Pengamat Menilai Kondisi Ketahanan Pangan RI Di Masa Pandemi

Kamis, 23 Juli 2020 20:00 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia tercatat mengalami perbaikan dalam beberapa tahun terakhir. Berkaca dari data Global Food Security Index, ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat 62 pada 2019, dari peringkat 65 pada 2018.

Krisis pangan dunia dinilai belum akan terjadi saat ini meski wabah pandemi Covid-19 tak kunjung selesai. Hal itu dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu penurunan produksi pertanian dan kedua peningkatan harga pangan.

Associate Center of Reform on Economics (CORE), Dwi Andreas mengatakan, penurunan produksi pangan dunia pernah terjadi pada 2007 dan 2008, dan harga pangan melonjak tinggi. Hal tersebut terulang lagi pada 2011 saat Arab Spring terjadi.

"Tapi kondisi pangan global kali ini agak berbeda. Tahun 2019, produksi pangan justru mencapai titik tertingginya. Lalu terkait dengan harga, price index pangan justru turun," kata Andreas dalam diskusi virtual, Selasa (21/7/2020).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pernah mengatakan Food and Agriculture Organization (FAO) telah memperingatkan akan terjadi krisis pangan dunia. Oleh karena itu, pihaknya mendorong pembentukan cadangan pangan strategis untuk mengantisipasi hal ini.

PT Pupuk Indonesia (Persero) membukukan kinerja konsolidasi positif meskipun di tengah pandemi Covid-19. Sepanjang Januari-Mei 2020, perseroan membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 32,62 triliun.

Adapun pendapatan tersebut setara 43,2 % dari target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2020 sebesar Rp 75,5 triliun. Capaian pendapatan ini meningkat dibandingkan dengan pendapatan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 30 triliun.

Melalui para produsen pupuk, yakni Pupuk Kaltim, Petrokimia Gresik, Pusri Palembang, Pupuk Kujang dan Pupuk Iskandar Muda, Pupuk Indonesia tetap fokus menjalankan tugas Public Service Obligation (PSO) dalam mendistribusikan pupuk bersubsidi bagi petani guna menjaga produksi pangan nasional.

Pupuk Indonesia bersama anggota holdingnya juga mencatat total realisasi penyaluran dana pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang mencapai Rp 29,07 miliar dengan rincian Program Kemitraan untuk UMKM binaan sebesar Rp 17,82 miliar dan Bina Lingkungan sebesar Rp 11,24 miliar.

Selain itu, Pupuk Indonesia Grup aktif dalam membantu masyarakat di tengah pandemi COVID-19 melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Tercatat, sepanjang periode 1 Maret-26 Juni 2020, Perseroan telah menyalurkan CSR sebesar Rp 52,78 miliar. Adapun bantuan yang disalurkan berupa sembako, APD, masker, hand sanitizer, disinfektan, thermo gun dan vitamin.

Namun mengenai ketahanan pangan, kata Andreas, Indonesia tercatat mengalami perbaikan dalam beberapa tahun terakhir. Berkaca dari data Global Food Security Index, ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat 62 pada 2019, dari peringkat 65 pada 2018.

Perbaikan peringkat tersebut, menurut Andreas, terbantu oleh impor pangan yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir dari 21,9 juta ton impor di tahun 2014, menjadi 27,6 juta ton impor pada 2018.

Tercatat, peringkat ketahanan pangan tertinggi dimiliki oleh Singapura yang hampir seluruh pangannya diimpor.

Melihat contoh tersebut, Andreas berpendapat tidak ada korelasi antara ketahanan pangan dan upaya untuk meningkatkan produksi pangan.

"Impor saja selesai untuk ketahanan pangan. Tapi ingat, apa yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, ketika terjadi lonjakan harga pangan, hancur juga mereka," ujarnya.

Andreas pun mengatakan, negara seperti Indonesia akan cukup berisiko jika menggantungkan ketahanan pangannya ke impor. "Setelah presiden mengatakan tekan impor, baru turun sedikit. Jadi ini masalahnya, ternyata ketahanan pangan kita itu ditentukan oleh impor pangan," tuturnya.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Aksa Adhitama

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler