x

Politik bencana banjir Jakarta

Iklan

Raiders Marpaung

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Juni 2020

Rabu, 22 Juli 2020 16:13 WIB

Pengurangan Risiko Bencana

Banyak penelitian yang dilakukan oleh para pakar, pada umumnya penelitian tersebut hanya dilakukan terhadap fisik alamnya. Jarang penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat di wilayah rawan bencana. Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai bencana alam, masyarakat perlu diberi penerangan dengan berbagai informasi mengenai bahaya dan cara menghadapi bencana. Untuk itu, sudah sepatutnya Pendidikan sadar bencana dan pengurangan resiko bencana dilaksanakan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat bencana alam yang cukup tinggi di dunia. Bencana tersebut antara lain mulai dari gempa bumi, gunung meletus, banjir, longsor, tsunami, angin topan hingga kebakaran hutan dan kekeringan. Struktur daratan Indonesiapun rawan bencana.

Terdapat 128 gunung berapi yang masih aktif. Setiap tahun, beberapa provinsi di Indonesia menderita banjir bandang dan banjir lumpur parah. Sementara itu beberapa daerah lainnya rawan kekeringan yang dapat berakibat gagal panen dan kebakaran lahan yang tak dapat dikendalikan.

Dengan lebih dari 5000 sungai, dan 30% nya melalui daerah padat penduduk, maka Indonesiapun menjadi negara yang sering dilanda banjir. Banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir merupakan bencana alam yang sebagian besar disebabkan oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggungjawab.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara umum, penyebab terjadinya banjir, antara lain: 1.Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi. 2.Pendangkalan sungai akibat membuang sampah ke aliran sungai atau gorong-gorong. Hal ini dapat menyumbat saluran air ketika hujan deras. 3.Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat. 4.Pembuatan tanggul yang kurang baik sehingga tidak kuat menahan derasnya air. 4.Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.

Beberapa bencana banjir yang pernah terjadi di Indonesia antara lain terjadi pada November 2003. Ketika itu masyarakat tepi Sungai Bahorok, Bukit Lawang, Sulawesi Utara, tak pernah menyangka bahwa mereka akan diterjang banjir bandang. Kejadian tersebut sedikitnya menewaskan 200 orang. Banjir diyakini disebabkan oleh kerusakan hutan di sekitar sana, sehingga menghambat daya serap air hujan ke dalam tanah.

Kemudian banjir bandang di Kabupaten Jember terjadi pada awal tahun, tepatnya Januari 2006. Banjir bandang Jember tercatat memakan korban meninggal dunia hingga 58 orang. Ketika itu curah hujan di sekitar Jember memang sangat tinggi. Dalam kondisi seperti itu, masyarakat sekitar Jember tak ada yang memprediksi bahwa Sungai Denoyo juga Sungai Kaliputih akan meluap dan menghantam perkampungan mereka. Tidak hanya pada Januari, tingginya curah hujan bertahan hingga Februari 2006. Banjir bandang Jember melanda sekitar sebelas kecamatan di Jember, di mana Kecamatan Panti menjadi daerah terparah yang diterpa bencana tersebut. Sebanyak 52 dari 58 korban meninggal dunia berasal dari kecamatan itu.

DKI Jakarta merupakan daerah yang sering menjadi pemberitaan. Ibu Kota Republik Indonesia ini memiliki tradisi banjir, terutama di musim penghujan sekitar akhir dan awal tahun. Namun, banjir yang dialami Jakarta pada 2007 adalah peristiwa yang berbeda daripada sebelumnya. Ketika itu Jakarta benar-benar direndam banjir, dengan tinggi hingga tiga meter. Peristiwa itu memakan 48 orang korban meninggal dunia. Penyebab utamanya ialah tingginya curah hujan yang membuat 13 sungai di sekitar Jakarta meluap. Banjir tersebut tercatat sebagai banjir terparah yang pernah dialami Ibu Kota. Ketika itu, selain di Jakarta, banjir juga melanda masyarakat di daerah lainnya hingga memakan korban. Di antaranya ialah 32 orang meninggal dunia di sekitar Jawa Barat dan Banten.

Pada tahun 2010, wilayah Wasior yang terletak di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, mengalami banjir besar. Banjir tersebut disebabkan oleh meluapnya air sungai Batang Sala yang memiliki hulu di Pegunungan Wondiwoy. Sungai Batang Sala sendiri meluap karena tak mampu membendung debit air, setelah sebagian besar wilayah Papua Barat mengalami hujan deras dalam dua hari berturut-turut. Tak hanya itu, sederet penelitian juga menyimpulkan bahwa banjir Wasior terjadi karena kelestarian hutan di sana yang tak dijaga dengan baik. Peristiwa itu sedikitnya menelan korban 158 orang meninggal dunia, dan 145 orang yang dinyatakan hilang.

Pada bulan Maret 2011, yang semestinya menjadi waktu-waktu terakhir musim hujan, wilayah Tangse, Aceh, mengalami banjir bandang. Peristiwa tersebut tercatat memakan 24 orang korban meninggal dunia dan banyak korban luka-luka. Sebagian besar korban meninggal dunia tidak dapat menghindari gelombang besar dari meluapnya aliran sungai. Tidak hanya karena aliran air sungai yang kencang, para korban juga bermunculan lantaran sungai membawa ratusan log kayu hasil daripada penebangan liar di kawasan Tangse. Kondisi perhutanan di Tangse memang boleh dinilai mengkhawatirkan. Penebangan liar membuat hutan gundul, sehingga daya serap air hujan tak lagi maksimal.

Awal tahun lalu, tepatnya Januari 2019, banjir itu pun datang lagi menerjang kota Makassar Sulawesi Selatan yang menyebabkan 69 orang meninggal dunia, 7 orang hilang, 48 orang luka-luka, dan 9.429 orang mengungsi. Selain itu, banjir juga mengakibatkan sebuah jembatan dan sejumlah rumah warga hanyut terseret arus deras aliran sungai Jeneberang. 559 unit rumah rusak, 22.156 unit rumah terrendam, 13.808 hektare sawah terendam banjir, 34 jembatan rusak, dua pasar rusak, 12 unit fasilitas peribadatan rusak, dan 65 unit sekolah rusak.

Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Devo Khaddafi, banjir dan longsor saat itu menjadi bencana terbesar yang dialami Sulawesi Selatan selama satu dekade terakhir. Dalam kejadian itu, menurut pernyataan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah yang menjadi penyebabnya adalah banyaknya tambang galian C di bantaran Sungai Jeneberang dan hutan yang mulai menipis di Bawakaraeng. Sementara itu, anggota DPRD Sulawesi Selatan Selle KS Dalle menilai tidak adanya perawatan terhadap sungai Jeneberang, tidak ada pengerukan dan perbaikan. Berdasarkan pernyataan Gubernur Nurdin Abdullah dan penilaian anggota DPRD Selle KS Dalle, sumber bencana banjir dan longsor tersebut bukan dari kejadian alam murni, tetapi akibat perbuatan manusia yang tidak bertanggungjawab.

Tahun ini, tepatnya 1 Januari 2020 Indonesia Kembali dihebohkan dengan urusan banjir sebagai kado awal tahun 2020. Sepanjang bulan Januari perbincangan masih didominasi topik banjir yang merendam Ibukota dan sekitarnya secara merata sehingga membuat berbagai aktivitas bisnis lumpuh total. Kerugian dunia usaha akibat banjir tersebut diperkirakan mencapai Rp 1 Triliun

Banyak penelitian yang dilakukan oleh para pakar, Pada umumnya penelitian tersebut hanya dilakukan terhadap fisik alamnya. Jarang penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat di wilayah rawan bencana. Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai bencana alam, masyarakat perlu diberi penerangan dengan berbagai informasi mengenai bahaya dan cara menghadapi bencana. Untuk itu, sudah sepatutnya Pendidikan sadar bencana dan pengurangan resiko bencana dilaksanakan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Ikuti tulisan menarik Raiders Marpaung lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler