x

supartono jw di istanbul Turki

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 15 Juli 2020 06:09 WIB

Kisah Budaya (2); Sehari di Istanbul

Sehari di Istanbul, ternyata terlalu sedikit waktu untuk menikmati keindahan peradaban dunia. Namun, dengan disiplin waktu, ternyata dengan waktu yang terbatas, tetap dapat menikmati sekitar delapan destinasti yang tadinya hanya ada dalam mimpi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah saya ke luar dari pintu pesawat Turkis Airlines, masih pukul 06.15 waktu setempat, ternyata saat itu udara Istanbul hampir tak berbeda jauh dengan di Jakarta. Masih dalam posisi menuruni anak tangga pesawat, saya terbayang tentang Istanbul yang selama ini hanya saya kenal melalaui catatan sejarah dan tayangan di televisi. Istanbul yang dalam sejarah dunia dikenal sebagai Konstantinopel dan Bizantium.

Istanbul sebagai kota terpadat di Turki yang menjadi pusat perekonomian, budaya, dan sejarah dunia. Istanbul yang merupakan kota lintas benua di Eurasia yang membentang melintasi Selat Bosporus di antara Laut Marmara dan Laut Hitam. Istanbul yang saat itu penduduknya tidak lebih dari 15 juta dan hanya memiliki luas 5.343 km2. Kini, ternyata sudah di depan mata.

Sambil mengintip buku kecil agenda perjalanan, saya membayangkan kira-kira ada berapa lokasi wisata hebat di Istanbul yang nanti akan dapat kami singgahi, sebelum pukul 15.00 bukan pukul 19.10, saya dan rombongan akan terbang lagi menuju Sofia Airport Bulgaria. Setelah semua rombongan turun dari pesawat, kami langsung naik bus Bandara. Begitu ke luar dari pintu Bandara Istanbul, sebuah bus tingkat pariwisata “Plan Tours” telah menunggu kami.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sumber: Supartono JW

Rombangan pun sudah berada di atas bus Plan Tours, dan bus segera beranjak meninggalkan gerbang bandara. Arah perdana yang dituju adalah Restoran Tesismiz Hosgeldin Mustafa Demir Istanbul.  Sebab jadwal sarapan pagi (breakfast) pukul 08.30, maka bus pun membawa kami menyusuri jalan raya dipesisir selat Bosphorus yang sangat indah. Selat ini memisahkan Turki bagian Eropa dan bagian Asia, menghubungkan Laut Marmara dengan Laut Hitam. Selat dengan panjang 30 km, dan lebar 3.700 pada bagian utara dan 750 meter antara Anadoluhisari dan Rumelihisari dan memiliki kedalaman bervariasi antara 36 hingga 124 meter, sungguh menakjubkan dilihat dari atas bus tingkat yang kami naiki.

Memandang dari pesisir pantai ini, juga memberikan sebuah gambaran yang baik dari sebuah tata kota, dan nampak dari kejauhan istana abad lama dan rumah-rumah mewah yang berderet di sepanjang selat. Sayang, keberadaan kami di Istanbul hanya sekitar sepuluh jam, sehingga tak dapat tur sehari penuh mengelilingi Bosphorus, namun hanya memandang dari pesisir pantainya, kami sudah cukup merasakan hadir di sana.

Sumber: Supartono JW (Pesisir Bosphorus)

Dalam perjalanan pagi yang cukup sejuk itu, ternyata, sebelum kami benar-benar sarapan pagi, kami sudah terlebih dahulu sarapan wisata pesisir pantai dan sarapan bangunan-bangunan tua peninggalan Bizantium (sekitar tahun 600 SM). Pemimpin perjalanan kami terus menceritakan setiap peristiwa dari bangunan dan daerah yang kami lintasi, hingga mendekati pukul 08.30, bus pun sudah mengarah ke tempat parkir Restoran Tesismiz Hosgeldin Mustafa Demir.

Sumber: Supartono JW

Sebelum masuk dan menyantap sarapan pagi dengan menu Istanbul, saya dan rombongan terlebih dahulu melakukan bersih diri, lalu baru menuju meja makan yang telah disiapkan. Ringkas cerita, kami telah melakukan upacara sarapan pagi dengan budaya Turki langsung di restoran yang cukup terkenal ini.

Sumber: Supartono JW (Santap pagi)

Usai sarapan, bus pun bergerak menuju destinasi berikut yaitu mengarah ke Hippodrome dan Blue Mosquoe. Sepanjang perjalanan, kami juga disuguhi kemegahan bangunan-bangunan lama yang membawa pikiran kami seperti ke zaman lampau.

Pada akhirnya, tibalah kami di sebuah halaman luas yang di tengahnya berdiri tegak sebuah monumen (obelisk) seperti Monas di Jakarta, namun ukurannya lebih kecil, dan tempat ini dikenal dengan nama Hippodrome. Hippodrome adalah sebuah taman luas, yang pembangunannya dimulai oleh kaisar Roma Septimius Severus pada abad 203 Masehi, dan selesai pada abad 330 Masehi di masa pemerintahan Constantine Agung.

Awalnya merupakan tempat pacuan kuda terbesar di dunia yang bisa memuat sampai 100.000 penonton. Di era Byzantium, Hippodrome juga difungsikan sebagai tempat berbagai upacara, kegiatan sosial, olahraga, dan pusat aktifitas utama selama lebih dari 1.000 tahun.

Sumber: Supartono JW (di depan Monumen Obelisk-Hippodrome)

Kini Hippodrome yang sempat terlantar, sudah menjadi sebuah taman umum dan berisi 3 monumen yang tersisa. Salah satunya yang boleh dibilang sebagai landmark tempat ini adalah sebuah obelisk setinggi sekitar 25 meter, dibawa ke Istanbul oleh Kaisar Roma pada abad 4 Masehi.

Dulunya obelisk ini dipindahkan dari kuil Karnak di Thebes (sekarang Luxor). Pada obelisk dari batu granit tersebut terdapat ukiran Kaisar Theodosius dan keluarganya yang sedang menyaksikan pacuan. Karena itu, bangunan ini memiliki nilai sejarah tinggi dan menjadi salah satu landmark yang paling terkenal di Istanbul, seperti di Jakarta ada Monas, atau di Kuala Lumpur di Petronas ada Twin Towers-nya.

Sumber: Supartono JW (Antri masuk Masjid)

Cukup waktu bercengkerama di Taman Hippodrome, yang juga bagian dari halaman Masjid, kami pun bergeser dan menuju bangunan Masjid yang terletak di kawasan Sultan Ahmet ini. Oleh karena itu, Masjid Sultan Ahmed atau yang lebih dikenal dengan Blue Mosque adalah sebuah masjid indah dan bersejarah yang berada di Istanbul, Turki. Disebut dengan Blue Mosque atau Masjid Biru, karena dinding interiornya dihiasi dengan keramik berwarna biru.

Masjid bersejarah ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ahmed I tahun 1616. Masjid ini memiliki 9 kubah serta 6 menara masjid yang berdiri di sekitarnya. Selain interiornya yang indah, dengan hiasan berdesain tradisional Ottoman, dinding bagian dalamnya dihiasi sekitar 20.000 keping mosaik biru, dengan 260 jendela dengan kaca-kaca patri (stained glass), semakin mempercantik arsitektur bangunan ini. Masjid ini juga memiliki halaman yang luas sehingga menambah kemegahannya.

Sumber: Supartono JW (di dalam Masjid Sultan Ahmed)

Untuk masuk ke dalam Masjid, kamu pun harus melalui pintu belakang dan antri. Petugas penjaga Masjid juga membagikan tas plastik kepada setiap pengunjung untuk menyimpan sepatu atau sendalnya sebelum masuk ke dalam Masjid yang sangat indah dan megah ini. Setelah cukup waktu, bercengkerama, saya dan rombongan bergegas menuju ke Topkapi Palace.

Sumber: Supartono JW (Topkapi Palace)

Topkapi Palace merupakan sebuah museum yang dulunya kompleks istana  tempat tinggal Sultan Ottoman Turki. Istana ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mehmed II sekitar tahun 1459 dan menjadi tempat tinggal para sultan Ottoman Turki hingga 400 tahun.

Istana ini tidak hanya digunakan sebagai tempat tinggal saja, tapi juga difungsikan sebagai pusat pemerintahan. Karena itulah di kompleks Topkapi Palace tersedia fasilitas yang sangat lengkap, seperti sekolah, asrama, perpustakaan, rumah sakit, masjid, taman, dan lain-lain.

Sumber: Supartono JW (Di dalam Basilica Cistern)

Berikutnya, rombongan pun beranjak menyusuri jalananan di Istanbul, namun tiba-tiba kami diarahkan kesebuah pintu yang tidak saya duga sebelumnya, bahwa ternyata, pintu itu adalah menuju lorong ke bawah tanah di tengah Kota Istanbul. Ternyata, setelah masuk di dalam bangunan di bawah tanah yang tadinya saya pikira sebuah goa, Istanbul tidak hanya menarik di atas tanah, tetapi juga di bawah tanah dengan Basilica Cistern (Yerebatan).

Yah, namanya Basilica Cistern, tempat menakjubkan  karya arsitektur zaman Bizantium, sumur bawah tanah yang tak sangat indah. Saat menuruni anak tangga, hanya dengan bantuan cahaya redup dan ada juga musik klasik yang berpadu dengan gemercik tetesan air, membuat suasana yang sangat berbeda. Semakin berjalan ke bawah, lalu menelusuri jalan setapak, ada juga kita melihat ikan berenang di antara 336 kolom yang mendukung langit-langit. Disini kita berjalan sepanjang jalan sampai akhir untuk melihat kepala Medusa, ditempatkan terbalik sebagai dasar salah satu kolom. Sungguh bangunan luar biasa, sebuah sumur air berada di bawah tanah kota Istanbul.

Sumber: Supartono JW (Gerbang Aya Sofya)

Sejatinya dari mulai turun dari pesawat di bandara, menyusuri pesisir pantai, hingga sekarang ada di kedalaman tanah di bawah kota Istanbul, rasanya sayang, bila kita hanya bercengkerama dan menikmati keiindahan dunia hasil sentuhan tangan manusia dengan waktu yanga terbatas. Namun, apa boleh buat, menjelang dzuhur, saya dan rombongan pun bergegas menuju Bangunan yang indah, kokoh, dan sangat terkenal di dunia.

Bangunan ini dulunya adalah sebuah gereja tapi berubah fungsi menjadi masjid dan setelah perkembangan zaman sekarang bangunan ini pun berubah menjadi museum. Namanya, Hagia Sophia. Malah kini dalam berita terbaru (2020) Hagia Sohia kembali difungsikan menjadi Masjid.

Sumber: Supartono JW (Di bawah Kubah Aya Sofya)

Hagia Sophia adalah salah satu prestasi arsitektur terbesar di dunia. Setelah bertahun-tahun di restorasi, Hagia Sophia (Aya Sofya) akhirnya bisa dinikmati kemegahannya. Saat saya berada di tengah bangunan Aya Sofya ini, saya berpikir bagaimana teknologi dan kecanggihan arsitektur saat itu bisa membuat kubah itu tetap tegak berdiri hingga saat ini.

Begitu pun keindahan seni mosaik Bizantium yang indah, di antaranya adalah Kristus yang diapit oleh Kaisar Constantine IX dan istrinya Empress Zoe. Sungguh berada di dalam Hagia Sophia seperti berada di negeri dongeng. Mengingat waktu yang terbatas, setelah waktu yang diberikan kepada saya dan rombongan cukup, maka kami pun menuju kembali ke sebuah restoran untuk mengisi perut, santap siang.

Sumber: Supartono JW (Hotel sepanjang Istiklal Caddesi)

Sambil menyusuri jalan di kota Istanbul yang dikenal dengan Istiklal Caddesi, kawasan jalanan yang terletak di distrik Beyoğlu,  adalah tempat hang out yang mengasyikkan di Istanbul. Terbentang sepanjang 3 kilometer mulai dari Monument of Republic sampai ujung Istiklal Caddesi, terdapat berbagai macam cafe, restoran, galeri seni, toko / pusat perbelanjaan, dll.

Kawasan ini menjadi tempat favorit anak muda di Istanbul, melambangkan sisi modern dan kosmopolitan kota ini, dikenal sebagai ‘Grande Rue de Pera’, jalan yang paling elegan di Istanbul, dimana terdapat toko-toko dan butik penting kota ini, berbagai kedutaan besar, gereja serta tea house yang biasa dikunjungi warga kalangan atas kota ini.

Sumber: Supartono JW (Santap siang)

Pada akhirnya, dengan perut yang sudah menagih makan siang, tibalah kami di Ottoman Hotel Imperial. Di situ kami langsung menuju restoran hotel, dan sebagian bergantian menjalankan ibadah salat. Inilah untuk kali keempat, setelah dua kali kami makan ala masakan Turki, lalu sarapan pagi, dan kini makan siang pun dengan menu khas Turki.

Sumber: Supartono JW (Halaman Pasar Grand Bazaar)

Setelah perut kenyang, istirahat cukup kami pun memiliki waktu bebas untuk menyusuri Grand Bazaar Istanbul Turki hingga sebelum waktu Ashar tiba. Grand Bazaar (GB) adalah pasar tradisionil yang telah berusia lebih dari 500 tahun, dan menjadi salah satu pasar bazaar terbesar di dunia.  Bazaar ini sangat terkenal dengan karpet, kulit, keramik, souvenir dan perhiasan. Lokasi pasar dalam ruang terbesar di dunia yang berdiri sejak tahun 1461 ini, tidak jauh dari stasiun tram Cemberlitas. Grand Bazaar memiliki empat pintu utama, luas areanya sekitar 54 ribu meter persegi. disini terdapat 64 lorong dengan sekitar 4.000 kios pedagang, yang jadi tempat belanja paling terkenal di Istanbul, baik bagi warga lokal maupun turis mancanegara.

Sumber: Supartono JW

Buka antara jam 8.30 pagi sampai 7 malam. Kalau di Negara lain mungkin hari Minggu adalah saat yang tepat untuk berbelanja, di Istanbul tempat belanja seperti Grand Bazaar ini malah tutup. Jadi pastikan untuk berkunjung dari senin sampai Sabtu.

Sepanjang hari ada di istanbul membeli minuman, makanan kecil/jajajan, hingga membeli souvenir di pasar tradisionil, semua barang sangat mudah disebut harganya. Misal beli minuman mineral, harga per botol 1 Lira (=Rp7.000), beli jagung bakar, 1 Lira. Pokoknya penjual tinggal menyebut berapa Lira, dan kita bayar, maka barang jadi milik kita.

Sumber: Supartono JW (Bandara Istanbul)

Seusai menyusuri pasar tradisional, kami pun kembali menuju Bandara dengan tetap menyusuri pesisir pantai, sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandara Sofia Bulgaria. ...

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler