x

Cover Podcast Apa Kata Tempo 33 RUU Pancasila HIP

Iklan

Raiders Marpaung

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Juni 2020

Kamis, 16 Juli 2020 06:10 WIB

Kita Tidak Perlu Berusaha Menggantikan Pancasila

Mengapa fraksi PDIP bisa-bisanya mengajukan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di DPR RI yang mengundang pro dan kontra di masyarakat? Sikap pro dan kontra terhadap RUU HIP di kalangan masyarakat, apalagi disertai dengan demo, semakin memperkeruh suasana di negeri ini yang masih dihantui pandemi virus corona. Padahal Pancasila sudah sangat teruji kekokohannya dalam menopang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tetap berdiri tegak di atasnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

28 Mei, tujuh puluh empat tahun yang lalu, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) membuka rapat yang berlangsung sampai dengan 1 Juni. Keesokan harinya 29 Mei persidangan dimulai dengan tema dasar negara. Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila.

Setelah beberapa hari bersidang, ternyata tidak mendapat titik terang. Pada 1 Juni 1945, Soekarno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang dinamakan Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu, diterima secara aklamasi oleh segenap anggota BPUPKI.

Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi, akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Soekarno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI. Pada masa era Kepemimpinan Soekarno, kekokohan Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan banyak mengalami guncangan lewat berbagai peristiwa yang berkaitan dengan aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan sehingga mengancam kesatuan dan persatuan bangsa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di era Kepemimpinan Soeharto, dibentuklah Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7), dengan program andalannya adalah kegiatan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat terdidik yang dituntut menyatakan tekad untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Pada masa itu, syukur kepada Tuhan, karena Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini masih kokoh berdiri di atas konstruksi fondasi Pancasila yang melandasinya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Pancasila sudah sangat teruji kekokohannya dalam menopang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tetap berdiri tegak di atasnya.

Sangat disayangkan di era reformasi BP7 dan P4 yang merupakan perawat Pancasila dibubarkan dan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) tidak diajarkan lagi di sekolah, sejak itu efek negatifnya mulai dirasakan. Bahkan Wiranto pada saat menjabat Menkopolhukam  pernah membuat pernyataan bahwa pembubaran P4 yang disusun oleh Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) itu, menjadi alasan Pancasila mulai goyah. Indonesia menghadapi kondisi yang mengkhawatirkan dan ancaman nyata terhadap ideologi negara.

Apalagi, masih menurut Wiranto, Pancasila hanya diajarkan secara sporadis, parsial, sehingga banyak yang tidak memahami secara utuh ideologi negara yang disepakati oleh pendiri bangsa itu. Itulah kemudian dengan mudah beberapa ajaran ideologi baru, atau ideologi lama yang mencoba comeback untuk berhadapan dengan Pancasila. Mungkin kondisi ini yang membuat mayoritas masyarakat Indonesia menginginkan nilai-nilai Pancasila diajarkan lagi di sekolah dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah bersifat final.

Hal ini terbukti berdasarkan hasil polling atau jajak pendapat yang diselenggarakan oleh Litbang Kompas. Seperti yang dirilis harian Kompas bahwa pengumpulan pendapat melalui telepon ini diselenggarakan oleh Litbang Kompas 25 -27 Mei 2016. Sebanyak 614 responden berusia minimal 17 tahun dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis dari buku telepon terbaru.

Responden berdomisili di 12 kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Denpasar, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado. Jumlah responden di setiap wilayah ditentukan secara proporsional. Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 3,9 %. Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan dimungkinan terjadi.

Hasil jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh masyarakat di negeri ini. Meskipun demikian hasil jajak pendapat tersebut boleh dikatakan gambaran kasar yang mewakili pembaca sekalian. Bahkan mantan Rektor Universitas Brawijaya menyatakan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) penting masuk kurikulum Lagi.

Pentingnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, termasuk kurikulum bagi mahasiswa disuarakan oleh Prof. DR. Muhammad Bisri yang saat itu menjabat sebagai Rektor Universitas Brawijaya. Hal itu disebabkan maraknya berbagai propaganda ideologi asing di Indonesia, baik yang bersumber dari paham individualisme-liberalisme, kapitalisme, komunisme maupun fundamentalisme agama yang sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Akhirnya, empat tahun yang lalu, tepatnya tanggal 1 Juni resmi ditetapkan jadi Hari Lahir Pancasila lewat Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016.

Presiden Joko Widodo juga menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional dalam rapat kabinet 1 juni 2016. Di liburkan, ditetapkan, dan diperingati sebagai libur nasional. Satu tahun semenjak Keputusan Presiden tersebut dikeluarkan, Pemerintah pada tahun itu (2017) memeriahkan peringatan Hari Lahir Pancasila. Dalam pidatonya presiden sedikit menerangkan tentang arti Pancasila.

“Pancasila dan falsafahnya, Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia sendiri,  Pancasila harus dijaga dari generasi ke generasi, Pancasila harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari”. Demikian rangkuman isi pidato presiden dalam siaran stasiun televisi nasional tiga tahun lalu.

Dalam kegiatan tersebut presiden mengadakan kegiatan yang terangkum dalam Pekan Pancasila yang diselenggarakan mulai tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2017. Dengan tema “SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA”. Penyelengaraan upacara bendera juga dilaksanakan di setiap kantor instansi pemerintah baik pusat, daerah, maupun kantor perwakilan Indonesia di luar negeri, pemerintah juga mewajibkan seluruh instansi pemerintah untuk menggelar upacara bendera.

Tetapi, mengapa belum lama ini fraksi PDIP bisa-bisanya mengajukan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di DPR RI, yang mengundang pro dan kontra di masyarakat. Sikap pro dan kontra terhadap RUU HIP di kalangan masyarakat, apalagi disertai dengan demo, semakin memperkeruh suasana di negeri ini yang masih dihantui pandemi virus corona, bahkan pasien positif masih terus meningkat. Untuk itu, mari kita bulatkan tekad bahwa kita tidak perlu lagi meragukan apalagi masih berusaha menggantikan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.

Ikuti tulisan menarik Raiders Marpaung lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler