x

Suka menghitung kantong orang lain

Iklan

Chika Lestari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 31 Juli 2020

Rabu, 19 Agustus 2020 06:04 WIB

Tabiat dan Kebiasaan: Suka Hitung Kantong Orang

Bermimpi menjadi pengusaha atau pebisnis hebat dan sukses bukanlah sebuah larangan. Sah-sah saja jika di masa depan beberapa dari kalian bermimpi untuk mencapai hal tersebut sebagai aktualisasi diri. Namun untuk menjadi pebisnis hebat dan sukses, tentunya tidak seperti permintaan Roro Jonggrang kepada Bandung Bondowoso, atau permohonan Dayang Sumbi kepada Sangkuriang. Boom! Dalam semalam langsung jadi, atau instan mendapatkan keuntungan di depan mata . Tidak, pemirsa. Bukan seperti itu cara mainnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bermimpi menjadi pengusaha atau pebisnis hebat dan sukses bukanlah sebuah larangan. Sah-sah saja jika di masa depan beberapa dari kalian bermimpi untuk mencapai hal tersebut sebagai aktualisasi diri. Namun untuk menjadi pebisnis hebat dan sukses, tentunya tidak seperti permintaan Roro Jonggrang kepada Bandung Bondowoso, atau permohonan Dayang Sumbi kepada Sangkuriang. Boom! Dalam semalam langsung jadi, atau instan mendapatkan keuntungan di depan mata . Tidak, pemirsa. Bukan seperti itu cara mainnya.

‘Bak memasak mie instan, sebelum disantap, pasti ada proses memasak dan menuangkan bumbu terlebih dahulu. Hanya untuk satu tujuan, agar layak disantap kenikmatannya. Seperti itulah perjalanan menjadi pebisnis atau pengusaha sukses, butuh proses dan pengorbanan.

Sayangnya, alih-alih melihat proses dan pengorbanan dari journey kesuksesan seseorang, masyarakat Indonesia malahan hobi melihat seseorang saat di posisi terpuncak. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Inilah kebiasaan miris yang mengakar di Indonesia: suka menghitung isi dari  kantong orang. 

Mari kita bedah lika-liku membangun bisnis atau usaha. Sebelum merintis sebuah bisnis, seorang pebisnis wajib melakukan riset pasar. Apa yang ingin dijual, berapa modalnya, bagaimana sistem penjualannya, siapa target market dari produk yang akan dijual, kemungkinan resiko yang akan dihadapi ketika berbisnis, dan berbagai macam kemungkinan lainnya.

Umumnya, cara termudah dengan memakai metode analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats). Metode ini menjabarkan kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman dari perencanaan bisnis yang akan dibangun. 

Lalu, apakah dengan SWOT perencanaan bisnis dianggap selesai? Tentu tidak, pemirsa. Masih berlanjut lagi. Penghimpunan modal sebelum menjajaki panggung bisnis wajib dilakukan. Modal perlu dirancang dengan baik. Apabila modal pribadi telah dikeluarkan dan masih belum mencukupi, kemungkinan besar seorang pebisnis membutuhkan sokongan dana dari luar: investor. 

Inilah mengapa investor berperan sebagai kunci bagi keberlangsungan sebuah bisnis atau usaha. Tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam menemukan investor. Visi dan misi perusahaan yang dirintis harus selaras dengan investor tersebut.

Portfolio perusahaan perlu dibangun agar dapat meyakinkan investor, sehingga investor bersedia menanamkan modalnya. Serta, negosiasi yang win-win solution menjadi bahan pertimbangan bagi para investor. Tidak ada investor yang ingin boncos ketika berbisnis, begitupun juga dengan Anda, tidak ingin merugi ketika berbisnis, bukan? 

Sampai di sini, apakah perjalanan pembangunan sebuah bisnis sudah selesai? Tentu belum. Ketika investor sudah ketok palu bekerja sama dengan perusahaan Anda, tugas selanjutnya adalah menjaga neraca perdagangan di perusahaan. Hal ini dilakukan agar iklim ekonomi perusahaan tetap stabil dan positif. Ketika ada guncangan, investor akan bertanya-tanya dan merasa deg-degan. Maka dari itu, perancangan bisnis hukumnya fardhu ain alias wajib.

Sampai di sini, apakah perjalanan bisnis selesai begitu saja? Atau apakah telah meraih keuntungan? Oh, tentu belum. Keuntungan mungkin telah diraih, tapi kesuksesan yang kontinu dan target naik signifikan harus tercapai. Pencapaian tersebut butuh proses pastinya.

Sampai berapa tahun? Butuh berapa modal? Sampai kapan harus berjuang mengelola bisnis ini? Kapan suksesnya? Sebenarnya, hanya Anda yang tahu hal tersebut. Semuanya sesuai dengan porsi seberapa besar perjuangan dan proses pembelajaran dari dunia bisnis ini telah Anda pahami. 

Sama dengan kehidupan, bisnis juga hadir dengan kerikil bernama kegagalan. Namun kegagalan bukanlah tanda untuk berhenti, melainkan pembelajaran agar terus belajar dan memperbaiki. Orang awam berkata, “experience is the best ‘guru’ for us”. 

Mungkin butuh waktu lama agar pada akhirnya bisnis yang dibangun bisa sukses. Ambil contoh dari tokoh dunia dan dari Tanah Air. Seperti Robert Noyce, pria yang dijuluki the Mayor of Silicon Valley ini di usianya yang ke-40 menjual emas sebagai modal usahanya mendirikan Intel Corporation

Lalu Adi Dassler yang pada mulanya berjualan sepatu, lalu mengasah kemampuannya, dan dapat menghasilkan produk sepatu sendiri. Di usia 49, Adi Dassler akhirnya berhasil membangun bisnis sepatu buatannya pada tahun 1949, Adidas. 

Perempuan pun juga mampu berdaya di dunia bisnis, salah satunya adalah Arianna Huffington, pendiri Huffington Post. Dengan pengalamannya selama bertahun-tahun, Arianna akhirnya mendirikan Huffington Post pada 2005 di usia 55 tahun. Pada tahun 2012, Huffington Post menjadi perusahaan komersial pertama di Amerika Serikat yang meraih Pulitzer. 

Di Indonesia, masyarakat mengenal Bambang Mustari Sadino atau kerap disapa Bob Sadino. Berkarier sebagai pegawai selama 9 tahun, akhirnya Bob memutuskan untuk berbisnis. Awalnya, Bob melakoni bisnis penyewaan mobil pribadinya. Di tengah perjalanan bisnisnya, Bob mengalami kecelakaan. Tidak patah semangat, ia beralih menjadi buruh bangunan. Gegara menjadi buruh bangunan, Bob melihat peluang bisnis lainnya yakni bisnis ternak ayam dan telur ayam negeri. Bermodalkan uang pinjaman tetangga, Bob menjual secara direct selling dan sukses sekaligus melebarkan sayapnya menjual daging, sayuran hidroponik, dan mendirikan Kem-Chicks

Perlu diingat bahwa dalam dunia bisnis, semakin besar keuntungan yang diraih, maka semakin besar pula resiko yang didapatkan. Ketika keuntungan telah didapat, tak jarang ada juga kerugian. Tidak ada orang yang ingin merugi, bukan? Namun, pengusaha harus belajar dari pengalaman dan bangkit dari kerugian, jangan hanya sekadar melihat dan menghitung kantong orang lain lalu membandingkan dan menyerah. Ingat, untuk mendapatkan posisi sukses dari sebuah bisnis, dibutuhkan journey yang panjang. Tidak ada yang instan.

Ikuti tulisan menarik Chika Lestari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler