x

LIVE: Djoko Tjandra dan Mafia Hukum Kita | Ini Budi

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 18 Juli 2020 19:57 WIB

Saktinya Djoko Tjandra, 3 Jenderal Dicopot dari Jabatannya

Dua jenderal bintang satu dan satu jenderal polisi bintang dua harus dicopot dari jabatannya karena diduga terlibat dalam lolosnya buronan kasus Cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Barangkali di Indonesia ini tak ada seorang pun yang mampu mengalahkan hebatnya kesaktian seorang Djoko Tjandra, buronan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Barangkali di Indonesia ini tak ada seorang pun yang mampu mengalahkan hebatnya kesaktian seorang Djoko Tjandra, buronan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.

Betapa tidak, hanya dalam hitungan hari saja, tiga orang jenderal polisi, dan seorang lurah dicopot dari jabatannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, ke depannya masih akan terdengar lagi pejabat lainnya yang akan mengalami nasib yang sama.

Apabila - tentu saja, dari ketiga orang tersebut "bernyanyi", dan pihak penyidik maupun penyelidiknya bekerja secara objektif, tanpa ada konflik kepentingan tanpa ragu lagi, bahwa lolosnya pembobol uang negara senilai Rp 546 miliar itu selain mendapatkan bantuan dari mereka juga ada campur tangan pihak yang lainnya. Dugaan itu juga tidak lepas dari  awal terbongkarnya kasus tersebut yang juga telah menyeret nama-nama pejabat negara saat itu.

Ya, tentunya kita masih ingat. Saat itu skandal ini menyangkut sejumlah nama besar,  mulai Gubernur Bank Indonesia, sejumlah pejabat negara, tokoh partai Golkar seperti Setya Novanto, bahkan menyerempet nama Presiden RI ketiga, BJ Habibie. Bahkan  dalam kasus ini, Rudy Ramli - Direktur Utama Bank Bali yang juga anak kandung Djaya Ramli, pendiri Bank Bali - menjadi pesakitan dan duduk sebagai tersangka.

Demikian juga dalam perjalanan selanjutnya, tatkala Kejaksaan Agung mengambil alih kasus ini, beberapa nama ditetapkan sebagai tersangka, antara lain Djoko Tjandra, Syahril Sabirin (Gubernur BI), Pande Lubis (Wakil Kepala BPPN), Rudy Ramli, hingga Tanri Abeng (Mentri Pendayagunaan BUMN). Mereka dituding telah melakukan korupsi yang merugikan kantong negara. Kejaksaan menyita dana Rp 546 miliar itu dan menitipkan ke rekening penampungan (escrow account) di Bank Bali.

Dari kesekian banyak tersangka, akhirnya hanya tiga orang yang diadili yaitu; Djoko Tjandra, Syahril, dan Pande Lubis. Pande Lubis dihukum empat tahun penjara atas putusan MA tahun 2004.

Sementara pihak Kejagung dalam menghadapi terdakwa Djoko Tjandra dan Gubernur BI, Syahril Sabirin, harus bekerja keras dalam waktu yang cukup lama untuk mendapatkan ketetapan hukumnya.

Ketika itu, Syahril Sabirin, kendati pengadilan negeri menjatuhkan vonis penjara tiga tahun, belakangan hakim pengadilan banding dan hakim kasasi menganulir putusan itu.

Yang kontroversial adalah Djoko. Selain hanya dituntut ringan, hanya sebelas bulan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian memutusnya bebas. Di tingkat kasasi, lagi-lagi  Djoko  dinyatakan bebas.

Satu-satunya hakim kasasi yang saat itu melakukan dissenting opinion atas putusan Djoko adalah Hakim Agung Artijo Alkostar. Kejaksaan tak menyerah dengan mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni melalui mekanisme peninjauan kembali (PK).

Hasilnya memang tak sia-sia. MA akhirnya memutuskan Djoko dan Sjahril Sabirin bersalah dan mengukum keduanya dua tahun penjara.

Hanya saja sebelum dieksekusi, Djoko Tjandra diketahui telah keburu kabur ke luar negeri. Dan kemudian dalam pelariannya diketahui telah mengganti kewarganegaraannya, menjadi warganegara Papua Nugini.

Akan tetapi lepasnya Djoko Tjandra dari pengawasan aparat penegak hukum saat itu, padahal telah ditetapkan sebagai terpidana, tidak menutup kemungkinan kalau tanpa mendapatkan bantuan dari orang dalam. Siapa lagi kalau bukan oknum yang saat itu memiliki pengaruh besar di negeri ini.

Tanpa ragu-ragu lagi, publik pun mengarahkan telunjuknya ke hidung seorang Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Bendahara umum partai Golkar.

Bagaimanapun antara taipan yang satu itu dengan terpidana kasus korupsi KTP elektronik tersebut memiliki hubungan yang cukup dekat. Bukankah di dalam PT  Era Giat Prima (EGP), di mana Djoko Tjandra duduk selaku direktur dan Setya Novanto yang saat itu Bendahara Partai Golkar menjabat direktur utamanya?

Sebagaimana diketahui, sebelum tersandung kasus korupsi KTP elektronik, beberapa kali Setya Novanto diduga terlibat dalam banyak kasus lainnya - termasuk dalam kasus cessie Bank Bali. Tapi sosok yang pernah dikenal dalam kasus "Papa minta saham" itu di saat berhadapan dengan aparat penegak hukum, ternyata dengan ajaibnya dapat melepaskan diri dari dakwaan hukum yang menjeratnya.

Karena itu pula, Setya Novanto sampai mendapatkan julukan politikus yang paling lihai, dan sangat licin. Sebabnya, beberapa kali dia terjerat kasus pembobolan uang negara, yang bersangkutan mampu melepaskan diri dengan begitu mudahnya.

Sehingga tidak menutup kemungkinan dalam drama kasus yang terjadi pada saat ini dengan pemeran utama seorang Djoko Tjandra, selain Karokorwas PPNS, Brigadir jenderal polisi Prasetyo Utomo, dua jenderal polisi lainnya pun mengalami nasib yang sama, yakni Irjen pol Napoleon Bonaparte, dicopot dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, dan Brigjen Nugroho Wibowo yang menjabat Sekretaris NCB Interpol Indonesia karena sebelumnya, Nugroho menerbitkan surat nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020.

Surat itu ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham dan ditandatangani Nugroho atas nama Kepala Divisi Hubungan International Polri. Melalui surat tersebut, Nugroho menyampaikan terhapusnya red notice untuk Djoko Tjandra sejak tahun 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan Agung.

Oleh karena itu, sebagaimana tadi disebutkan, bahwa dalam kasus lolosnya Djoko Tjandra, tidak menutup kemungkinan masih ada nama oknum lainnya yang ikut terlibat.

Bukan suatu hal yang masih dianggap rahasia lagi di Indonesia ini dalam melakukan perbuatan korupsi jika tanpa ada kerja sama dalam persekongkolan yang sedemikian masifnya.

Buktinya, dalam kasus ini sudah ada dua jenderal bintang satu, dan seorang lagi jenderal bintang dua, serta seorang lurah yang diduga ikut terlibat dalam lolosnya Djoko Tjandra.

Ya, siapa tahu... ***

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB