x

Sejumlah kapal nelayan berada di dekat lokasi perluasan atau reklamasi kawasan Ancol, Jakarta, Rabu, 1 Juli 2020. Sejumlah aktivis menyoroti kebijakan izin reklamasi kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, karena Anies Baswedan pernah berjanji akan menghentikan reklamasi. TEMPO/M Taufan Rengganis

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 13 Juli 2020 12:18 WIB

Reklamasi Ala Anies Baswedan Berpotensi Menabrak Aturan dan Rencana Tata Ruang

Gubernur Jakarta Anies Baswedan semestinya memberi argumentasi yang patut sebelum menerbitkan izin reklamasi kawasan rekreasi Ancol. Keputusan yang dirilis akhir Februari lalu itu mengingkari janji politiknya dan berpotensi menabrak peraturan daerah mengenai rencana detail tata ruang dan wilayah. Agar reklamasi Ancol tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari, Anies sebaiknya mencabut keputusan gubernur yang ia terbitkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

^) Naskah ini diambil dari Tajuk Koran Tempo, edisi 13 Juli, dengan perubahan judul.

Gubernur Jakarta Anies Baswedan semestinya memberi argumentasi yang patut sebelum menerbitkan izin reklamasi kawasan rekreasi Ancol. Keputusan yang dirilis akhir Februari lalu itu mengingkari janji politiknya dan berpotensi menabrak peraturan daerah mengenai rencana detail tata ruang dan wilayah.

Anies menerbitkan keputusan yang memberi izin perluasan Dunia Fantasi dan Taman Impian Ancol Timur, masing-masing 35 dan 120 hektare. Belakangan, setelah pro-kontra muncul, Anies menyatakan keputusan itu sebagai syarat legal untuk memanfaatkan daratan lantaran terjadinya penumpukan lumpur dari pengerukan sungai dan waduk di Jakarta yang dangkal akibat sedimentasi.

Alasan memanfaatkan hasil penumpukan lumpur tersebut bisa dipahami. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak bisa membiarkan begitu saja 3,4 juta meter kubik lumpur yang kini telah bersalin rupa menjadi daratan seluas 20 hektare di Ancol Timur. Menelantarkan lahan yang sudah setengah jadi akibat pemadatan lumpur jelas akan memperburuk lingkungan di sekitar pesisir utara Jakarta.

 
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hanya, pemanfaatan daratan tersebut seharusnya mengacu pada rencana tata ruang dan wilayah di DKI Jakarta. Rencana perluasan kawasan Ancol—perusahaan yang 72 persen sahamnya dimiliki pemerintah DKI—itu tidak masuk Peraturan Daerah mengenai Rencana Detail Tata Ruang. Keputusan Anies bisa disebut menabrak peraturan daerah. Secara aturan, daratan yang sudah terbentuk tak bisa dijadikan alasan memperluas kawasan Ancol.

Izin reklamasi Ancol itu menunjukkan kebijakan Anies dalam reklamasi tak berbeda dengan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama. Padahal, salah satu janji politik Anies untuk meraup suara yang kemudian bisa mengalahkan Basuki adalah menolak reklamasi. Janji politik ini tak mudah dijalankan karena pulau-pulau buatan sudah telanjur dibangun.

Anies kalah karena tak punya pijakan hukum setelah menarik Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, serta Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kosongnya dasar hukum inilah yang membuat urusan reklamasi menjadi bola panas.

Agar reklamasi Ancol tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari, Anies sebaiknya mencabut keputusan gubernur yang ia terbitkan. Setelah itu, ia bisa mengajukan rancangan peraturan daerah mengenai rencana detail tata ruang dan rencana tata ruang wilayah yang mengatur perluasan Ancol. Pembahasan aturan tersebut harus transparan agar tidak memicu gejolak baru.

 

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler