x

Lumpur lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur.

Iklan

honing

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Maret 2020

Minggu, 28 Juni 2020 11:16 WIB

Berpikir sistemik adalah kunci

Tidak ada daerah yang miskin. Yang ada adalah daerah yang salah urus. Kenapa salah urus? Sebab para pemangku kebijakan melihat masalah secara bagian-perbagian. Mereka (para pemangku kebijakan), akhirnya terjebak pada masalah yang sama, ketika mencoba menyelesaikan beragam masalah, mulai dari kemiskinan, kesehatan, pendidikan sampai dengan masalah krisis ekologi. Salah satu alasan, mengapa ini terjadi adalah, karena para pemangku kebijakan tidak melihat masalah secara jernih. Mereka hanya melihat masalah sebagai masalah itu sendiri, seolah tanpa keterkaitan dengan hal-hal lainnya. Banyak contoh soal itu. Salah satu contoh adalah cara pemerintah daerah menyelesaikan masalah gizi buruk di kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Kita tahu, masalah gizi buruk adalah masalah multifaktor. Oleh karena itu, untuk menyelesaikannya harus dilihat secara keseluruhan. Harus dilihat hubungannya dengan masalah-masalah lain seperti pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, pengadaan air minum bersih dan lain-lain. Sayangnya, sering kali para kepala daerah tidak mau melihat akar masalah tersebut. Dan lebih sibuk mengurus gelaja-gejala yang muncul dipermukaaan. Masalah yang multifaktor seperti permasalahan gizi itu pun, harus diselesaikan dengan melibatkan banyak pihak. Bukan hanya melimpahkan masalah kepada para tenaga kesehatan semata. Pada titik itulah, menurut saya, kita memerlukan sudut pandang baru, yakni pola berpikir sistemik. Berpikir sistemik Berpikir sistemik (systems thinking) adalah sebuah upaya untuk memahami masalah ataupun keadaan dengan berpijak pada teori sistem. Di dalam pola berpikir sistemik, kita mendekati semua hal tersebut dari kaca mata keseluruhan, yakni dari kaca mata sistem. Dalam arti ini, sistem dapat dipahami sebagai kesalingterkaitan segala sesuatu yang membentuk keseluruhan. Sebuah negara dapat dilihat sebagai sebuah sistem besar yang memiliki sistem-sistem kecil sebagai bagiannya. Ada dua hal dasar yang menjadi bagian dari setiap sistem, yakni tanggapan (feedback) dan penundaan (delay). Kaitan antara tanggapan dan penundaan itu menciptakan beragam perubahan di sekitar kita, mulai dari sistem politik, ekonomi sampai dengan sistem tubuh kita yang mempengaruhi kesehatan tubuh maupun batin kita. Peter Senge, salah satu ahli pengembangan organisasi dari sudut pandang teori sistem, memahami pola berpikir sistemik sebagai upaya untuk melihat secara keseluruhan. Artinya, kita diajak untuk melihat kaitan dan hubungan dari berbagai hal (interconnectedness). Kita diajak pula untuk melihat pola yang berulang dari berbagai perubahan yang terjadi, dan tidak hanya terpaku pada potongan-potongan peristiwa belaka. Pola berpikir sistemik ini menawarkan sudut pandang baru bagi kita untuk memahami keterkaitan-keterkaitan yang seringkali tak tampak langsung pada pandangan pertama. Kesalingterkaitan inilah yang sesungguhnya merupakan ciri dasar dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Tidak ada satu hal pun yang bisa ada tanpa kaitan dengan hal-hal lainnya. Masalah dalam kesalingterkaitan Kita kerap kali melihat para kepala daerah telah berusaha mengatasi berbagai masalah yang ada didaerah. Meski begitu, masalah-masalah tersebut terus muncul, padahal beragam cara telah dilakukan untuk menyelesaikannya. Ini terjadi, karena para kepala daerah belum menggunakan pola berpikir sistemik. Artinya, mereka belum sadar, bahwa sebuah masalah selalu terkait dengan banyak hal lainnya. Tidak ada masalah yang berdiri sendiri. Misalnya persoalan kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Banyak masyarakat di Nusa Tenggara Timur memilih menjadi TKI, karena ditekan oleh keadaan, misalnya kemiskinan. Oleh karena itu, jalan keluar yang ditawarkan tidak bisa hanya sebatas melakukan pengetatan dengan memperbanyak aparat keamanan diberbagai pintu keluar Nusa Tenggara Timur. Hal itu tentu tidak salah. Hanya saja, belumlah cukup. Untuk itu, kita perlu melihat hubungannya dengan berbagai faktor. Misalnya, orang menjadi TKI terkait erat dengan kemiskinan. Kemiskinan terkait erat dengan salah kebijakan pemerintah guna memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya. Kesalahan kebijakan terkait dengan mutu para pembuat kebijakan yang rendah. Kemampuan berpikir mendalam dan kritis mereka amatlah kurang. Hal ini terkait juga dengan masalah pendidikan yang juga salah paradigma, dan lemah secara sistem. Artinya, orang memilih bekerja sebagai TKI terkait erat dengan semua unsur-unsur tersebut. Membangun daerah Pembangunan harus dipahami sebagai upaya pemerintah daerah untuk menjadi bagian dari solusi atas masalah rakyat. Secara umum, masalah yang dialami oleh masyarakat dapat dikategorikan dalam empat hal: bagaimana hidup lebih sehat sehingga harapan hidup lebih panjang, bagaimana rakyat lebih cerdas sehingga lebih mampu mengembangkan potensi dan keterampilan hidupnya untuk dapat meraih hidup yang lebih baik, bagaimana rakyat lebih produktif menciptakan pendapatan dan daya beli, serta bagaimana rakyat dapat hidup lebih bahagia. Untuk itu, pembangunan infrastruktur, pengelolaan lingkungan hidup, pembuatan regulasi, pengelolaan anggaran, dan tata kelola, misalnya, harus ditempatkan dalam kerangka penyelesaian empat masalah tersebut. Selanjutnya, dengan pola pikir sistemik ini, kita akan sadar bahwa pembagian urusan dalam pengelolaan pembangunan tidak bisa ditangani oleh satu unit organisasi atau yang disebut organisasi perangkat daerah. Problem ego sektoral dapat diselesaikan dengan penempatan isu strategis sebagai isu bersama. Sebagai contoh, isu produksi pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab dinas pertanian. Tapi, justru dinas itulah yang meminta dinas yang mengurus pembangunan infrastuktur air, jalan, dan perdagangan untuk memenuhi semua hal yang diperlukan guna menjamin target produksi pangan. Dengan pola pikir sistemik, kita juga akan sadar bahwa untuk menjamin mekanisme problem driven base dan ketersambungan antara kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan; pemerintah harus memberi akses seluas-luasnya kepada rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan keluhannya. Pemerintah harus menjamin bahwa rakyat dapat mengakses semua proses politik dan teknokratik serta pelaksanaan pembangunan sejak perencanaan, penganggaran, pengadaan, hingga pelaporan. Terakhir, dengan menggunakan pola berpikir sistemik, kita menjadi sadar, bahwa ada hal-hal yang dapat terjadi di luar dari maksud dan tujuan tindakan kita. Inilah yang disebut akibat-akibat yang tidak dimaksudkan dari sebuah tindakan. Kita bisa menghindari ini dengan terus sadar akan pengaruh dari tanggapan maupun penundaan dari tindakan kita. Pola berpikir sistemik ini juga mengajarkan kita untuk melihat sesuatu dalam kaitan dengan hal-hal lainnya. Kita tidak lagi mengira, bahwa suatu peristiwa terjadi terpisah dari beragam hal lainnya. Kita harus bisa merancang jalan keluar dalam kesadaran akan keterkaitan dengan banyak hal tersebut. Hanya dengan cara berpikir sistemik ini, ada kemungkinan, masalah yang ada selama ini bisa berkurang, atau menghilang sama sekali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Honing Alvianto Bana

Tidak ada daerah yang miskin, yang ada adalah daerah yang salah urus. Kenapa salah urus? Sebab para pemangku kebijakan melihat masalah secara bagian-perbagian. Mereka (para pemangku kebijakan), akhirnya terjebak pada masalah yang sama, ketika mencoba menyelesaikan beragam masalah, mulai dari kemiskinan, kesehatan, pendidikan sampai dengan masalah krisis ekologi.

Salah satu alasan, mengapa ini terjadi adalah, karena para pemangku kebijakan tidak melihat masalah secara jernih. Mereka hanya melihat masalah sebagai masalah itu sendiri, seolah tanpa keterkaitan dengan hal-hal lainnya.

Banyak contoh soal itu. Salah satu contoh adalah cara pemerintah daerah menyelesaikan masalah gizi buruk di kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Kita tahu, masalah gizi buruk adalah masalah multifaktor. Oleh karena itu, untuk menyelesaikannya harus dilihat secara keseluruhan. Harus dilihat hubungannya dengan masalah-masalah lain seperti pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, pengadaan air minum bersih dan lain-lain.

Sayangnya, sering kali para kepala daerah tidak mau melihat akar masalah tersebut. Dan lebih sibuk mengurus gejala-gejala yang muncul di permukaaan.

Masalah yang multifaktor seperti permasalahan gizi itu pun, harus diselesaikan dengan melibatkan banyak pihak. Bukan hanya melimpahkan masalah kepada para tenaga kesehatan semata. Pada titik itulah, menurut saya, kita memerlukan sudut pandang baru, yakni pola berpikir sistemik.

Berpikir sistemik

Berpikir sistemik (systems thinking) adalah sebuah upaya untuk memahami masalah ataupun keadaan dengan berpijak pada teori sistem. Di dalam pola berpikir sistemik, kita mendekati semua hal tersebut dari kaca mata keseluruhan, yakni dari kaca mata sistem.

Dalam arti ini, sistem dapat dipahami sebagai kesalingterkaitan segala sesuatu yang membentuk keseluruhan. Sebuah negara dapat dilihat sebagai sebuah sistem besar yang memiliki sistem-sistem kecil sebagai bagiannya.

Ada dua hal dasar yang menjadi bagian dari setiap sistem, yakni tanggapan (feedback) dan penundaan (delay). Kaitan antara tanggapan dan penundaan itu menciptakan beragam perubahan di sekitar kita, mulai dari sistem politik, ekonomi sampai dengan sistem tubuh kita yang mempengaruhi kesehatan tubuh maupun batin kita.

Peter Senge, salah satu ahli pengembangan organisasi dari sudut pandang teori sistem, memahami pola berpikir sistemik sebagai upaya untuk melihat secara keseluruhan. Artinya, kita diajak untuk melihat kaitan dan hubungan dari berbagai hal (interconnectedness).

Kita diajak pula untuk melihat pola yang berulang dari berbagai perubahan yang terjadi, dan tidak hanya terpaku pada potongan-potongan peristiwa belaka.

Pola berpikir sistemik ini menawarkan sudut pandang baru bagi kita untuk memahami keterkaitan-keterkaitan yang seringkali tak tampak langsung pada pandangan pertama. Kesalingterkaitan inilah yang sesungguhnya merupakan ciri dasar dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Tidak ada satu hal pun yang bisa ada tanpa kaitan dengan hal-hal lainnya.

Masalah dalam kesalingterkaitan

Kita kerap kali melihat para kepala daerah telah berusaha mengatasi berbagai masalah yang ada didaerah. Meski begitu, masalah-masalah tersebut terus muncul, padahal beragam cara telah dilakukan untuk menyelesaikannya. Ini terjadi, karena para kepala daerah belum menggunakan pola berpikir sistemik. Artinya, mereka belum sadar, bahwa sebuah masalah selalu terkait dengan banyak hal lainnya. Tidak ada masalah yang berdiri sendiri. Misalnya persoalan kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berasal dari Nusa Tenggara Timur.

Banyak masyarakat di Nusa Tenggara Timur memilih menjadi TKI, karena ditekan oleh keadaan, misalnya kemiskinan. Oleh karena itu, jalan keluar yang ditawarkan tidak bisa hanya sebatas melakukan pengetatan dengan memperbanyak aparat keamanan di berbagai pintu keluar Nusa Tenggara Timur.

Hal itu tentu tidak salah. Hanya saja, belumlah cukup. Untuk itu, kita perlu melihat hubungannya dengan berbagai faktor. Misalnya, orang menjadi TKI terkait erat dengan kemiskinan. Kemiskinan terkait erat dengan salah kebijakan pemerintah guna memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya. Kesalahan kebijakan terkait dengan mutu para pembuat kebijakan yang rendah. Kemampuan berpikir mendalam dan kritis mereka amatlah kurang.

Hal ini terkait juga dengan masalah pendidikan yang juga salah paradigma, dan lemah secara sistem. Artinya, orang memilih bekerja sebagai TKI terkait erat dengan semua unsur-unsur tersebut.

Membangun daerah

Pembangunan harus dipahami sebagai upaya pemerintah daerah untuk menjadi bagian dari solusi atas masalah rakyat.

Secara umum, masalah yang dialami oleh masyarakat dapat dikategorikan dalam empat hal: bagaimana hidup lebih sehat sehingga harapan hidup lebih panjang, bagaimana rakyat lebih cerdas sehingga lebih mampu mengembangkan potensi dan keterampilan hidupnya untuk dapat meraih hidup yang lebih baik, bagaimana rakyat lebih produktif menciptakan pendapatan dan daya beli, serta bagaimana rakyat dapat hidup lebih bahagia.

Untuk itu, pembangunan infrastruktur, pengelolaan lingkungan hidup, pembuatan regulasi, pengelolaan anggaran, dan tata kelola, misalnya, harus ditempatkan dalam kerangka penyelesaian empat masalah tersebut.

Selanjutnya, dengan pola pikir sistemik ini, kita akan sadar bahwa pembagian urusan dalam pengelolaan pembangunan tidak bisa ditangani oleh satu unit organisasi atau yang disebut organisasi perangkat daerah. Problem ego sektoral dapat diselesaikan dengan penempatan isu strategis sebagai isu bersama. Sebagai contoh, isu produksi pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab dinas pertanian. Tapi, justru dinas itulah yang meminta dinas yang mengurus pembangunan infrastuktur air, jalan, dan perdagangan untuk memenuhi semua hal yang diperlukan guna menjamin target produksi pangan.

Dengan pola pikir sistemik, kita juga akan sadar bahwa untuk menjamin mekanisme problem driven base dan ketersambungan antara kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan; pemerintah harus memberi akses seluas-luasnya kepada rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan keluhannya.

Pemerintah harus menjamin bahwa rakyat dapat mengakses semua proses politik dan teknokratik serta pelaksanaan pembangunan sejak perencanaan, penganggaran, pengadaan, hingga pelaporan.

Terakhir, dengan menggunakan pola berpikir sistemik, kita menjadi sadar, bahwa ada hal-hal yang dapat terjadi di luar dari maksud dan tujuan tindakan kita. Inilah yang disebut akibat-akibat yang tidak dimaksudkan dari sebuah tindakan. Kita bisa menghindari ini dengan terus sadar akan pengaruh dari tanggapan maupun penundaan dari tindakan kita.

Pola berpikir sistemik ini juga mengajarkan kita untuk melihat sesuatu dalam kaitan dengan hal-hal lainnya. Kita tidak lagi mengira, bahwa suatu peristiwa terjadi terpisah dari beragam hal lainnya. Kita harus bisa merancang jalan keluar dalam kesadaran akan keterkaitan dengan banyak hal tersebut.

Hanya dengan cara berpikir sistemik ini, ada kemungkinan, masalah yang ada selama ini bisa berkurang, atau menghilang sama sekali.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik honing lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler