*) Naskah ini diambil dari Opini Majalah Tempo, edisi 3-10 Agustus dengan perubahan judul
Seolah pagebluk virus corona yang melanda negeri ini belum cukup berat menjadi ujian segenap rakyat, kini kita dihadapkan pada insiden uji swab janggal di Samarinda, Kalimantan Timur. Berdalih melakukan tes Covid-19 secara acak, sejumlah petugas Dinas Kesehatan mendadak menyatroni dua kantor lembaga swadaya masyarakat, memeriksa sejumlah aktivis di sana, lalu mengangkut mereka ke rumah sakit secara paksa.
Bukan kebetulan, dua organisasi non-pemerintah yang jadi sasaran Walhi Kalimantan Timur dan Kelompok Kerja 30 selama ini dikenal kritis kepada pemerintah. Mereka aktif dalam aksi protes menuntut penyelesaian skandal tumpahan minyak di pantai Banjarmasin hingga penolakan terhadap omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Jangan salahkan publik jika mengaitkan rekam jejak kedua LSM ini dengan perlakuan semena-mena yang dialami aktivisnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah mengecam tes Covid-19 yang mencurigakan tersebut. Lembaga ini menduga ada pelanggaran kewenangan dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Samarinda dalam melakukan tes. Tak hanya diskriminatif karena warga di sekitar kantor LSM itu tak diperiksa, tindakan petugas juga melanggar protokol pemerintah sendiri. Warga yang diduga tertular virus corona tanpa gejala seharusnya cukup melakukan isolasi mandiri. Penjemputan para aktivis secara demonstratif hanya untuk ditelantarkan di rumah sakit menunjukkan upaya intimidasi yang terindikasi melanggar hukum.
Karena itu, Kepala Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Munardo harus memastikan semua petugasnya tak main-main dalam mencegah penularan virus corona di seluruh Indonesia. Pemilihan warga yang dites sebaiknya benar-benar berdasarkan pelacakan potensi penularan, bukan semata-mata atas pesanan pihak tertentu. Para petugas Dinas Kesehatan Samarinda, yang pekan lalu memeriksa aktivis Walhi dengan paksa, harus dijatuhi sanksi indisipliner untuk memberikan efek jera.
Agar keresahan publik—terutama aktivis masyarakat sipil tak meluas, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. sebaiknya segera merilis pernyataan yang menjamin insiden di Samarinda sebagai yang pertama dan terakhir. Pemerintah tak boleh memakai tes Covid-19 sebagai kedok untuk menyebar teror dan intimidasi terhadap mereka yang kritis menyuarakan pendapatnya. (*)
Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.