x

Iklan

Irfansyah Masrin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Januari 2020

Kamis, 25 Juni 2020 10:03 WIB

Bank dan Rentenir, Solusi atau Justru Menambah Masalah Petani Jagung?

Memaparkan tentang hutang bank dan rentenir bagi para petani jagung di NTB apakah sebagai solusi atau justru semakin menambah beban masalah bagi para petani.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kemajuan zaman beriringan dengan semakin majunya tekhnologi, tak heran segala aspek kehidupan manusia pun sudah semakin canggih, semua terfasilitasi dan akses sudah semakin mudah, baik dalam ranah sosial maupun dalam lingkup ekonomi.

Tapi apakah kemajuan tekhnologi selaras dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat? Belum tentu. Kita melihat fakta yang terjadi semakin tingginya kesenjangan sosial dan menurunnya kesejahteraan masyarakat.

Apa tolak ukurnya?
Apakah memiliki rumah, kendaraan dan aset berharga lainnya? Tidak, tolak ukurnya adalah menurunnya tingkat kebahagiaan masyarakat. Realnya adalah semakin banyak masyarakat yang mengeluh, dan menderita dengan kondisi hidup yang semakin sulit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ditinjau dari analisis psikologis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Angela (2019) dengan judul "Analisis Indeks Kebahagiaan di Indonesia" menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap indeks kebahagiaan 33 provinsi di Indonesia dengan probabilitas 6,73 persen.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi 1 persen akan mangakibatkan indeks kebahagiaan naik sebesar 0,16 persen. Kondisi ini menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai pembangunan ekonomi secara merata di setiap provinsi dan aspek masyarakat, menjadi tidak mampu meningkatkan indeks kebahagiaan secara signifikan.

Penelitian lain juga menguatkan analisis di atas seperti penelitian yang dilakukan oleh Theresia Puji Rahayu (2016) dengan judul "Determinan Kebahagiaan di Indonesia" memberikan temuan empiris bahwa determinan kebahagian di Indonesia adalah berdasarkan aspek pendapatan, pendidikan, kesehatan dan modal sosial.

Ini juga memberikan indikasi bahwa di Indonesia tidak terdapat Easterlin paradox. Pendidikan yang semakin tinggi akan menunjukkan kebahagiaan yang semakin tinggi pula. Tingkat pendidikan yang paling besar pengaruhnya pada kebahagiaan adalah ketika seseorang memiliki pendidikan tinggi. Semakin merasa sehat seseorang semakin besar juga kebahagiaannya.

Beberapa analisis penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin baik kondisi ekonomi suatu masyarakat, maka akan semakin memberikan dampak kebahagiaan hidup pada masyarakat.

Namun, jika kita melihat keadaan dan realita yang terjadi sekarang, kemajuan tekhnologi tidak berpengaruh besar pada meningkatnya kebahagiaan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Kemajuan tekhnologi hanya memberi kontribusi kebahagiaan pada orang-orang yang ekonomi menengah ke atas, hanya orang-orang kaya, pengusaha-pengusaha besar dan juga para pejabat bergaji besar.

Ekonomi semakin sulit, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dengan standar harga kebutuhan pokok yang juga semakin mahal, rakyat terpaksa melakukan berbagai cara untuk memenuhi segala kebutuhannya, secara pasti tingkat kebahagiaan masyarakat juga menurun.

EKONOMI PETANI JAGUNG DI NTB.

Masyarakat NTB mayoritas bekerja sebagai petani, khususnya petani jagung di wilayah kabupaten Bima Dan dompu, sebagian kecil di kabupaten Sumbawa.

Hasil jagung yang melimpah dengan harga jual yang menjanjikan membuat para petani di Bima dan Dompu yang sebelumnya hanya bertani padi dan kedelai kini hampir semua beralih menjadi petani jagung.

Tak jarang banyak sekali petani yang merogoh modal besar-besaran hanya untuk memperoleh hasil jagung dengan nilai jual yang menjanjikan. Alhasil ekonomi sebagian besar para petani jagung cenderung meningkat dan kesejahteraan petani juga cukup baik.

Sebagian masyarakat Bima-Dompu yang tak memiliki cukup modal pun terpaksa mencari jalan alternatif untuk memperoleh modal besar, ada yang menjual aset berharga, meminjam uang di BANK dengan jaminan surat-surat berharga, sebagian meminjam kepada orang-orang yang memiliki kekayaan lebih dengan pinjaman berjangka dan berbunga sesuai kesepakatan di awal (Rentenir)

Perihal semakin menjanjikannya hasil jagung, semakin banyak pula orang-orang menjadi petani jagung, bahkan mereka-mereka yang tidak terbiasa bertani pun mendadak menjadi petani jagung. Hal tersebut membuat semakin gencarnya bisnis banking dan Rentenir yang ditawarkan oleh BANK dan orang-orang berduit. Bagi petani ini adalah jalan alternatif terbaik selain dari memiliki modal atau tabungan sendiri.

Namun, yang menjadi pertanyaan bersama apakah bank dan rentenir ini sebagai solusi petani untuk memperoleh modal dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup atau justru malah menambah rentetan beban hidup? Ini akan saya coba uraikan secara detail dan sederhana.

Jika kita melihat sejak awal mulai berkembang banyaknya petani jagung hingga sekarang, ada peningkatan kesejahteraan ekonomi para petani jagung, hal ini didasari oleh semakin tercukupinya kebutuhan hidup para petani, bahkan para petani dapat memperoleh beberapa barang yang sulit diperolehnya sebelum bertani jagung (kebutuhan tersier).

Selain itu adanya antusias yang tinggi pada anak-anak petani yang melanjutkan studi di jenjang perkuliahan, jika dibandingkan sebelumnya anak-anak petani lebih banyak bekerja di perantauan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini hanya analisis subjektif saya berdasarkan pengamatan yang saya lakukan.

Tapi yang menjadi masalah adalah para petani lebih banyak dirisaukan dengan hutang piutang yang tidak kalah menambah rumitnya masalah hidup. Setiap tahun petani jagung memperoleh hasil jagung yang melimpah, tapi disisi lain ada banyak hutang dari peminjaman modal bertani yang harus dibayarkan.

Belum lagi petani harus menghadapi hama dan virus jagung yang membuat hasilnya menurun, kemudian adanya pembiasan masalah yang diluar perkiraan seperti corona yang membuat harga jagung yang juga turun drastis. Lalu apa yang akan terjadi? Hasil jagung hanya cukup untuk membayar hutang bahkan mungkin hanya sebagian saja. Untuk memenuhi kebutuhan pokok para petani harus berhutang lagi, masalah lagi.

Setiap jangka waktu yang telah ditentukan pun para petani mesti membayar cicilan dan bunga hutang di BANK yang kian membengkak, peminjaman modal di rentenir yang akan dikembalikan berkali lipat dan juga cicilan pegadaian yang juga jatuh tempo. Bagi saya masalah hutang lebih membuat pusing daripada hidup sederhana dengan sekedar hanya makan satu kali dalam sehari.

Setelah panen para petani mengadakan doa syukuran dan di saat bersamaan berdoa untuk dapat lepas dari hutang. Tentu ini menambah rumitnya masalah hidup. Siapa sebenarnya yang diuntungkan? Ya para bankir dan rentenir, mereka bisa menerima pendapatan besar tiap bulan tanpa harus ikut menjadi petani jagung. Penindasan secara halus ala kapitalis. Kacau balau.

Secara pribadi saya hanya membayangkan satu hal. Dulu para orangtua, kakek nenek kita bercerita tentang kehidupannya. Mereka berkisah tentang kehidupan yang miskin, makan apa adanya dari hasil tanam sendiri dan juga belum ada akses dan fasilitas penunjang hidup seperti sekarang.

Namun mereka merasa hidupnya jauh lebih tenang dan bahagia. Tidak diributkan dengan persoalan hutang piutang atau tidak ketergantungan pada gaya hidup hedonis seperti sekarang yang semua harus serba dipenuhi, sehingga tuntutan hidup juga meningkat, tingkat kebahagiaan hidup juga menurun.

Studi kasus menunjukkan bahwa angka perceraian di bima dan dompu jauh lebih tinggi pada beberapa tahun terakhir. Aspek penyebabnya lebih banyak dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi. Studi kasus lain menunjukkan konflik sosial jauh lebih meningkat dibanding kondisi sosial di tahun-tahun 2000 an. Tentu ini tidak sesuai dengan tingkat kebahagiaan bagi masyarakat yang ekonominya semakin meningkat.

Artinya semakin meningkatnya taraf ekonomi para petani jagung belum tentu akan selaras dengan meningkatnya kebahagiaan hidup para petani, tersebab masalah-masalah lain yang dialami para petani seperti yang dipaparkan di atas.

Maka dengan ini saya sebagai penulis menyimpulkan berdasarkan pertanyaan hipotesis apakah BANK dan Rentenir sebagai solusi hidup atau malah menambah masalah hidup bagi para petani jagung? Maka jelas hal ini justru menambah masalah hidup para petani.

Belum lagi jika dilihat dari sudut pandang sosio-religius mayoritas masyarakat bima dompu khususnya para petani jagung ini adalah beragama Islam, tentu dalam syari'at Islam diyakini bahwa berhubungan dengan BANK dan Rentenir adalah Riba yang dosanya amat besar. Ini juga akan menambah pertimbangan religius bagi para petani untuk berhubungan dengan riba atau tidak, juga menambah ketidaktenangan hidup bagi para petani.

Sekian..

Madaprama, 25 Juni 2020

Irfansyah Masrin

 

Ikuti tulisan menarik Irfansyah Masrin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

1 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB