x

Hagia Sophia

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 27 Juli 2020 14:33 WIB

Memahami Hagia Sophia yang Kembali Menjadi Masjid

Bila kini Hagia Sophia kembali menjadi Masjid dan mendapat berbagai respon, kritik, hingga penolakan, sebaiknya kita semua, khususnya warga Indonesia melihat persoalan ini dari sudut yang obyektif. Bagi yang merespon dengan menolak sampai demonstrasi segala, maka alasan mereka dapat dibenarkan, mengingat sejarah lahirnya bangunan megah tersebut. Setali tiga uang, bagi yang merespon setuju dan mendukung, maka juga harus dihargai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Supartono JW (Di bawah Bangunan Megah Hagia Sophia, Istanbul, Turki? 14 Juli 2011)
14 Juli 2011, saya masih dapat berdiri tegak di bawah Museum Hagia Sophia Istanbul, Turki. Namun hanya berselang sepuluh hari, yaitu 24 Juli, tapi sembilan tahun kemudian, 2020, Hagia Sophia sudah menjadi tempat Salat, yaitu Salat Jumat pertama di gedung berusia 1.500 tahun yang semula adalah katedral.

Dari siaran berita BBC News Indonesia (25/7/2020), dengan sambutan "Allahu Akbar" (Tuhan Maha Besar) oleh masyarakat di dalam dan di luar masjid yang mengikuti ibadah pertama dalam 86 tahun terakhir, akhirnya Hagia Sophia resmi kembali menjadi Masjid.

Dalam Salat Jumat tersebut, sekitar 1.000 orang dizinkan untuk masuk ke Hagia Sophia melalui pemeriksaan keamanan, sementara yang lainnya melakukan salat di seputar masjid.

"Muslim sangat senang, semua orang ingin hadir di pembukaan (salat Jumat pertama)," kata Gubernur Istanbul Ali Yerlikaya Kamis (23/07).

Sebelum Salat Jumat perdana, seperti dikutip dari Kompas.com, bangunan ikonik yang berdiri di Istanbul, Turki, Hagia Sophia telah resmi kembali difungsikan menjadi masjid oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada Jumat (10/7/2020).

Sejatinya, bangunan besar yang menjadi daya tarik wisata Turki ini sebelumnya difungsikan sebagai sebuah museum, hingga saat itu, 14 Juli 2011, saya takjub saat bercengkerama di dalam bangunan megah bersejarah yang dibangun pada tahun 537 Masehi. Tetapi, pada 1934, Hagia Sophia menjadi museum lantaran keputusan dari Badan PBB UNESCO di bawah pendiri Republik Turki, Ataturk.

Sebelumnya, Hagia Sophia adalah gereja besar yang menghadap ke pelabuhan Golden Horn. Seiring berjalannya waktu, terjadilah penaklukkan Ottoman pada 1453 yang membuat fungsinya berubah menjadi masjid.

Namun demikian, sejarah panjang bangunan megah ini, dan Hagia Sophia kembali difungsikan menjadi masjid, tak pelak menuai beragam respons.

Paus Fransiskus 'terluka' atas keputusan Turki kembalikan Hagia Sophia jadi masjid. Gereja-gereja di Yunani membunyikan lonceng saat di Hagia Sophia dilaksanakan ibadah Salat Jumat.

Sementara, di Turki sendiri, meski kebanyakan masyarakat Turki memeluk agama Islam, namun sebagian dari mereka juga ada yang menyatakan tidak setuju dengan keputusan ini.

Alasanya, dikembalikannya Hagia Sophia menjadi tempat peribadahan suatu agama menghilangkan kebanggaannya atas negara yang selama ini dikenal sekuler, memisahkan urusan agama dan politik.

Sebaliknya, banyak juga warga Turki yang bergembira atas status terbaru dari Hagia Sophia. Faktanya, saat azan pertama dikumandangkan dari dalam bangunan untuk kali pertama, tidak lama setelah ditetapkan kembali menjadi masjid, banyak warga yang bersorak-sorai dan mengabadikan momen tersebut dari luar bangunan, pasalnya karena Islamis di Turki sudah lama meminta hal ini untuk diwujudkan, namun selalu mendapat tentangan dari anggota oposisi sekuler.

Kendati Hagia Sophia sudah berfungsi sebagai Masjid, Presiden Erdogan akan tetap dengan keputusannya, namun, ia tidak akan membatasi kunjungan ke Hagia Sophia.

Semua boleh berkunjung, baik muslim, nonmuslim, wisatawan asing, semua diizinkan untuk singgah di Hagia Sophia. Hanya saja, secara resmi Hagia Sophia difungsikan sebagai masjid, penggunaan di luar fungsi itu tidak akan diizinkan secara resmi.

Bahkan, lukisan dan ornamen Kristiani hanya ditutup tirai dengan menggunakan mekanisme khusus selama waktu salat tetapi tetap akan dipajang.

Supartono JW

Mengingat sembilan tahun yang lalu, 14 Juli 2011, saya berada di dalam bangunan megah yang juga dikenal dengan Aya Sofya, saat saya berada di tengah bangunan Aya Sofya ini, saya berpikir bagaimana teknologi dan kecanggihan arsitektur saat itu bisa membuat kubah itu tetap tegak berdiri hingga saat ini. 

Begitu pun keindahan seni mosaik Bizantium yang indah. Sungguh berada di dalam Hagia Sophia seperti berada di negeri dongeng.

Karenanya, dengan berfungsinya Aya Sofia kembali menjadi Masjid, dan apa yang ada di dalamnya juga akan tetap terjaga dan dijaga segala bentuk arsitekturnya, ornamennya, lukisannya, seni mosaiknya, serta garansi dari Presiden Erdogan bahwa semua masih boleh berkunjung, baik muslim, nonmuslim, wisatawan asing, semua diizinkan untuk singgah di Hagia Sophia, maka khususnya bagi warga negara Indonesia, siapa pun dan agama apa pun masih akan dapat melihat dan menyaksikan bangunan megah 1.500 tahun yang lalu.

Bila kini, difungsikannya Hagia Sophia kembali menjadi Masjid, dan mendapat berbagai respon, kritik, hingga penolakan dan ada demonstrasi yang sampai membakar Bendera Turki, sebagai warga dunia, sebaiknya kita semua, khususnya warga Indonesia melihat persoalan ini dari sudut yang obyektif.

Bagi yang merespon dengan menolak sampai demonstrasi segala, maka alasan mereka dapat dibenarkan, mengingat sejarah lahirnya bangunan megah tersebut.

Setali tiga uang, bagi yang merespon setuju dan mendukung, maka juga harus dihargai, sebab, Hagia Sophia secara fakta adalah bangunan yang ada di Turki, dan yang memutuskan menjadikan Hagia Sophia kembali menjadi Masjid adalah Presidennya, pemimpin tertinggi di negara itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler