x

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 6 Juli 2020 10:15 WIB

Potensi Terjadi Pemborosan, Program Kartu Prakerja Harus Dikoreksi Total

Keputusan pemerintah menghentikan paket pelatihan dalam program Kartu Prakerja tak menyelesaikan masalah pemborosan dan penyimpangan yang sudah jadi sorotan selama ini. Karena problem utama program ini berada di hulu, yakni ketika dibelokkan menjadi alat penanggulangan pengangguran akibat dampak pandemi Covid-19. Tak bisa lain pemerintah wajib mengoreksi program ini secara fundamental guna mencegah pemborosan dan penyalahgunaan anggaran lebih jauh.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Keputusan pemerintah menghentikan paket pelatihan dalam program Kartu Prakerja tak menyelesaikan masalah pemborosan dan penyimpangan yang sudah jadi sorotan selama ini. Karena problem utama program ini berada di hulu, yakni ketika dibelokkan menjadi alat penanggulangan pengangguran akibat dampak pandemi Covid-19. Tak bisa lain pemerintah wajib mengoreksi program ini secara fundamental guna mencegah pemborosan dan penyalahgunaan anggaran lebih jauh.

Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja menyetop seluruh transaksi dan penjualan paket pelatihan yang disediakan delapan mitra program Kartu Prakerja itu akhir Juni. Alasannya, tidak ada mekanisme yang menjamin peserta program akan menuntaskan materi pelatihan meski dana sudah dikucurkan. Hal itu dimungkinkan karena peserta menerima paket pelatihan secara gelondongan, sehingga bisa menerima sertifikat dan insentif meski belum menuntaskan pelatihan. Potensi pemborosan terbuka lebar dari lobang ini.

Harus diingat Kartu Prakerja adalah program unggulan Joko Widodo – Ma’ruf Amin yang ditawarkan saat kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Sasaran programnya warga negara berusia minimal 18 tahun yang tengah mencari kerja, pekerja sektor informal, serta pelaku usaha mikro dan kecil. Kepada mereka diberi pelatihan agar kapasitas meningkat menjadi sumber daya manusia yang unggul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Faktanya, program ini lalu dibelokkan pemerintah untuk menangani pengangguran baru yang terdampak wabah pandemi Covid-19. Jelas, ini sudah salah sasaran. Pelatihan keterampilan itu juga sia-sia karena pasar tenaga kerja (dunia usaha) tak bisa menyerap korban PHK dalam situasi begini.

Program yang didukung anggaran sebesar Rp20 triliun ini kian melenceng ketika diwujudkan di lapangan. Untuk menggulirkan kegiatan pemerintah bekerja sama dengan delapan mitra platform digital. Tetapi penunjukan mitra itu dilakukan tanpa prosedur lelang hingga melanggar prinsip persaingan sehat, transparansi, keadilan, serta akuntabilitas pengadaan barang dan jasa pemerintah. Padahal dana yang dialokasikan untuk kepentingan ini tidak kecil, yakni Rp5,6 Triliun.

Belakangan terungkap lima dari delapan mitra itu terlibat konflik kepentingan. Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sedikitnya 250 dari 1.895 paket pelatihan terterafiliasi dengan kelima mitra tersebut. Padahal aturannya, mitra platform hanya menyeleksi dan menawarkan pelatihan yang disediakan lembaga lain. 

Pemerintah memang tampak memaksakan program ini dijalankan berbasis teknologi digital. Sepertinya pemerintah begitu kesengsem juga latah menerapkan hal itu, padahal tanpa basis administrasi akurat serta dalam kondisi sosial demografi beragam. Manajemen pelaksana faktanya tak bisa memverifikasi calon peserta dengan data nomor induk kependudukan dan harus membeli teknologi pengenal wajah. Potensi pemborosan lagi-lagi terbuka lebar.

Karena itu pemerintah harus mengoreksi total kebijakan Kartu Prakerja ini dari hulu sampe hilir. Memperbaiki di hilirnya saja seperti saat ini, hanya terkesan kosmetik untuk merespon gelombang kritik yang muncul

Pemerintah tak perlu segan melakukan penunjukan ulang mitra platform melalui prosedur yang benar. Prinsip clean governance mutlak dijadikan pegangan. Sedangkan untuk pelaksanaan yang sudah telanjur tak sesuai standar, pemerintah harus membatalkan pembayaran kepada mitra platform dan menehan insentif untuk peserta.

Aparat penegak hukum, polisi atau KPK, mestinya juga tak tinggal diam. Bau amis dari penyimpangan anggaran dan pelaksanaan di lapangan program ini terlalu menyengat untuk dibiarkan lewat tersapu angin. Semoga, indera penciuman mereka tak sedang terganggu.

 

 

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler