x

Jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 23 Juli 2020 15:06 WIB

Presiden Bubarkan Gugus Tugas, di Tengah Kasus Corona Meningkat dan Ketidakpercayaan Rakyat Juga Meningkat Pesat

Kok, Presiden sampai harus repot-repot membubarkan Gugus Tugas dan mengganti Komite yang meski ditambah adanya divisi pemulihan ekonomi, kan tanpa hal tersebut juga sudah ada wewenang sesuai tugas para menterinya. Ini kok Perpres jadi seperti mengada-ada saja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Penanganan Covid-19 di Indonesia, sejak virus ini menyambangi Nusantara memang dianggap aneh oleh berbagai pihak dan rakyat. Mengapa dirasa aneh? Sebab, sejak virus hadir di NKRI, penanganan pencegahan dari pemerintah memang sudah disebut compang-camping, terutama meski virus corona memang ada, namun rekayasa data yang dilaporkan hingga banyaknya "pihak" yang menjadikan Covid-19 sebagai "kendaraan" mencari keuntungan, sangat terbaca oleh masyarakat.

Oleh sebab itu, semakin tinggi kasus corona yang dilaporkan oleh Gugus Tugas Covid-19, hingga data kasusnya kini melampau negeri produsen asli virus corona, China, ketidakpercayaan masyarakat atas laporan data dari pemerintah yang sudah dicap rekayasa dan keberadaan corona, benar-benar semakin tinggi.

Jadi, bila selama ini masyarakat dibilang abai, antipati, skeptis terhadap pemerintah pun, logis adanya. Sehingga, tak perlu ada istilah PSBB, masa transisi, masa new normal/normal baru, maka kehidupan masyarakat Indonesia malah sudah biasa dan normal-normal saja, karena satu kata kunci, rakyat sudah tak percaya pemerintah.

Mau dibuat model apa pun cara penanganannya, rakyat kini tetap sudah abai dan tak peduli, meski pemerintah melaporkan data kasus terus meningkat, hingga adanya peraturan istilah baru tentang corona, rakyat tetap cuek dan tak peduli, karena tak ada urgensinya.

Bahkan, tidak ada lembaga survei yang mencoba mensurvei, berapa persen rakyat Indonesia yang setiap hari mengikuti siaran langsung dari televisi saat dilaporkan perkembangan kasus corona.

Coba, ada yang membayar lembaga survei, pasti akan diketahui bahwa selama ini, siaran langsung lapaoran data corona itu, mubazir, karena rakyat tak menonton karena tak peduli.

Kabarnya, malah, lembaga survei asyik mensurvei elektabilitas calon-calon pemimpin daerah dan calon presiden, karena ada yang "mendanai" untuk menggiring opini rakyat Indonesia yang sebagian besar belum mengenyam pendidikan. Apa artinya? Bisa ditebak, inilah skenario politik "mereka" demi memperoleh simpati dan perhatian dari rakyat. Benar-benar sandiwara usang.

Kembali kemasalah corona yang ditangani dengan compang-camping dan dijadikan kendaraan kepentingan dan keuntungan, rakyat pun jadi bingung dan tertegun atas keanehan-keanehan yang terus dipanggungkan oleh pemerintah.

Coba, di saat mereka melaporkan kasus terus meninggi, dan bila data itu benar, maka Indonesia akan menjadi episentrum baru penyebaran corona bagi dunia, sementara rakyat sudah menutup mata dan hati dari sikap pemerintah ini, Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memastikan tak akan lagi mengumumkan data harian perkembangan kasus Covid-19, seperti yang sudah dilakukan dalam 4 bulan terakhir. Lho, ini bagaimana coba?

Apa karena pemerintah tahu, bahwa laporan itu setiap hari "dicuekin" rakyat?

Maka, Juru Bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers, yang disiarkan langsung oleh akun Youtube Sekretariat Presiden, mengungkapkan,"Update kasus harian dapat langsung dilihat di portal www.covid19.go.id," kata Wiku, Selasa (21/7/2020).

Pasalnya, pengumuman kasus Covid-19 yang setiap harinya disampaikan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto tidak akan lagi disampaikan yang bersangkutan.

Lucu bin ajaib, katanya berdasarkan laporan data yang disiarkan secara langsung kasus terus menaik, dan menyadari rakyat tidak menonton dan tidak peduli, laporan dihentikan, dan bila ada yang mau tahu up-date corona, rakyat disuruh membuka portal.

Waduh, menonton siaran langsung dari televisi yang gratis saja rakyat sudah malas, ini rakyat disuruh melihat laporan dari portal yang harus membuka internet. Bagaimana mungkin bisa terjadi dan rakyat mau peduli?

Lebih dari itu, mengapa laporan data kasus tidak akan lagi disiarkan secara langsung ditelevisi, ternyata Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, sebagai acuan dibubarkannya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 20 Ayat (2).

Jadi Gugus Tugas dibubarkan? Padahal kasus masih tinggi, tapi membentuk komite baru. Waduh, ada-ada saja Indonesia ini. Tak pelak,  komentar dari berbagai pihak, warganet, hingga rakyat pun lebih banyak yang "miring" atas keputusan Jokowi ini.

Terlebih, Jokowi juga baru saja membubarkan 18 lembaga yang dianggap tak penting, meski ironisnya, lebih dari separuh lembaga yang dibubarkan itu, dibentuk oleh Jokowi sendiri.

Namun, kini Jokowi juga membubarkan Gugus Tugas yang sudah tak dipercaya rakyat, dan mengganti dengan komite. Apa cara Jokowi ini akan ada signifikasi kepercayaan rakyat kembali, karena peristiwa ini pun benar-benar menjadi hal yang menambah keanehan penanganan corona di Indonesia yang mereka laporkan sendiri bahwa kasusnya semakin meningkat.

Lebih lucu, atas keanehan ini dan berbagai pihak dan rakyat juga berkomentar miring, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (21/7/2020) mengatakan, agar tidak terjadi salah pemahaman soal pergantian nama ini, maka pemerintah perlu menjelaskan secara lebih detail.

Inilah lucunya, pemerintah yang bikin aturan, tapi tidak ada sosialisasi di tengah masyarakat yang tidak percaya kepada pemerintah, lalu malah membubarkan Gugus Tugas dan mengganti dengan Komite.

Sampai-sampai Pramono menjelaskan setelah rakyat "tertawa". Apa coba alasan yang aneh ini? Saya kutip saja yang dirilis dari Okezone.com (21/7/2020).

Pertama, keputusan ini berupa perpres No 82 tahun 2020, secara bagan organisasi semua bertanggung jawab kepada Presiden Joko Widodo dan presiden langsung yang akan mengendalikan, mengontrol semua kebijakan yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Di bawah presiden ada Menko Perekonomian sebagai Ketua Komite, yang dibantu para wakilnya yakni, ada Menko Polukam, Menko Maritim Investasi, Menko PMK, Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.

“Setelah itu ada ketua pelakasana yang daily kebijakan arahan presiden dan komite kebijakan, akan dipimpin dan bertanggung jawab di lapangan, yakni Pak Erick Tohir,” kata Pramono.

Wah seru juga ternyata alasannnya ya? Lanjut Pramono, di bawah ketua pelaksana ada dua satuan tugas, yang pertama adalah satuan tugas Covid-19 dijabat oleh Doni Monardo yang sebelumnya adalah ketua gugus tugas, kemudian ada satgas pemulihan dan transformasi ekonomi nasional yakni, Wamen BUMN, Budi Gunadi Sadikin.

“Nah, di bawah pak Doni ada satgas penanganan daerah yang secara langsung terintegrasi di bawah Perpres 82 tahun 2020. Semua telah diatur di dalam perpres secara rinci,” tuturnya.

Ternyata pak Doni tetap saja di satuan tugas Covid-19, ya?

Kok, Presiden sampai harus repot-repot membubarkan Gugus Tugas dan mengganti Komite yang meski ditambah adanya divisi pemulihan ekonomi, kan tanpa hal tersebut juga sudah ada wewenang sesuai tugas para menterinya. Ini kok Perpres jadi seperti mengada-ada saja.

Coba simak alasan mengapa harus lahir Perpres baru dan membubarkan Gugus Tugas?

Pramono mngungkap "Kenapa gugus tugas, kenapa satuan tugas. Saya jelaskan, kalau gugus tugas itu berdiri sendiri, waktu itu dibuat Kepres maka itu dibentuk gugus tugas. Nah, karena sekarang ini dibuat Perpres, maka dibentuklah satuan tugas, dan tentunya satgas ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi ada satuan tugas yang lain, maka namanya menjadi satuan tugas. Tapi bekerja, tanggung jawab dan bagaimananya itu sama,” jelasnya.

Nah, ternyata kan bekerja, tanggungjawab, dan bagaimananya sama?

Tapi lucunya yang di daerah tidak dibubarkan, hanya namanya menjadi satuan tugas penanganan Covid-19 daerah. “Sekali lagi kami tegaskan gugus tugas daerah tidak ada yang dibubarkan.”
Setelah satuan tugas terbentuk, maka gugus tugas nantinya sudah tidak ada lagi, karena memang baik gugus tugas maupun satuan tugas adalah organisasi yang sama.

Aneh bin lucu ternyata. Hanya bikin pekerjaan dan nama baru, sampai membuat Perpres meski barangnya masih sama.

Lebih digarisbawahi lagi, bila sejak awal Jokowi dianggap lebih mementingkan ekonomi dibanding nyawa rakyat, dalam Perpres baru ini, malah lebih tegas dengan menggabungkan antara penanganan corona dan ekonomi dengan alasan yang logislah, persoalan kesehatan dan persoalan ekonomi tidak bisa dipisahkan. Pramono juga mengutip istilah Presiden "bila melihat dari waktu ke waktu persoalan covid-19 kesehatan menunjukan angka baik kasus positif yang sembuh meningkat. Maka persoalan ekonomi juga harus ditangani secara baik.“

Masalahnya, apa pun upaya itu, rakyat sudah terlanjur abai dan tak percaya kepada pemerintah, jadi mau Gugus Tugas dibubarkan, lalu diganti istilah baru, dan tugasnya juga sama, bagi rakyat pun tak akan menjadi penting. Yang urgen sekarang, bagaimana membuat rakyat kembali percaya kepada pemerintah atas kasus corona di Indonesia. Untuk masalah ekonomi, hingga sekarang, anggaran yang triliunan  juga hanya "disimpan," tak turun ke rakyat.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler