal minyak impor yang akan dijadikan satu-satunya kebijakan pemerintah, maka harga aspal Buton full ekstraksi selamanya akan kalah bersaing dari harga aspal minyak impor. Mengapa? Selama ini Indonesia mengimpor aspal minyak sejumlah 1 juta ton per tahun, atau senilai US$ 500 juta per tahun. Dari data-data ini bisa kita asumsikan bahwa keuntungan yang sudah diperoleh para importir adalah sangat besar sekali. Hal ini sudah berlangsung selama puluhan tahun. Jadi apabila harga pasar yang akan diberlakukan sebagai dasar persaingan antara harga aspal minyak impor dengan harga aspal Buton full ekstraksi, maka aspal minyak impor akan selalu menjadi juaranya. Para importir aspal minyak sudah meraup keuntungan yang sangat besar selama bertahun-tahun, sehingga mereka sudah memiliki tabungan dana yang cukup banyak untuk mampu melakukan “dumping” harga aspal minyak impor dengan maksud agar aspal Buton full ekstraksi tidak laku. Ini adalah persaingan bisnis. Belum lagi kalau harga minyak bumi sedang rendah sekali, yang akan berdampak langsung terhadap harga aspal minyak yang lebih murah. Dan kalau saja hal in terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka aspal Buton full ekstraksi akan langsung gulung tikar, dan hilirisasi aspal Buton akan mati sekarat secara berlahan-lahan, tetapi pasti. Dan sebaliknya, apabila pada suatu saat nanti harga minyak bumi akan naik secara signifikan, maka harga aspal Buton full ekstraksi juga tidak boleh ikut naik. Oleh karena itu, diharapkan di dalam revisi Undang-undang Minerba yang berikutnya, kemungkinan-kemungkinan ini harus sudah dapat diantisipasi dari awal dengan bijak agar semua pihak yang terkait tidak akan ada yang dirugikan. Bahkan malah rakyat yang seharusnya menjadi pihak yang paling diuntungkan.        

Agar hilirisasi aspal Buton segera mendapatkan perhatian pemerintah setelah hilirisasi mineral nikel dan batubara, maka semua pihak yang terkait dengan hilirisasi aspal Buton harus duduk bersama satu meja untuk membahas pasal-pasal khusus apa yang harus ditambahkan di dalam revisi Undang-undang Minerba berikutnya. Kata-kata “NILAI TAMBAH” dan “KEMAKMURAN RAKYAT” ini harus dijabarkan secara rinci untuk mengakomodasi semua kepentingan, baik itu kepentingan-kepentingan pemerintah dan rakyat Indonesia, maupun kepentingan-kepentingan pihak para investor dan pengusaha. Banyak sekali nilai-nilai tambah dari hilirisasi aspal Buton ini yang akan dapat tercipta untuk memakmurkan rakyat Indonesia, yang tidak akan mungkin bisa diberikan oleh aspal minyak impor. Dan apabila semua nilai-nilai tambah hilirisasi aspal Buton itu kita jumlahkan, baik yang dalam bentuk “tangible” (keuntungan atau dampak yang terjadi yang dapat diukur secara ekonomis/uang), maupun “intangible” (keuntungan yang tidak tampak atau tidak berwujud), maka dapat kita catat bahwa nilai tambah dari aspal minyak impor untuk kemakmuran rakyat  sebenarnya tidak ada sama sekali alias nihil. Adapun nilai tambah yang paling besar dan paling utama dari hilirisasi aspal Buton ini sebenarnya adalah menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berdaulat dalam hal aspal. Dengan adanya nilai-nilai tambah semua ini diharapkan aspal Buton akan menjadi “Ikon” untuk menginspirasi produk-produk lokal lainnya untuk juga mampu menggantikan produk-produk impor.

Indonesia sudah merdeka selama 75 tahun, dan sudah 7 kali ganti Presiden. Kata “mandiri”” dan “berdaulat” merupakan dua buah kata-kata yang selalu sangat dirindukan oleh rakyat Indonesia selama bertahun-tahun. Implementasi hilirisasi aspal Buton ini merupakan salah satu bentuk kemandirian dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bidang aspal. Dengan demikian hilirisasi aspal Buton merupakan sebuah keniscayaan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Jadi sekarang apa lagi yang harus pemerintah tunggu untuk segera mengimplementasikan hilirisasi aspal Buton? Tidak ada.... !!

Ikuti tulisan menarik Indrato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB