x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Kamis, 16 Juli 2020 08:40 WIB

5 Cara Membangun Sikap di Media Sosial, Literasi Itu Cara Bersikap

Banyak orang hanyut di media sosial. Literasi itu cara bersikap. Bila Anda senang menyalahkankeadaan. Itu tanda tidak literat. Maka bangun sikap Anda

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

LITERASI ITU CARA BERSIKAP

 

Literasi, sejatinya bukan hanya soal membaca, menulis, atau berhitung. Tapi literasi menyangkut kemampuan memahami dan memecahkan masalah sesuai dengan keahliannya. Maka, literasi adalah cara bersikap. Sikap itulah yang akhirnya membedakan orang literat dengan yang tidak literat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan


Banyak orang gagal dalam bersikap. Hanya peduli terhadap fakta. Lalu memperbesar celotehan dan pikiran subjektifnya. Hingga gemar menyalahkan orang lain. Menggiring pikiran subjektif. Sebuah arogansi individual. Mereka lupa, fakta itu bisa terjadi pada siapapun. Tapi yang penting, bagaimana menyikapinya? Itulah yang disebut “sikap lebih penting daripada fakta”.

Apalagi di masa Covid-19 begini. Ternyata makin banyak orang yang kehilangan sikap. Katanya sehat itu penting tapi perilakunya melalaikan protokol kesehatan. Katanya jaga jarak, tapi nyatanya tetap berkerumun. Katanya tidak perlu keluar rumah bila tidak perlu, nyatanya ngelayap kemana-mana.

Sikap jauh lebih penting daripada fakta.

Hari-hari sekarang emang makin banyak orang yang tidak bisa menerima keadaan dirinya sendiri. Makin banyak media sosial, makin banyak orang galau. Ia kecewa pada dirinya sendiri. Lalu dilampiaskan kepada banyak orang. Kerjanya menyalahkah atau cari kesalahan. Bahkan, hidup dan dunianya sempit. Merasa punya banyak kekurangan. Sampai akhirnya, ia mulai “bermimpi kosong”. Lalu, dalam hatinya bertanya, “mengapa aku tak bisa seperti dia?”


Apa yang sebenarnya yang terjadi?

Yang terjadi, orang-orang itu bisa dibilang tidak punya SIKAP. Orang yang tidak punya SIKAP adalah orang yang “membenarkan” pikirannya sendiri. Tapi di saat yang sama menyalahkan perilakunya. Agak lucu.

Memang, tidak banyak orang yang bisa menerima keadaan dirinya. Ini bukan soal kurang atau lebih. Ini soal SIKAP. Tidak jarang orang yang merasa “tidak lebih baik” dari segala yang sudah dia miliki. Lantas, dia berpikir untuk “menjadi orang lain”. Di situlah, ia mulai berperilaku seperti orang lain dan kemudian ia sadar dan menyalahkannya.


Nyata sudah, banyak dari kita yang sudah “kehilangan” SIKAP.

Jadi, saat ini penting kita mempersoalkan SIKAP kita sendiri. Sikap menghargai diri sendiri, sikap optimis, bahkan sikap percaya diri. SIKAP pula yang menentukan cara kita dalam menerima kegagalan atau kekecewaan. Maka bila kita ingin dihargai orang lain, maka kita harus menghargai diri kita sendiri? Dan itu ada di SIKAP.


Menurut saya, SIKAP itu jauh lebih penting daripada FAKTA.

Banyak orang yang faktanya pintar, tapi sikapnya tidak. Fakta, sekolahnya tinggi tapi sikapnya tidak. SIKAP kita hari ini lebih penting dari masa lalu kita. Bahkan SIKAP jauh lebih penting daripada pendidikan, uang, pangkat, harta, keberhasilan, kegagalan, kekecewaan atau penilaian orang lain sekalipun. Hancur atau tidaknya hidup manusia, sungguh bersumber dari SIKAP-nya. Ingat kita tidak bisa mengubah masa lalu, tidak pula bisa mengubah fakta. Bahkan kita tidak akan mampu mengubah orang lain. Tapi satu yang pasti bisa kita ubah, hanya SIKAP.

Kenapa penting bersikap dalalm hidup? Ini 5 (lima) alasan pentingnya bersikap:

  1. Sikap itu cermin kualitas diri dan jadi pemicu untuk memperbaiki diri.
  2. Sikap itu sumber motivasi untuk tetap focus pada tujuan
  3. Sikap itu lebih membahagiakan diri sendiri dan menyingkirkan omongan orang lain
  4. Sikap itu menambah percaya diri untuk terus bergerak positif
  5. Sikap itu menyehatkan pikiran dan perasaan hingga mampu bertindak positif

Misalnya saja, kita bilang teks bacaan ini terlalu kecil. Hurufnya tidak normal. Terlihat buram Agak sulit dibaca. Kita tidak sadar bahwa mungkin mata kita yang sudah tidak normal. Maklum faktor usia, mata sudah plus. Setelah kita pakai kaca mata plus, ternyata teks ini terbaca dengan jelas. Kita kira bacaannya yang rusak, ternyata mata kita yang sudah rusak. Jadi, sikap kita yang harus diubah.

Sikap ibarat kaca mata. Terasa gelap bila pakai kaca mata hitam. Terasa terang bila pakai kaca mata bening. Itulah sikap, terserah kita mau memilih sikap yang seperti apa? Sikap positif atau sikap negatif ...?? Tapi ingat, kita jangan mau memakai kaca mata tanpa mau membelinya. Kaca mata juga ada harganya. Harga kaca mata yang harus dibayar itulah “kemauan” kita. Ada atau tidak kemauan kita untuk mengubah sikap ? Karena banyak orang yang ingin hidup lebih baik, tetapi tidak punya "kemauan" untuk berubah menjadi lebih baik. Uhh...berat !!

Yuk, mendingan perbaiki lagi sikap kita. Daripada mencari kesalahan orang lain. Mungkin kemarin ada yang salah dari sikap kita. Ingat, sikap kitalah yang bisa “membaikkan” atau “menghancurkan”. Kita pasti punya potensi, punya keberanian, punya kemauan untuk mengubah atau setidaknya meninjau ulang SIKAP kita. Sikap kita di hari ini dan esok ... !

Jadi, literasi itu soal cara bersikap. Memperbaiki sikap bukan hanya bertumpu pada fakta. Karena hidup kita, hanya 10% tergantung pada apa yang terjadi dan 90% tergantung pada cara kita menyikapinya. Kitalah yang menentukan SIKAP kita .... Terus mau tunggu apa lagi? 

 Mulailah bersikap, agar tidak terengap-engap … #TamanBacaan #BudayaLiterasi #TBMLenteraPustaka

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler