x

Supartono JW

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 22 Juli 2020 16:15 WIB

Mimpi Sepak Bola Akar Rumput Diurus PSSi dengan Benar, Sepertinya Masih Tetap Mimpi

Publik sepak bola nasional, khususnya para pembina di akar rumput (usia dini dan muda), rasanya tak perlu lagi terlalu menaruh harapan kepada kepengurusan PSSI saat ini menyoal tata kelola sepak bola akar rumput sebagai pondasi sepak bola nasional untuk disentuh dan dibenahi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Publik sepak bola nasional, khususnya para pembina di akar rumput (usia dini dan muda), rasanya tak perlu lagi terlalu menaruh harapan kepada kepengurusan PSSI saat ini menyoal tata kelola sepak bola akar rumput sebagai pondasi sepak bola nasional untuk disentuh dan dibenahi.

Pasalnya, hingga saat ini, kendati situasi dunia sedang dilanda pandemi corona, pun Indonesia, seharusnya menjadi momentum yang sangat pas bagi PSSI untuk benar-benar peduli dan mau mengurusi sepak bola akar rumput, terutama tentang tata kelolanya, keorganisasiannya, pembinaannya, hingga kompetisinya.

Sejak Sekolah Sepak Bola (SSB) menjamur di Indonesia, meski kehadiran dan keberadaan SSB nyata telah memberi andil dan kontribusi lahirnya pemain nasional mulai dari kelompok umur hingga senior, nyatanya kedudukan dan fungsi SSB di PSSI masih "kurang jelas".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Coba, apakah PSSI memiliki data ada berapa jumlah yang pasti SSB yang ada di Indonesia? Berapa SSB yang layak dan memenuhi kriteria sebagai SSB dan berapa SSB yang tidak layak dan tidak memenuhi standar, namun tetap beroperasi?

Mengapa ada yang bernama SSB, akademi, soccer school, sampai diklat segala, tapi mengikuti festival/turnamen/kompetisi di level yang sama?

Ibarat anak-anak, SSB itu tak berayah dan tak beribu, dibiarkan berjalan sendiri dan berceceran tak beraturan, tak sama bentuk dan struktur, pun tak ada acuan dari induk sepak bola nasional bernama PSSI.

Seharusnya, PSSI dengan usia jelang 100 tahun, sudah memiliki peraturan tentang syarat berdiri dan bentuk organisasi SSB yang baku, serta ada afiliasi resmi SSB dari PSSI. Sehingga siapapun yang mendirikan dan mengelola SSB harus ada perizinan dan persetujuan dari PSSI.

Namanya saja sekolah, meski buntutnya sepak bola. Maka, hal-hal menyangkut dan terkait SSB juga harus ada rujukan yang berbau sekolah. Jadi, secara struktur keorganisasian, SSB harus bagaimana? Lalu, karena sekolah, maka SSB harus memakai kurikulum yang mana untuk pembinaan dan pelatihannya?

Lalu, bagaimana proses pembinaan dan pelatihan SSB yang benar. Bagaimana tata kelola manajemen hingga kompetisi SSB yang baku dari PSSI.

Hingga detik ini, saya menunggu pergerakan PSSI menyentuh persoalan mendasar dari keberadaan SSB ini, ternyata tidak pernah ada pembahasan.

Yang ada, SSB itu akhirnya menjamur tak teratur, tak memiliki acuan baku tentang keorganisasianya, tak ada panduan kurikulumnya, tak jelas kompetisinya, namun saat tim Liga 1 membutuhkan pemain, maka enak sekali tinggal comot pemain dari SSB atau enak sekali tinggal mengadakan seleksi terbuka yang juga harus bayar registrasinya, padahal anak-anak yang dicomot.atau mendaftar ikut seleksi terbuka, hasil binaan SSB yang tidak diurus oleh PSSI.

Lebih ironis, para mantan pesepak bola, juga kini menyerbu total SSB sebagai lahan mata pencaharian sebagai pembina atau pelatih.

Sementara sepak bola itu, bila diajarkan dalam kontek bernama sekolah, maka pembina/pelatih itu harus memiliki dan menguasai kompetensi sebagai guru. Tahu cara mengajar/mentransfer ilmu. Bukan sekadar melatih teknik dan fisik. Di dalam pembinaan dan pelatihan SSB ada pendidikan intelegensi dan personaliti.

Tak cukup ilmu yang di dapat dari kursus pelatih sepak bola kemudian bisa terjun bebas menjadi pengajar di SSB. Karena itu, materi kursus pelatih pun wajib ditinjau ulang.

Jadi, bila PSSI memang mau lahir timnas yang handal, SSB (akar rumput) sebagai pondasi sepak bola nasional memang harus ditangani dengan benar dan cerdas.

Ada panduan syarat berdirinya SSB, ada registrasi SSB resmi, ada kualifikasi SSB, ada kurikulum SSB, ada kursus pelatih yang standar sesuai kebutuhan SSB, ada kompetisi yang jelas dari PSSI, Asprov, hingga Askot/Askab. Ada aturan perekrutan pemain SSB untuk klub, jelas fungsi dan tugas SSB sebagai pondasi dalam pembinaan sepak bola nasional, dan terutama harus jelas kedudukan antara SSB, akademi, soccer-soccer-an, dan diklat.

Semua itu wajib lahir aturan yang tegas dan jelas dari PSSI. Bila hingga saat ini, semua hal yang saya ungkap belum ibuat oleh PSSI, maka tak salah lahir kompetisi swasta dan asosiasi SSB dan sejenisnta yang jalan sendiri-sendiri.

Jujur di bawah kepemimpinan Iwan Bule, saya berharap itu semua diwujudkan, tapi melihat situasi dan kondisi di PSSI sekarang, saya sudah tak berharap lagi.

Padahal, seharusnya, PSSI bisa unjuk gigi saat gelaran Piala Dunia U-20 dan dapat pamer kepada FIFA dan dunia, ini lho pondasi sepak bola akar rumput Indonesia bernama SSB yang semua aturan dan peraturan SSB sudah baku dimiliki oleh PSSI. Dan PSSI pun bisa menyebut, di bawah naungan PSSI, di seluruh Indonesia semisal ada 5000 SSB yang teregistrasi, terafiliasi, dan dibina oleh PSSI dengan tata kelola organisasi, kurikulum, manajemen, pembinaan, dan kompetisi berjenjang yang benar.

Sayang, sepertinya, di kepengurusan yang sekarang, itu masih mimpi. Jadi, silakan saja mau ada yang namanya SSB, akademi, soccer-soccer-an diklat, bebas. Yang mau jadi operator turnamen atau kompetisi sepak bola akar rumput, juga bebas. Yang mau mendirikan SSB, akademi-akademi-an, soccer-soccer-an diklat, silakan, bebas. Karena, sementara aturannya memang dibebaskan oleh PSSI. Tapi, jangan marah bila siswa yang dibina nanti hanya dicomot atau ikut seleksi terbuka klub Liga 1 atau 2 dll. He-he-he

 

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler