x

Dunia Bisnis Pertambangan Indonesia

Iklan

Riki Sualah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Juli 2020

Selasa, 18 Agustus 2020 11:42 WIB

Jebakan Batman Dunia Investasi Indonesia

Tidak dapat dipungkiri, setiap negara membutuhkan peran investor untuk keseimbangan neraca pemasukan dan kesejahteraan ekonomi dari negara, termasuk Indoensia. Namun sayangnya, fakta di lapangan berujar bahwa investasi di Indonesia bagaikan ‘jebakan batman’ bagi para penanam modal alias investor di dunia pertambangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tidak dapat dipungkiri, setiap negara membutuhkan peran investor untuk keseimbangan neraca pemasukan dan kesejahteraan ekonomi dari negara, termasuk Indoensia. Namun sayangnya, fakta di lapangan berujar bahwa investasi di Indonesia bagaikan "jebakan batman" bagi para penanam modal alias investor di dunia pertambangan. 

Pada mineral nikel misalnya, Indonesia menempati posisi ketiga teratas tingkat global. Selain itu, Indonesia mencatat kontribusi sebesar 39% untuk produk emas. Hal ini menjadikan Indonesia selalu menduduki peringkat 10 besar dunia sebagai negara kaya SDA. Potensi yang besar ini turut berkontribusi dalam pendapatan negara. Sayang jika pada akhirnya di dunia investasi terdapat jebakan batman yang membuat investor gerah. 

Salah satu program yang menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, merupakan jebakan batman bagi para investor adalah Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau yang dikenal dengan sistem OSS (Online Single Submission)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dikutip dari Money Kompas, saat dirinya masih menjadi pengusaha sekaligus Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dirinya mendapati kenyataan bahwa OSS adalah jebakan batman. "Begitu saya masuk melihat bahwa OSS itu menurut saya jebakan batman dan pasti teman-teman akan katakan setuju 100 persen," kata Bahlil dalam acara konferensi ekonomi yang digelar di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (30/1/2020). 

“Dapat NIB, namun pertanyaannya apakah dengan NIB itu temen-temen bisa berusaha kan tidak. Harus dapatkan notifikasi seluruh KL (kementerian dan lembaga) di Republik Indonesia dan muternya belum tahu kapan berakhirnya. Kalau urus notifikasi di kementrian, tidak tahu kapan berakhir dan ujungnya,” tutur Bahlil, dikutip dari Liputan6.com

Bahlil juga menambahkan bahwa pergantian di pemerintahan juga menyulitkan investor untuk menanamkan modal karena seringnya berganti kebijakan. Hal ini menjadikan negara tidak ramah bagi investor dan realisasi investasi menjadi mangkrak. “Regulasi yang tumpang tindih, mafia tanah, arogansi di tingkat kabupaten kota, hingga perizinan. Banyak sekali pekerjaan rumah BKPM,” kata dia. 

Tidak hanya OSS yang menjadi jebakan batman, namun diterbitkannya Peraturan Menteri (ESDM) Nomor 11 Tahun 2020 oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuat investor was-was untuk berinvestasi. Salah satunya karena adanya HPM Logam yang menentukan harga batas bawah dalam perhitungan kewajiban pembayaran iuran produksi bagi pemegang  IUP/IUPK OP mineral logam, dan acuan harga penjualan bagi pemegang IUP/IUPK OP untuk penjualan bijih nikel. Selain itu, saat melakukan ekspor, harga seringkali ditekan oleh pasar global. Hal ini selaras dengan ketidakpastian pemerintah, dalam mengubah ketentuan serta peraturan di bisnis pertambangan.

Dengan situasi yang seperti ini, bukan tidak mungkin, jika investor mangkat dari dinamika investasi di Indonesia. Terlebih, Indonesia adalah negara yang kerap terkena anti dumping oleh beberapa negara besar. Salah satunya adalah kasus lima bulan terakhir di tahun 2020. Indonesia mendapat 16 tuduhan anti dumping dari India, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Turki, hingga Malaysia. Hal ini disebabkan kebijakan masing-masing negara tersebut untuk menekan harga impor yang akan masuk. Pada akhirnya, investor Indonesia harus bersaing harga di pasar global. Sementara di satu sisi, harga bahan baku di dalam negeri ikut dibatasi.

Menurut Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina, beberapa produk yang masuk dalam daftar tuduhan itu adalah produk mineral, produk aluminium, kayu, benang tekstil, kimia, dan otomotif.  "Tuduhan itu berpotensi menyebabkan hilangnya devisa yang diperkirakan sebesar 1,9 miliar dollar AS atau setara Rp 26,5 triliun. Itu angka yang tidak sedikit di tengah kita membutuhkan devisa untuk negara,” ucap dia. 

Bukan tidak mungkin kondisi ini akan berdampak negatif pada iklim investasi di Indonesia. Dampaknya tidak tanggung-tanggung, Indonesia akan tidak dianggap sebagai negara yang berpotensi untuk tempat menanamkan modal dan berinvestasi.

 

Ikuti tulisan menarik Riki Sualah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB