x

corona

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 2 Juli 2020 18:44 WIB

Mengembalikan Kepercayaan Rakyat terhadap Data dan Kasus Corona yang Valid

Harus ada upaya masif agar rakyat benar-benar percaya terhadap data dan kasus corona di Indonesia, sebab selama ini rakyat percaya bahwa semua data dan kasus adalah rekayasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Bukannya mereda, pandemi corona malah semakin merajalela di seluruh dunia, dan Indonesia.

Khususnya di Indonesia, setelah masyarakat Banten membombardir protes melalui media massa dan media sosial kepada guberbur dan tiga kepala daerahnya, akibat masa perpanjangan PSBB episode ke-5, karena alasan perpanjangan ada udang di balik batu, ternyata, daerah lain pun turut memperpanjang masa PSBB.

Berbeda dengan alasan Banten, Gubernur DKI, Anies Baswedan mengatakan perpanjangan PSBB Transisi di DKI Jakarta.akan dilakukan selama 14 hari ke depan, terhitung mulai 3 Juli hingga 16 Juli 2020. "Secara umum kita perpanjang (PSBB Transisi) untuk 14 hari ke depan," kata Anies Baswedan, dalam keterangan pers, melalui akun Youtube Pemprov DKI Jakarta, Rabu (1/7/2020), sebabnya tingkat kasusnya masih tinggi.

Sementara, Gubernur Jawa Barat Jabar Ridwan Kamil memperpanjang PSBB Proporsional di Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, serta Kabupaten dan Kota Bekasi (Bodebek) hingga 16 Juli 2020. Keputusan diambil berdasarkan data epidemiologi yang menyatakan bahwa wilayah Bodebek masih termasuk ke dalam Zona Kuning atau Level 3. “Kesimpulannya, PSBB Proporsional  Bodebek diperpanjang 14 hari karena dari catatan epidemiologi kita, Kabupaten Bogor, Kota Bogor,  Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, dan Kota Depok masih Zona Kuning,” ujarnya dalam pernyataan resmi di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (1/7/2020) kepada awak media.

Diperkirakan karena kondisi yang terus berkembang, bisa jadi daerah-daerah lain pun akan menyusul DKI dan Jabar.

Peningkatan kasus corona yang terus signifikan, bahkan bila melihat perkembangan di negara lain pun terus meningkat.

Dikutip dari Wordometer, jumlah pasien positif corona baru di seluruh dunia ternyata belum juga mengalami penurunan. Bahkan akumulasi kasus infeksi dari 213 negara dan teritorial per Kamis pagi, 2 Juli 2020 tercatat 10.789.441 kasus Covid-19. Dari angka itu, jumlah kematian sebanyak 517.974 orang, dan 5.928.941 orang lainnya telah dinyatakan sembuh.

Sebagai gambaran perkembangan kasus,
berikut 10 negara dengan jumlah kasus terbanyak antara lain, Amerika Serikat: 2.776.264 kasus, 130.770 orang meninggal dunia, dan 1.159.577 orang sembuh. Brazil: 1.453.369 kasus, 60.713 orang meninggal dunia, dan 826.870 orang sembuh. Rusia: 654.410 kasus, 9.536 orang meninggal dunia, dan 422.930 orang sembuh. India: 605.220 kasus, 17.848 orang meninggal dunia, dan 359.890 orang sembuh.

Selanjutnya, Inggris: 313.480 kasus, 43.906 orang meninggal dunia. Spanyol: 296.740 kasus, 28.363 orang meninggal dunia. Peru: 288.480 kasus, 9.860 orang meninggal dunia, dan 178.250 orang sembuh. Chile: 282.040 kasus, 5.753 orang meninggal dunia, dan 245.440 orang sembuh. Italia: 240.760 kasus, 34.788 orang meninggal dunia, dan 190.720 orang sembuh dan Iran 230.210 kasus, 10.958 meninggal dunia, 191.490 semuh.

Catatan Bank Dunia dan prasangka +62

Melihat kondisi perkembangan corona Presiden Bank Dunia, David Malpass mengatakan, pandemi virus corona yang terjadi memperburuk situasi ketidaksetaraan di seluruh dunia. Mereka yang berada di negara berkembang yang ekonominya sulit kian terpukul tanpa jaring pengaman sosial. Mereka yang di negara maju bisa melakukan pembelian aset bank sentral sehingga semakin menguntungkan yang kaya.

“Pandemi adalah malapetaka bagi negara berkembang yang akan membawa kerusakan jangka panjang dan output ekonomi global tak akan pulih ke tingkat pra pandemi selama bertahun-tahun,” ujar Malpass, seperti dikutip dari Aljazeera.

Berbeda dengan apa yang dikatakan David, masyarakat +62 bahkan hingga kini masih sangat terombang-ambing oleh kebenaran data-data kasus corona.

Kendati secara fakta kasus corona di dunia terus meningkat baik yang terjangkit, yang sembuh, dan yang meninggal, namun kisah corona di Indonesia terus diliputi prasangka tidak percaya atas data-data corona yang terus disajikan oleh pemerintah.

Yang menjadi pertanyaan, sebelum adanya pemberlakuan PSBB, kasus setiap hari di Indonesia akumulasi yang dilaporkan oleh Gugus Tugas Covid-19 dikisaran 500an, tetapi mengapa setelah berlaku PSBB, mengapa kasus rata-rata di atas seribuan?

Bahkan di Ambon pun, seperti ditayangkan oleh saluran televisi siang ini , Kamis (2/7/2020) ada demostrasi rakyat karena masih adanya pemberlakukan PSBB seperti di Banten.

Malah sejak Presiden Jokowi Marah akibat dana Rp75 triliun baru terserap 1,53 persen, lalu muncul kisah budaya pengendapan dana di pemerintahan pusat yaitu di kementerian dan di pemerintah daerah yang terbaca rakyat sebagai upaya mencari selisih bunga bank, maka rakyat yang sejak awal dibikin tak percaya atas data-data kasus corona yang terus direkayasa, maka ada pemikiran "prasangka" bahwa kasus corona memang sengaja diperpanjang demi "anggaran".

Kata lainnya, adanya kasus corona menguntungkan "beberapa pihak" yang justru memanfaatkan corona untuk keuntungan mengeruk keuntungan mendapatkan dana dan "usaha-usaha" pihak yang terlibat.

Ini semua akibat dari rekayasa kasus yang malah terucap oleh pemimpin kita bahwa kasus sengaja direkayasa agar rakyat tidak panik.

Dan, pada akhirnya beginilah hasilnya, rakyat terus tak percaya dengan laporan perkembangan kasus, rakyat berprasangka bahwa perpanjangan PSBB juga karena ada udang di balik batu.

Harus ada upaya masif, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat atas kasus corona di Indonesia, karena kepercayaan rakyat semakin menurun terhadap laporan Gugus Tugas yang dianggap bagian dari drama yang dibuat oleh pemerintah.



Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler