x

Iklan

Aksa Adhitama

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Juli 2020

Sabtu, 25 Juli 2020 08:01 WIB

Impor Pangan atau Food Estate?

Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengatakan food estate perlu dievaluasi konsepnya. Kalau food estate masih membangun lahan produksi padi, jagung belum terjadi diversifikasi pangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jakarta - Pemerintah bakal memulai menyiapkan Kalimantan Tengah sebagai lumbung pangan baru (food estate). Rencananya, lumbung pangan ini akan mulai diuji coba pada Oktober 2020 untuk lahan seluas 28.000 ha.

Lalu apakah cara ketahanan pangan akan efektif dengan food estate (pembukaan lahan baru) atau impor pangan?

Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengatakan food estate perlu dievaluasi konsepnya. Kalau food estate masih membangun lahan produksi padi, jagung belum terjadi diversifikasi pangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal saat ini pembukaan lahan juga perlu menimbang keanekaragaman pangan yang setiap daerah berbeda-beda tergantung kultur dan kondisi geografisnya.

"Jadi jangan mengulang lagi politik perberasan pada era revolusi hijau Orde Baru. Meskipun konsep food estate lebih baik daripada impor pangan tapi perlu disempurnakan agar lebih berkelanjutan," ujar dia.

Menurutnya, impor pangan itu berisiko terhadap ketahanan pangan. Contohnya, saat terjadi pandemi dimana rantai pasok pangan terganggu.

"Produksi global juga turun, nah kalau Indonesia over ketergantungan dengan impor wah bisa krisis pangan," ungkap dia.

Selain pembukaan lahan baru, dirinya sarankan untuk intensifikasi pangan melalui inovasi dan teknologi. Di mana sekarang teknologi sudah canggih, panen bisa lebih sering dengan ketahanan terhadap hama dan perubahan iklim yang tinggi.

"Kenapa tidak mengoptimalkan produksi di lahan existing? Dengan inovasi benih unggul, pupuk, dan alsintan modern. Itu juga bisa jadi solusi," kata dia.

Pupuk Indonesia Pastikan Subsidi Pupuk Tepat Sasaran

PT Pupuk Indonesia (Persero) menyiapkan strategi untuk menjaga kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi agar tepat sasaran dan tidak terjadi penyelewengan.

“Perseroan telah memiliki sejumlah strategi,“ kata Kepala Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia Wijaya Laksana saat kunjungan kerja ke PT Pupuk Kujang.

Ia mengatakan, pihaknya berkomitmen menjaga kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi sampai ke tangan petani sesuai dengan prinsip 6-T, yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu dan tepat mutu.

Selain itu, ada strategi lain untuk mencegah penyelewengan pupuk bersubsidi. Di antaranya pencirian pupuk bersubsidi dengan warna khusus, bag code, hingga penyaluran hanya kepada petani yang terdaftar dalam elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

“Penerapan sistem e-RDKK diyakini dapat meminimalkan penyelewengan, sehingga penyaluran pupuk bersubsidi semakin tepat sasaran. Melalui sistem ini juga diyakini bisa mencegah terjadinya duplikasi data penerima subsidi”, katanya.

Ikuti tulisan menarik Aksa Adhitama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler