Penerapan Ekonomi Islam Tidak Memerlukan Khilafah Terlebih Dahulu
Jumat, 17 Juli 2020 06:34 WIBSebenarnya terlalu jauh bagi saya untuk menulis seperti ini karena saya bukan ahli ekonom maupun pegiat ekonomi dalam skala besar. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa penerapan ekonomi Islam ini bisa dijalankan sedemikian rupa tanpa harus menjadikan negara ini berpaham khilafah terlebih dahulu
Beberapa fakta yang membuat saya tertarik untuk mempelajari ekonomi khususnya ekonomi Islam ini adalah:
1. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang yang tentunya termasuk pelaku ekonomi sejak masih muda.
2. Kota Madinah adalah kota perekonomian hebat yang di dalamnya terdapat berbagai macam suku dan agama dengam menerapkan ekonomi Islam.
3. Anggapan masyarakat yang kurang tepat ketika menyatakan bahwa seorang muslim harus hidup sederhana dan tidak pantas bermewah-mewahan.
4. Hebatnya dampak perang dagang ekonomi dibanding perang secara terbuka yang pernah dirasakan pada zaman lahirnya Islam.
Kita mulai!
Sudah sejak lama kita semua tahu bahwa perdebatan sistem ekonomi yang masyhur di masyarakat adalah Kapitalisme vs Marxisme.
Kapitalisme membebaskan usaha manusia untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa adanya batas ataupun ikatan dalam usahanya. Bahkan secara tidak langsung Kapitalisme menyatakan "Tuhan yang terisolir". Maksudnya, setelah melaksanakan perbuatan mencipta dan mengatur, Tuhan tidak terlibat lagi dalam perbuatan ciptaan-Nya. Filsafat ini tampak jelas dalam aliran Agnotistik.
Selanjutnya Marxis yang banyak menghasilkan pemikiran tentang pertentangan dan pertarungan kelas. Nantinya, pihak ploretariat yang diwakili oleh kepemimpinan diktatorisme akan mengatur segala hal terkait perekonomian dengan berdasarkan prinsip kolektifisme.
Lalu bagaimana dengan prinsip ekonomi Islam?
Sejak berusia dini, seorang muslim telah diajarkan dan dilekatkan bahwa seluruh alam raya ini merupakan milik Allah SWT. Bukan milik individu (Kapitalisme), bukan juga milik proletariat (Marxisme). Tidak hanya itu, seorang muslim juga diajarkan tentang adanya hari perhitungan amal. Adanya pemahaman tentang keduanya akan sangat berpengaruh dengan pola perilaku ekonomi Islam.
Dengan kata lain seorang muslim harus mengerti bahwa harta yang diperjuangkan saat ini bukan milik dirinya semata, melainkan hanya berupa titipan dalam hak penggunaannya. Tiada kepemilikan mutlak seseorang atas apapun di dunia ini. Semua penggunaan hartanya pun akan dipertanggungjawabkan nanti.
Bahkan, jika seseorang telah wafat, maka hak hartanya tersebut wajib diwariskan kepada ahli waris yang telah ditentukan perihalnya dalam al-Quran dan as-Sunnah. Perhitungannya pun harus sesuai dan adil supaya tidak ada yang merasa dirugikan. Tidak boleh ada warisan pribadi yang ditunaikan demi menyelamatkan hartanya semata.
Sistem ekonomi Islam bersifat dinamis dan berimbang. Artinya tidak ada hukum beku yang memberikan perincian, tetapi hanya menetapkan garis-garis dan kaidah-kaidah pokok dalam al-Quran dan as-Sunnah. Sisanya? Otak manusia itu sendiri yang harus bisa mengatur dan bergerak. Maka dari itu seorang muslim dituntut bersikap inovatif, kreatif, bahkan moderat supaya bisa menerima pembaharuan-pembaharuan yang sesuai dengan syara'.
Larangan-larangan seperti mengurangi timbangan atau transaksi riba memang jelas adanya. Tinggal bagaimana manusianya bisa mengatur perekonomian dengan menghindari larangan-larangan tersebut. Larangan tersebut pun memang dibuat demi kebaikan bersama. Betapa banyaknya korban yang telah dirugikan akibat transaksi dilarang tersebut. Al-Quran sudah mengatur bagaimana cara bertransaksi dengan baik dan jujur. Begitu juga
Salah satu prinsip yang cukup cerdas dalam ekonomi Islam adalah adanya zakat sebesar 2,5 % yang dikeluarkan jika telah mencapai nisab dan haul. Dengan adanya zakat ini tentunya akan memecah adanya saving atau penimbunan oleh seseorang.
Zakat ini berbeda dengan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkuasa. Sehingga, mau tidak mau ia harus membelanjakan hartanya tersebut atau ia investasikan dengan memberikan modal kepada orang lain dengan akad untung sama untung, rugi sama rugi. Jika kedua hal tersebut tidak dijalankan, maka wajib baginya membayar zakat yang telah ditentukan kepada mustahiknya. Setidaknya ada aliran perekonomian yang terus jalan dan tidak 'mampet' pada satu monopoli perdagangan.
Terlebih lagi, ekonomi Islam sangat memandang adanya nilai dan moral dalam menjalankan perekonomian. Kedua hal ini terkadang dinafikan dalam sistem kapitalis dan marxis. Seperti adanya tolong menolong, persaudaraan, termasuk silaturrahim ketika melakukan kegiatan ekonomi. Masih banyak lagi nilai-nilai dan norma-norma yang didapatkan. Sehingga makna ekonomi tidak hanya sempit dalam mencari untung semata.
Bagaimana dengan penerapan ekonomi di Indonesia?
Saat ini Indonesia menjalankan sistem perekonomian Pancasila yang sebenarnya sudah cukup banyak mencakup hal-hal yang terkait dalam ekonomi Islam. Contohnya adalah peranan negara dalam perekonomian sebagai produser, pemilik, serta distributor dari sumber-sumber alami. Hal ini mirip sekali dengan institusi yang bekerja untuk mengatur pasar supaya tidak ada pelanggaran-pelanggaran dalam perekonomian pada zaman Nabi.
Institusi tersebut dikenal dengan nama al-Hisbah. Pemanfaatan dari sumber-sumber alami tersebut harus diberikan sebesar-besarnya kepada rakyat. Di luar itu, setiap orang bebas sekaligus bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan ekonomi. Masalahnya adalah sistem tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapannya. Banyak penyelewengan yang dilakukan bahkan oleh pemerintah itu sendiri.
Ekonomi Islam tidak mengenal adanya diskriminasi terhadap suku, ras, atau bahkan agama sekalipun dalam hal perekonomian. Semua bebas bersaing secara sehat. Hanya saja, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mampu melaksanan sistem ekonomi Islam yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika berdagang sejak di Mekkah hingga berjaya di Madinah.
Sebenarnya terlalu jauh bagi saya untuk menulis seperti ini karena saya bukan ahli ekonom maupun pegiat ekonomi dalam skala besar. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa penerapan ekonomi Islam ini bisa dijalankan sedemikian rupa tanpa harus menjadikan negara ini berpaham khilafah terlebih dahulu.
Apabila masyarakat dapat menerima pelarangan riba sebagai bagian dari ekonomi Islam, pelarangan ini akan tetap berjalan tanpa melihat apakah khamr juga dilarang atau tidak. Larangan ini juga akan tetap berlaku tanpa memperhatikan pemerintah menjalankan prinsip asy-Syura' atau diktator. Tentu, jika sudah berhasil menerapkan sistem ekonomi Islam ini bukan berarti telah sah menjadikan negara ini sebagai negara Islami. Masih banyak hal-hal lain yang mesti dijalankan.
Akan tetapi, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam setidaknya telah menunjukkan bahwa Islam mempunyai sebuah sistem perekonomian yang pemanfaatannya dapat dirasakan bersama-sama tanpa memandang status apapun. Rahmatan lil Alamin.
Tidak ada lagi korban-korban yang terjerat dengan riba, dikejar-kejar debt collector, maupun pailit habis-habisan. Semuanya telah diatur supaya dapat seimbang dan bersaing secara sehat serta tidak dikuasai secara mutlak oleh pemerintah.
Di akhir kata, saya menulis ini hanya bermaksud mengingatkan diri saya dan teman-teman lainnya untuk bisa menjalankan syariat-syariat Islam dengan baik tanpa harus berteriak-teriak menginginkan khilafah tanpa sadar bagaimana cara menjalankan khilafah itu sendiri. Sebaiknya, tenaga yang dikeluarkan untuk itu dialihkan dengan menjalankan prinsip-prinsip kehidupan Islami dari berbagai bidang terutama dalam hal ekonomi. Andai umat muslim sudah menguasai ekonomi dan menjalankannya dengan baik, dengan izin Allah SWT Indonesia akan makmur dan sejahtera serta jaya di masa mendatang.
Anak ingusan yang mengetik dengan jari kecilnya, memandang dengan dua bola mata indahnya, dan mempunyai hati sebagaimana hati manusia.
0 Pengikut
Menggapai Dunia dengan Menulis
Rabu, 8 Juni 2022 12:40 WIBJalan Tengah Kontroversi Wayang Kulit
Rabu, 23 Februari 2022 08:22 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler