x

Kebenaran hirarki

Iklan

Agung Iskandar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Juli 2020

Sabtu, 4 Juli 2020 10:43 WIB

Integrasi Ilmu-Ilmu Islam dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam Era Globalisasi

Integrasi Ilmu Islam dalam Era Globalisasi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Ilmu Bermanfaat

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Oleh : Agung Iskandar

Ilmu adalah suatu kelebihan yang dimiliki oleh manusia dalam usaha-usaha mengetahui yang dicari untuk dapat dipahami serta meningkatkan pemahaman dari segala hal kenyataan dari segi alam manusia itu sendiri. Awal mula ilmu juga didasari dengan hubungannya dengan filsafat, yakni seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis serta dijabarkan dalam konsep mendasar, dari sinilah suatu ilmu itu muncul dari keingintahuan manusia akan sesuatu oleh akal pikirannya lalu dicari tau untuk dapat dibuktikan langsung agar dapat benar-benar terbukti tentang hal dari buah pemikirannya itu.

Semakin banyak pola pikir manusia akan kengintahuannya, maka banyak juga cabang bidang ilmu dalam bidang-bidangnya, misalnya: filsafat, kedokteran, astronomi, fisika, dan lainnya. Banyak sekali tokoh-tokoh pemikiran dalam bidang keilmuan dan hasilnya dapat kita semua pakai sekarang hasil keilmuannya dari zaman sebelum perkembangan Islam (Klasik Yunani) dan munculnya masa emas peradaban Islam (Islamic Golden Age). Lalu apa integrasi ilmu-ilmu islam dalam konteks era globalisasi saat ini. 

Pada saat ini manusia tengah mengalami kemajuan yang demikian pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat ilmu pengetahuan tidak henti hentinya  meneliti, melakukan observasi dalam semua hal dan ber inovasi baik dalam bidang ilmu sosial maupun ilmu lainnya, untuk munculnya satu produk yang baru baik pemikiran maupun hasil penelitian dan eksperimen  yang lebih baru dan canggih dari sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan berfikir tak pernah berhenti sepanjang hidup manusia. Inilah satu keniscayaan hidup.  

Pada saat ini hampir tidak ada sisi kehidupan umat manusia yang belum tersentuh teknologi. Yang paling menonjol pada saat ini adalah teknologi informasi yang merambah kepada umat manusia di seluruh dunia. Hal ini berdampak pada arus globalisasi yang tidak terbendung yang mempengaruhi banyak hal, baik dalam bidak politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.

Sains dalam konteks peradaban Islam dipandang sebagai sebuah tradisi ilmiah dan intelektual yang senantiasa berupaya untuk menerapkan metode-metode yang berlainan sesuai dengan watak subyek yang dipelajari dan cara-cara memahami subyek tersebut. Para ilmuan Muslim, dalam menanamkan dan mengembangkan beraneka ragam sains, telah menggunakan setiap jalan pengetahuan yang terbuka bagi manusia dari rasionalis (akal).

Pendidikan Islam di masa mendatang harus memberi prioritas pada materi pembelajaran yang akan membantu untuk menghasilkan ilmuan-ilmuan, teknolog-teknolog, dan insinyur-insinyur, serta kelompok profesional lain, yang peran dan kontribusinya sangat penting bagi kemajuan ekonomi. Tetapi hal juga berarti sebuah lembaga pendidikan Islam tidak sekadar berkepentingan untuk menghasilkan sejenis ilmuan, teknolog, atau insinyur, yang berbicara agama secara kualitatif, tidak berbeda dari mereka yang dihasilkan oleh kebanyakan pendidikan umum. Tetapi, ia harus berkepentingan untuk mendidik ilmuan-ilmuan, insinyur-insinyur, serta teknolog-teknolog “jenis baru” yang terinternalisasi di dalam dirinya kebijakan dan pengetahuan, iman spiritual dan pikiran rasional, kreativitas dan wawasan moral, kekuatan inovatif dan kebaikan etis, serta sensivitas ekologis berkembang sepenuhnya secara harmonis tanpa meruntuhkan kemungkinan bagi mereka untuk mencapai keunggulan dan kegemilangan dalam bidang dan spesialisasi masing-masing.

Hubungan antara pendidikan Islam yang ada, baik dalam ranah hadharat an-nash, hadharat al-ilm, maupun hadharat al-falsafah, perlu dilihat dari perpektif dialog atau bahkan integrasi. Oleh karena itu, pendidikan Islam sebagaimana yang ditegaskan oleh M. Amin Abdullah, harus memiliki kaitan erat dengan dimensi praksis-sosial, karena senantiasa memiliki dampak sosial dan dituntut untuk responsif terhadap realitas sosial sehingga ia tidak terbatas pada lingkup pemikiran teoretis-konseptual seperti yang dipahami selama ini (Abdullah, 2000: 1). Selain itu pendidikan semestinya digunakan untuk mengenalkan peserta didik pada tradisi, budaya, sosial dan kondisi budaya, yang dalam waktu yang sama telah direduksi oleh sains modern, teknologi dan industrialisasi. Sehingga pendidikan sekarang harus diarahkan pada kekuatan positif untuk membangun kultur budaya baru dan mengeliminasi patologi sosial. 

Sementara itu implikasinya dalam aspek pendidikan sosial keagamaan, dengan paradigma integratif, para peserta didik akan diajak untuk berfikir holistik dan tidak parsial dalam menghayati majemuknya keyakinan dan keberagamaan. Misalnya, dengan melakukan kunjungan secara rutin ke tempat ibadah dari agama yang berbeda, dan mendapatkan penjelasan tentang prinsip-prinsip etik yang dimiliki oleh semua agama. Dengan itu juga siswa diberikan pemahaman, bahwa ada satu hal yang menyatukan semua agama dalam suatu ikatan yang disebut dengan “pengalaman ke-Esa-an” yang mana setiap agama punya tafsir berbeda sesuai dengan perspektif kitab suci masing-masing. Selain itu diajarkan bahwa perdamaian di dunia dapat dicapai dengan pengalaman ke-Esa-an oleh setiap individu.

Dalam proses ini pendidikan memainkan peranan yang menentukan dalam proses integrasi ilmu dan agama, suatu proses yang akan mengapresiasi hasil-hasil teoritis pengetahuan dan pengalaman praktis abadi-sifat Ilahi yang digali dari pengalaman pribadi masing-masing. Dari sini dengan sendirinya tumbuh imajinasi kreatif untuk menghayati pola keyakinan yang bersifat majemuk, sehingga tumbuh kesadaran kreatif untuk menghormati orang lain yang mempunyai keyakinan dan agama yang berbeda. 

Integrasi sains dan teknologi berimplikasi pada pendidikan Islam antara lain: pertama, berimplikasi dalam hal kurikulum, mengantarkan peserta didik agar memiliki hasrat dan kemampuan untuk melakukan penelitian (riset) pada bidang-bidang sains untuk kemudian menemukan “titik sambungnya” dengan realitas objektif yang terjadi pada wilayah keagamaan. Kedua, implikasi dalam proses belajar mengajar, guru mengembangkan imajinasi kreatif. Peranan guru-guru dengan kekuatan imajinasi kreatif yang dimilikinya mampu menciptakan metode-metode tertentu agar siswanya bisa menyerap pelajaran secara cepat dan lengkap.

Dan ketiga implikasi dalam aspek pendidikan sosial keagamaan. dengan paradigma integratif, para peserta didik akan diajak untuk berfikir holistik dan tidak parsial dalam menghayati majemuknya keyakinan dan keberagamaan sehingga menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan sebuah keyakinan dalam beragama. 

 

Penulis : Mahasiswa Universitas Islam "45" Bekasi.

Ikuti tulisan menarik Agung Iskandar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler