x

LS

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 29 Juni 2020 15:30 WIB

Sudah Ada Survei Elektabilitas, Bisnis atau Obyektif?

Kisruh RUU HIP masih terus memanas, namun ternyata begitu cepat ada hasil survei menyoal elektabilitas partai. Ini bisnis atau obyektif?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Hebat, hari ini Minggu (28/6/2020) sudah muncul Lembaga Survei yang kasih berita menyoal elektabilitas partai. Kok bisa ya, muncul elektabilitas partai disaat ada kisruh di DPR? Ya, bisa lah.

Maaf, atas munculnya hasil survei dari Lembaga Survei itu, saya coba mereka-reka, mungkinkah kejadiannya begini?

Selama pandemi corona, jarang Lembaga Survei yang coba mencari informasi semisal tingkat kepercayaan rakyat atas hadirnya virus corona itu alami atau bikinan alias rekayasa. Atau survei menyoal mengapa penyebab masyarakat abai terhadap protokol kesehatan misalnya. Atau survei lainnya terkait corona.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tetapi kok, hingga saat ini, tak terdengar ada Lembaga Survei yang turut berperan secara ilmiah demi membantu situasi dan kondisi, terutama pada kepercayaan masyarakat dan sikap pemerintah.

Juga tak tedengar andil Lembaga Survei dalam perannya menyoroti dan turut memberikan bahan pertimbangan menyoal tahun ajaran baru yang masih di tengah pandemi corona.

Bila menyoal tahun ajaran baru, Lembaga Survei juga ikut andil, pasti akan menjadi masukan dan catatan khususnya bagi Kemendikbud dan umumnya bagi dunia pendidikan Indonesia.

Padahal, setiap menjelang dan saat Pilkada atau Pilpres, Lembaga Survei menjadi "promotor" dan "penyeret" opini publik.

Apakah Lembaga Survei yang ada dibuat hanya untuk urusan politik dan lebih bekerja hanya saat Pilkada dan Pilpres? Mungkin demikian.

Maka, pantas saja, hari ini saya sudah menemukan lagi laporan berita di media online, ada sebuah Lembaga Survei yang langsung memberitakan ada parpol yang elektabilitasnya tinggi, dan ada parpol yang melejit.

Mengapa Lembaga Survei tersebut langsung membuat berita tentang elektabilitas parpol di saat di negeri ini masih kisruh menyoal rancangan RUU-HIP.

Sehingga, sangat terkesan atau bahkan terbaca, bahwa Lembaga Survei ini bekerja memang ada pihak yang memesan atau "membiayai".

Bagi masyarakat yang memahami politik, taktik, dan intrik, peranan Lembaga Survei yang kini meloporkan hasil survei dan mengulik elektabilitas parpol yang tinggi dan melejit, tentu bukan pekerjaan "gratis". Pun, bisa ditebak, ini Lembaga Survei dari pihak mana?

Bagi masyarakat, mungkin perlu mengingat peristiwa sejarah, bahwa dulu, para penjajah tak mau rakyat dari negara yang dijajah menjadi "pintar". Karenanya, apa pun diupayakan agar rakyat tak berontak kepada penjajah karena tetap "bodoh".

Ternyata, penjajahan itu kini diteruskan oleh rakyat bangsa sendiri, dengan tetap membodohi rakyat. Hasil survei menyoal elektabilitas partai dan partai yang melejit, sejatinya memang cara dan teknik agar tercipta imej di masyarakat bahwa partai ini atau itu memang masih hebat.

Bila saja, semua Lembaga Survei bekerja obyektif, dan untuk amanah rakyat, maka pasti tidak akan berpihak ke partai. Sayangnya, rakyat biasa tidak mampu membayar Lembaga Survei.

Semoga reka-rekaan saya ini salah. Lembaga Survei itu memang bekerja untuk dirinnya sendiri, dibiayai oleh dirinya sendiri dan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.

Bukan karena dibiayai partai dan untuk kepentingan partai. Semoga, ya?

Citra Lembaga Survei

Agar masyarakat semakin tidak gagal paham, terhadap Lembaga Survei yang muncul dan beriringan dengan kepentingan partai, pilkada, dan pilpres, perlu dipahami bahwa Lembaga Survei bukanlah sebuah bisnis, karena memposisikan lembaga survei sebagai bisnis, maka nalarnya untung-rugi.

Dan Lembaga Survei baru beroperasi jika ada partai atau kandidat yang membutuhkan jasanya dan hitung-hitungannya “berapa keuntungan yang bisa saya ambil dari survei.

Kini di tengah politik kita yang serba "begini", Lembaga Survei banyak yang berubah fungsi sebagai tempat utama mencari nafkah.

Harus dipahami bahwa latar belakang utama berdirinya sebuah lembaga survei adalah memberikan pendidikan politik dan bidang lainnya terhadap publik melalui penelitian yang obyektif. Namun, kini hadirnya lembaga-lembaga survei semakin membuat masyarakat tidak percaya terhadap kredibilitas lembaga survei.

Jadi, kepercayaan masyarakat berpendidikan terhadap obyektivitas dan keberpihakan semakin tipis, namun masyarakat yang belum berpendidikan, menjadi sasaran empuk mereka, karena jumlahnya tetap lebih banyak dan menang.

Karenanya hadirnya Lembaga Survei di zaman sekarang, justru menjadi "masalah" sebab kedudukan dan fungsinya secara profesionalitas dan obyektifitas sudah banyak yang melenceng.

Seharusnya Lembaga Survei kembali menata diri dan berbenah, dan kembali berpihak kepada kemaslahatan bersama.

Lembaga survei wajib memposisikan diri menjadi katalisator antara pemerintah dan masyarakat, mempunyai fungsi sebagai elemen penting untuk membantu proses pengambilan kebijakan antara pemerintah dan masyarakat. Dengan proses seperti ini, proses pengambilan keputusan bisa berjalan cepat, efektif, dan efisien. Bukan seperti sekarang, Lembaga Survei hanya bisnis dan menjadi alat kepentingan elite politik dan partai.

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu