x

cover buku Soekarno Di Bawah Bendera Jepang (1942-1945)

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 7 Juli 2020 13:07 WIB

Mengapa Soekarno Memilih Untuk Berkolaborasi dengan Jepang?

Sepak terjang Soerkarno di masa Jepang. Apakah dia seorang kolaborator murni, atau Soekarno menggunakan strategi kolaborasi untuk mengupayakan kemerdekaan Indonesia/

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Soekarno Di Bawah Bendera Jepang (1942-1945)

Penulis: Peter Kasenda

Tahun Terbit: 2015

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Penerbit Buku Kompas                                                                         

Tebal: xiv + 194

ISBN: 978-979-709-944-2

 

Apakah Soekarno seorang pengkhianat di jaman Jepang? Atau Soekarno adalah pejuang kemerdekaan? Buku ini mendiskusikan posisi Soekarno di jaman Jepang. Peter Kasenda memaparkan fakta-fakta tentang kedekatan Soekarno dengan Jepang sehingga beberapa pihak menuduh Soekarno sebagai kolaborator Jepang. Peter Kasenda juga menunjukkan fakta bahwa Soekarno melakukan semua itu demi sebuah strategi kemerdekaan Indonesia yang tidak menumpahkan banyak darah.

Soekarno dan kebanyakan pemuda yang terlibat dalam pergerakan kemerdekaan, sangat yakin bahwa Kemerdekaan Indonesia berhubungan dengan Perang Pasifik. Sejak tahun 1920, mereka sudah berkeyakinan bahwa Perang Pasifik akan terjadi. Itulah sebabnya Soekarno dan kawan-kawan mempropagandakan Perang Pasifik dan hubungannya dengan kemerdekaan Indonesia. Propagandanya bahwa Perang Pasifik akan memaksa Pemerintah Hindia Belanda menyerahkan kemerdekaan kepada Indonesia ini membuatnya ditangkap pada tahun 1930.

Betul saja saat tahun 1941 (Desember) Perang Pasifik akhirnya terjadi, banyak pemuda yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia menyambut Perang Pasifik ini dengan penuh semangat. Bahkan rakyat Indonesia menyabut Jepang sebagai pembebas. Namun rakyat segera kecewa karena Jepang ternyata lebih fokus kepada pembiayaan perang daripada membantu Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Rakyat Indonesia sangat kecewa karena Jepang sangat kejam dan memperlakukan rakyat dengan cara semena-mena.

Ketika Perang Pasifik mulai, Soekarno dan Hatta masih dalam tahanan Pemerintah Hindia Belanda. Hatta di Sukabumi dan Soekarno di Bengkulu. Soekarno sebenarnya sudah akan diungsikan dari Bengkulu ke Jakarta oleh Belanda. Namun saat ia sampai di Padang, ia ditemui oleh wakil Jepang yang ada di sana. Ia bertemu dengan Kolonel Fujiwara. Selanjutnya perjalanan Soerkarno ke Jakarta dari Padang menjadi urusan Jepang.

Soekarno dan Hatta bertemu di Jakarta. Ada juga Syahrir. Bersatunya Soekarno dan Hatta setelah berseteru agak lama karena masalah PNI dan PNI Baru, menjadi angin segar bagi Gerakan Nasionalis Indonesia. Apalagi Syahrir juga bergabung. Soekarno dan Hatta memilih strategi kolaborasi, sementara Syahrir menyiapkan gerakan bawah tanah.

Secara menarik Peter Kasenda menuliskan bahwa kerangka berpikir Soekarno dan Hatta saat memutuskan berkolaborasi dengan Jepang adalah berbeda. Soekarno berpijak pada moral yang tidak seketat Hatta, sehingga ia berkesempatan untuk mendapatkan kedudukan tinggi dan bisa bertemu langsung dengan rakyatnya. Soekarno bisa berkeliling Jawa bertemu dengan rakyat. Sedangkan Hatta yang lama di Eropa dan melihat fasisme yang jahat, mengkritik Jepang di Surat Kabar Pemandangan. Namun keduanya bersatu padu mempersiapkan kemerdekaan Indonesia di era Jepang.

Hatta menjadi penasihat Pemerintah Jepang di Jawa. Dengan menjadi penasihat Pemerintah Jepang di Hindia Timur, Hatta tidak perlu berhadapan dengan keputusan sulit antara memihak Jepang atau memihak rakyatnya. Hatta tetap bisa bersikap kritis kepada Pemerintah Jepang. Sementara Soekarno bersama dengan Hatta, Ki Hadjar Dewantoro dan Kyai Haji Mas Mansoer memimpin Poesat Tenaga Rakjat (Poetera). Di bawah naungan Poetera dibentuklah Pembela Tanah Air atau PETA. PETA adalah organisasi yang melatih pemuda secara militer. PETA inilah yang di kemudian hari, saat Indonesia sudah merdeka menjadi cikal bakan Tentara Republik Indonesia.

Soekarno berperan cukup besar dalam membantu Jepang sekaligus menyelamatkan pemuda-pemudi Indonesia. Saat tentara Jepang memerlukan perempuan-perempuan untuk pemuas nafsu seks, Soekarno memobilisasi para pelacur untuk keperluan tersebut. Maksudnya adalah supaya tentara Jepang tidak mengambil perawan-perawan dari penduduk. Meski ternyata upaya ini tidak bisa mencegah tentara Jepang mengambil para pemudi Indonesia sebagai jugun ianfu. Dalam hal pengerahan tenaga kerja (romusha) Soekarno bahkan membuat iklan, dimana ia ikut serta menjadi tenaga kerja sukarela. Sikap kolaboratif Soekarno ini memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk menyiapkan diri secara mental sebagai bangsa yang merdeka dan anti penjajah. Hasil lainnya adalah kesiapan pemuda Indonesia secara militer.

Bagaimana sikap Soekarno tentang kemerdekaan Indonesia hubungannya dengan Jepang? Soekarno tidak senang saat Indonesia tidak diundang secara resmi dalam Konferensi Asia Timur Raya pada tanggal 5-6 November 1943. Soekarno, Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo hanya diterima oleh Kaisar dan diberi Bintang Jasa. Janji kemerdekaan ternyata tidak disampaikan saat mereka bertiga berada di Jepang.

Sebenarnya Soekarno dan Hatta sudah mulai gelisah saat Bulan Januari 1943 Pemerintah Jepang mengumumkan akan memberikan kemerdekaan kepada Filipina dan Birma. Sementara kemerdekaan Indonesia tidak disingung sedikit pun. Soekarno mempertanyakan hal tersebut kepada para pejabat Jepang di Jakarta.

Perbedaan istilah pun terjadi saat Perdana Menteri Jepang Hideki Toyo berkunjung ke Jakarta. Soekarno selalu menggunakan istilah Indonesia untuk membicarakan rencana kemerdekaan, sementara Toyo menggunakan istilah daerah-daerah selatan dan rakyat Jawa. Saat bulan September 1943 dibentuk Badan Pertimbangan Pusat (semacam parlemen) dimana Soekarno menjadi pemimpinnya, Soekarno menggunakan kesempatan ini untuk kembali berhubungan dengan rakyat secara langsung.

Bahkan sampai dengan tahun 1944, gagasan kemerdekaan Indonesia ini masih berbeda, meski persetujuan dari pembuat kebijakan di Tokyo sudah lebih besar. Perbedaannya terletak pada wilayah yang akan dimerdekakan. Apakah kemerdekaan hanya diberikan kepada Jawa dan beberapa wilayah lainnya, atau diberikan untuk wilayah yang dulu disebut Hindia Timur.

Ketika akhirnya (karena Jepang mulai merasa terdesak oleh Sekutu dalam Perang Pasifik) mengumumkan pemberian kemerdekaan, Soekarno kembali menyampaikan bahwa keputusannnya untuk berkolaborasi dengan Jepang di tahun 1942 adalah tepat, meski rakyat Indonesia harus mengalami penderitaan dan penghinaan. Setelah Perdana Menteri Koiso mengumumkan pemberian kemerdekaan kepada Indonesia, maka dibentuklah Pantia Persiapan Kemerdekaan. Panitia ini diberi waktu 6 bulan untuk melakukan persiapan-persiapan sebelum kemerdekaan diproklamasikan.

Di Bulan Juni 1945, Jepang mengakui Annam, Kambodia, Laos, Filipina dan Birma. Sementara kemerdekaan Indonesia seperti terus ditunda-tunda. Kondisi ini membuat rakyat Indonesia, khususnya pemuda menjadi semakin tidak sabar.

Saat Jepang akhirnya menyerah kepada Sekutu karena Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom, Kondisi di Indonesia menjadi tidak menentu. Memang Jepang sudah menyerah. Tetapi Jepang juga mendapatkan kuasa dari Sekutu untuk mempertahankan status quo. Artinya Jepang masih memegang senjata dan bisa menggunakannya jika terjadi kekacauan. Sementara itu para pemuda sudah tidak sabar dengan kondisi tersebut. Dalam situasi seperti ini Soekarno menunjukkan kematangannya. Ia tidak mau gegabah menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tetapi ia mencari jalan supaya Kemerdekaan Indonesia bisa dilakukan dengan aman tanpa perlu pertumpahan darah yang sia-sia.

Soekarno tetap berpendirian bahwa Kemerdekaan Indonesia harus dilakukan melalui Sidang PPKI. Soekarno berupaya untuk mendapatkan persetujuan dari militer Jepang yang ada di Jakarta. Namun Nishimura tetap tidak mau mempercepat Sidang PPKI yang agenda utamanya adalah proklamasi kemerdekaan. Namun melalui “jamuan minum teh” di rumah Laksanama Maeda, disusunlah teks proklamasi.

Persoalan berikutnya adalah dimana proklamasi akan dibacakan? Soekarni dan kelompok pemuda menginginkan proklamasi dibacakan dalam rapat akbar di Lapangan Gambir. Namun Soekarno menolak usulan tersebut. Ia berpendapat bahwa proklamasi sebaiknya dilakukan di halaman rumah beliau di Jalan Pegangsaan Timur no. 56. Hal ini untuk menghindari serangan tentara Jepang yang masih bersenjata dan mempunyai mandate dari Sekutu untuk mempertahankan status quo.

Keputusan Soekarno untuk berkolaborasi dengan Jepang ini memang menimbulkan kontroversi. Ada yang berpendapat bahwa Soekarno adalah kolaborator Jepang. Sementara pihak lain menyatakan bahwa keputusan Kerjasama tersebut diambil sebagai strategi untuk menyiapkan rakyat Indonesia memasuki gerbang kemerdekaan.

Sejarah memang tidak hitam putih. Fakta-fakta harus diintepretasikan sedemikian rupa untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Apakah kalau tidak ada pemimpin yang mau berkolaborasi dengan Jepang saat itu, rakyat Indonesia siap secara mental dan militer menjadi bangsa merdeka? Bisa ya, bisa tidak. Tetapi sejarah telah memilih jalannya sendiri. Dan Soekarno bersama Muhammad Hatta dan para pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia telah berjuang dengan pilihannya.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB