x

Supartono JW

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 24 Juli 2020 06:55 WIB

Kisah Budaya (8) Menyusuri Veliko dan Pertunjukkan di Desa

Saat bus akhirnya tiba di desa yang dituju, ternyata masyarakat desa tersebut telah siap menyambut kedatangan kami di depan gedung pertunjukkan. Laki-laki, perempuan, tua-muda, anak-anak, semua sangat ramah menyambut kami. Dan, malam ini, mereka secara khusus akan menyaksikan pertunjukkan tari dan musik dari Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari kelima, sesuai jadwal, tim Indonesia malam ini harus tampil di sebuah desa di Veliko Tarnovo. Sesuai ukuran panggung dan gedung pertunjukkan yang sudah kami dapatkan informasinya dari panitia, tarian dan musik yang akan ditampilkan pun sudah disiapkan menyesuaikan keadaan.

Sebelum berangkat tim Indonesia memang telah menyiapkan lima jenis tarian dan musik, di antaranya: TARI  RAPA’I GELENG (Nanggroe Aceh Darussalam). Tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat yang ditampilkan dalam syair (lagu-lagu), kostum dan gerak tari Meuseukat.Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.

Rapai geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan.Saat itu Tarian Rapai Geleng di bawakan pada saat mengisi kekosongan waktu santri yang jenuh usai belajar.Tarian ini dijadikan sarana dakwah karena dapat membuat daya tarik penonton yang sangat banyak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.

TARI  GANDES  KIPAS  (Betawi / DKI Jakarta Raya). Karya tari Dewi Kondangsih di tahun 2009 dan berhasil mendapat Juara 1 Lomba Cipta Karya Tari Betawi Jakarta Selatan. Mengisahkan perkembangan anak-anak gadis yang mulai menginjak remaja. Ada keinginan unuk bersolek mempercantik diri bak seorang putri, menarik perhatian lawan jenis, tetapi tetap cekatan, terampil, dan cekatan. Gerak tari didasari dari gerak cokek yang diiringi musik gambang kromong dengan permainan tehiyan yang menonjol.

TARI PIRING (Minangkabau, Sumatera Barat). Merupakan sebuah seni tarian milik orang Minagnkabau yang masih diamalkan penduduk Negeri Sembilan keturunan Minangkabau. Tarian ini memiliki gerakan yang menyerupai gerakan para petani bercocok tanam, menuai dan sebagainya. Tarian ini juga melambangkan rasa gembira dan syukur dengan hasil tanaman mereka.Tarian ini merupakan tarian gerak cepat dengan para penari memegang piring di tapak tangan mereka, diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.

TARI  ZAPIN  LENGGANG  KIPAS (Kep. Riau). Kaki menghentak tangan melenggang, kipas direntang dara bergoyang.Tarian ini diciptakan oleh Siti Suryani tahun 2006 dan mendapat Juara 1 Tari Melayu Tingkat Nasional.Karya tari ini bersumber dari gerak Zapin Riau dengan Penata Musik oleh Armen Suwandhi.

TARI  ENGGANG. Dalam budaya Kalimantan, burung enggang atau rangkong (tingan) merupakan simbol "Alam Atas" yaitu alam kedewataan yang bersifat "maskulin". Di Pulau Kalimantan, burung enggang sakti dipakai sebagai lambang daerah atau simbol organisasi seperti di lambang Sarawak negeri , lambang provinsi Kalimatan Tengah, simbol Universitas Lambung Mangkurat dan sebagainya. Tari Enggang Terbang (Kancet Tebengang Madang ), berasal dari Suku Dayak Kenyah yang menggambarkan perpindahan mereka dari Apau Kayan secara menyebar keseluruh wilayah di Kalimantan Timur, demi mencari kehidupan. yang lebih baik.

Mengingat penampilan akan kembali dilakukan pada malam hari, maka seusai sarapan pagi hingga siang hari, tim Indonesia kali ini berkesempatan berkeliling menyusuri Kota Veliko Tarnovo yang berbukit khususnya singgah ke toko-toko penjual souvenir khas Veliko. Uniknya, toko-toko ini ada dibukit-bukit dan menyatu dengan rumah-rumah penduduk. Kami semua menyusuri dengan naik turun jalan dan naik turun anak tangga.

Supartono JW

Berbagai produk khas kota Veliko dapat didapatkan di sini, pun dengan harga yang tidak jauh berbeda dengan di Pasar tradisinonil Istanbul. Semua harga bandrolnya berapa Lev, berapa sen. Sementara 1 Lev sama dengan Rp7.000. Jadi, membeli oleh-oleh baik dari Istanbul maupun Veliko Tarnovo masih tergolong murah, meski 1 botol mineral di Indonesia saat itu hanya Rp2.500/3.000, namun baik di Istanbul maupun Veliko sama-sama 1 Lev atau 1 Lira.

Meski tidak terjangkau semua lokasi, namun setidaknya, kami semua sudah mendapatkan gambaran tentang Veliko Tarnovo yang semakin lengkap, pun hari ini kopor kami sudah bertambah beban karena souvenir dari kota ini.

Hal yang menarik lagi di hari kelima adalah, tim musik Indonesia, ternyata terpilih untuk melakukan pertunjukkan live di sebuah radio lokal Veliko Tarnovo. Rekaman live pun dilakukan langsung dari hotel. Jadi, saat tim lain sedang menyusuri Veliko, tim musik rekaman. Luar biasa!

Sumber: Supartono JW

Selepas makan siang, rombongan pun masih cukup waktu istirahat. Usai Ashar, semua anggota tim sudah berkostum dan bertata rias. Rombongan pun bergerak menujuk desa tempat pementasan tetap dengan bus yang telah disiapkan panitia.

Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW

Bila saat tim tampil di Mal Veliko, kami menyusuri jalanan kota, maka kali ini bus menyusuri jalan desa. Kami pun menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan di kota yang berbukit ini. Beberapa kali saya melihat ada lapangan sepak bola yang sangat terawat, saat melintasi desa-desa. Namun meski sudah sore hari, ternyata lapangan bola itu kosong. Tidak ada warga yang bermain sepak bola atau pun ada klub yang sedang berlatih. Pun tidak ada Sekolah Sepak Bola atau Akademi Sepak Bola di situ. Coba bila desa itu ada di Indonesia, pasti lapangan sudah penuh. Padahal Bulgaria juga termasuk negara yang sepak bolanya memiliki ranking dunia. Mungkin lain kali, saya akan cerita kunjungan ke Eropa ini, bagaimana kisah sepak bola akar rumput di negeri-negeri benua biru ini, yang saya tayakan langsung kepada para warga di sana. Intinya, saya juga pelajari menyoal sepak bola khususnya akar rumput ini.

Sumber: Supartono JW

Saat bus akhirnya tiba di desa yang dituju, ternyata masyarakat desa tersebut telah siap menyambut kedatangan kami di depan gedung pertunjukkan. Laki-laki, perempuan, tua-muda, anak-anak, semua sangat ramah menyambut kami. Dan, malam ini, mereka secara khusus akan menyaksikan pertunjukkan tari dan musik dari Indonesia.

Sumber: Supartono JW

Kami pun langsung di antar masuk ke dalam gedung pertunjukkan. Bila disamakan dengan di Indonesia, gedung itu seperti gelanggang olah raga . Ada panggungnya, dan ada arena ruang kosong yang multi fungsi. Saat kami masuk, ruang arena sudah menjadi ruang penonton yang diisi kursi yang disusun teratur. Tim musik dan tari pun langsung menuju panggung untuk melakukan penyesuaian dan adaptasi, setting dan blocking.

Setelah malam menjelang, bila di Indonesia adalah waktu usai Salat Maghrib, maka kursi penonton pun sudah terisi penuh. Layar panggung sudah tertutup. Ketika acara dimulai, panitia, pimpinan desa setempat, dan perwakilan dari Indonesia mengawali dengan pidato singkat. Berikutnya, layar pun terbuka dan pertunjukkan dimulai. Nomor tari dan musik beregu dan tari-musik perorangan pun usai dipentaskan. Sambutan penonton sangat meriah.

Sumber: Supartono JW

Sambutan dan kehangatan warga desa di Veliko Tarnovo itu pun masih berlanjut dengan jamuan makan malam seusai pentas. Begitu kami meninggalkan desa, seluruh warga pun menggiringi kepergian bus yang membawa kami meninggalkan desa, Sangat mengesankan kegiatan di hari kelima ini. Alhamdulillah...

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler