x

Iklan

Dara Safira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Januari 2020

Selasa, 16 Juni 2020 13:35 WIB

PPDB 2020, Skema Bersekolah yang Adil


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Supaya adil. Itu saja Terkait dimulainya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021. Yang salah unsur penerimaannya adalah melihat umur calon murid. Tapi itu unsur setelah faktor jarak terdekat domisili calon murid dan sekolah pilihannya (zonasi).

Dan juga setelah jalur prestasi. Lalu di mana (ke)adil(annya)?

Ya bakal menciptakan pemerataan hak bersekolah seluruh murid. Dan murid yang masuk di salah satu sekolah 'tidak yang setingkat' semua.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lho kok 'tidak yang setingkat' semua?

Begini, ada sekolah A kemudian jadi pilihan murid-murid hebat yang rumahnya dekat dan semuanya diterima, maka sangat nestapa nasib rekannya yang kebetulan jarak dari rumahnya dekat dan usianya sudah layak sekolah, namun tidak dapat menempuh pendidikan di situ.

Si calon murid yang usianya sudah kategori 'tua' itu terpaksa sekolah di lokasi yang jauh dari rumahnya.

Ditambah lagi: kemampuan intelektual si murid berusia 'tua' tersebut pas-pasan.

Makin terpental saja si murid itu.

Gara-gara sekolah dekat rumahnya telah terisi penuh semua oleh murid-murid hebat. Yang kebetulan rumahnya juga dekat dengan sekolah pilihannya.

Sangat tidak adil begitu. Seolah pendidikan pilih kasih.

Padahal, semua masyrakat berhak memperoleh dan merasakan akses pendidikan yang adil. Konstitusi dan UU bangsa kita menjaminnya.

Makanya, Mendikbud Nadiem Makarim menetapkan peraturan baru di eranya soal mekanisme PPDB.

Supaya tercipta keadilan. Merata semua anak Indonesia dapat merasakan suasana sekolah yang nyaman. Karena salah satunya dekat dari rumahnya. Meski 'tidak hebat' dan 'berumur tua'.

Tidak ada lagi istilah sekolah favorit. Tak ada lagi anggapan sekolah unggulan. Semua sekolah sama. Semua akses pendidikan merata

Bayangkan saja jika kebetulan anak kita yang berkategori 'tidak hebat' dan 'usia tua' itu sudah waktunya sekolah, ada lembaga pendidikan dekat dengan rumah, tapi tak diterima.

Tersingkir oleh calon murid 'istimewa'. Kemudian anak kita harus berangkat belajar ke sekolah yang jaraknya 'menguras keringat'.

Sedih. Haru. Pasti begitu perasaan kita --misalnya-- sebagai orang tua.

Makanya: tidak usah protes-protes. Jangan marah-marah dengan syarat 'usia'.*

Ikuti tulisan menarik Dara Safira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler