x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 23 Juli 2020 07:10 WIB

Kedaulatan Kesehatan: Setelah Virus, Datanglah Vaksin

Jika dilihat dari sudut pandang ketahanan bangsa, betapa rapuh kita bila suatu ketika virus digunakan sebagai senjata biologis, sementara kita tidak mampu dengan cepat menciptakan vaksinnya karena terbiasa bergantung kepada negara lain. Wilayah kesehatan berpotensi menjadi ranah yang rentan terhadap ancaman dari luar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Inilah kenyataan hidup kita. Setelah tak sanggup membendung serangan virus corona dari Cina karena sikap kita yang meremehkan, kini kita mengadopsi vaksin yang berasal dari negeri yang sama untuk mengatasi serangan virus ini. Media mengabarkan bahwa Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung bersama Bio Farma, perusahaan milik negara, dan Balitbang Kesehatan Kemenkes mendapat tugas melakukan uji klinis tahap ketiga terhadap vaksin yang dibuat oleh Sinovac, perusahaan Cina.

Indonesia, maupun negara lain yang juga terpapar Covid-19, memang sangat membutuhkan vaksin sebagai bentuk perlindungan terhadap warganya. Kenyataan bahwa kita tidak mampu dengan cepat membuat vaksin sendiri memang harus diakui sungguh tragis, sebagaimana kita juga tidak secara cepat merespon peringatan ketika ancaman corona datang. Keinginan Presiden Jokowi agar vaksin Covid-19 dapat tersedia dalam tiga bulan dari sekarang tidak dapat dipenuhi tim FK Unpad karena proses uji klinis harus mengikuti prosedur standar WHO yang memakan waktu sekitar enam bulan.

Mengadopsi vaksin buatan negara lain memang bukan pilihan yang menyenangkan, tapi itulah yang barangkali bisa dilakukan saat ini. Namun, untuk kepentingan jangka panjang, peringatan yang disampaikan oleh Prof. Amin Soebandrio, Direktur Biologi Molekuler Eijkman, sangat patut didengarkan bahwa Indonesia harus membangun sendiri kedaulatan vaksin. Kedaulatan vaksin dapat ditegakkan apabila Indonesia mampu memenuhi kebutuhan vaksin yang dihasilkan, dikembangkan, dan diproduksi sendiri. Indonesia harus mampu mandiri dalam menciptakan vaksin-vaksin dan tidak bergantung kepada pihak luar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa, kebutuhan vaksin belum tentu dapat terpenuhi jika kita hanya mengandalkan vaksin impor. Jikalaupun kebutuhan tersebut terpenuhi, biayanya sangat mahal. Secara ekonomis, dalam hitungan Amin, nilai vaksin anti-Covid untuk penduduk Indonesia mencapai angka yang fantastis, mencapai angka lebih dari 50 trilyun rupiah, untuk dua kali suntik dan untuk 70% populasi saja.

Ketidakmampuan membuat vaksin sendiri akan menciptakan ketergantungan Indonesia kepada vaksin produksi negara lain. Secara ekonomis ini tidak menguntungkan, sebagaimana sudah terjadi karena kita gemar mengimpor berbagai jenis kebutuhan hingga beras, gula, kedelai, dan garam pun kita impor. Ketika terjadi kelangkaan gula di dalam negeri, harga gula pun melonjak, dan akibatnya impor dilakukan agar pasar terisi. Impor dianggap sebagai solusi cepat untuk mengatasi persoalan, tapi sayangnya tidak ditindaklanjuti dengan upaya untuk membangun ketahanan jangka panjang dengan mengembangkan kemampuan sendiri. Hal serupa berpotensi terjadi manakala kita membutuhkan vaksin untuk mengatasi wabah virus tertentu.

Apalagi jika dilihat dari sudut pandang ketahanan bangsa, betapa rapuh kita bila suatu ketika virus digunakan sebagai senjata biologis, sementara kita tidak mampu dengan cepat menciptakan vaksinnya karena terbiasa bergantung kepada negara lain. Wilayah kesehatan berpotensi menjadi ranah yang rentan terhadap ancaman dari luar. Ketika kesehatan masyarakat menurun karena serangan pandemi virus, maka ketahanan kita sebagai bangsa jelas terancam.

Kedaulatan vaksin hanya dapat terbentuk manakala kita mampu secara mandiri membuat vaksin dan memproduksinya secara masal. Sayangnya, isu-isu semacam kedaulatan vaksin belum menjadi prioritas strategis dibandingkan misalnya jalan tol dan kereta supercepat. Boleh jadi, di samping karena kepentingan ekonomi jangka pendek, pilihan ini dikarenakan pendeknya imajinasi para pengambil keputusan dalam memandang pentingnya kedaulatan dan kemandirian vaksin bagi keamanan kesehatan kita. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler