x

Semar Supartono JW Tekom

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 20 Agustus 2020 06:40 WIB

Oligarki Terus Bersemi, Lahir KAMI, NKRI Butuh Semar!

Andai saja karakter Semar ada dalam diri pemimpin kita dan para pengikutnya, juga ada dalam diri seluruh rakyat Indonesia, dapat menjadi penasihat sekaligus pengasuh untuk dirinya sendiri, untuk orang lain, dan terutama untuk para ksatria (pemimpin), berkarakter sederhana, jujur, tulus, berpengetahuan, cerdas, cerdik, juga memiliki mata batin yang begitu tajam, maka yakin NKRI tak akan ada kisruh berkepanjangan. Rakyat kembali berdaulat, amanah Pembukaan UUD 1945 dibuktikan. Kapan, ya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai rakyat biasa, yang mencoba melihat dan berdiri di tengah-tengah pihak yang terus berseteru di Republik ini, meski kini NKRI telah berusia 75 tahun sejak lepas dari penjajahan kompeni, namun nyatanya rakyat Indonesia secara umum masih terus terjajah. Berdasarkan apa yang terlihat secara nyata, rakyat yang kini terus menjadi pemuja pemerintahan Jokowi, terus membela mati-matian bahkan perseteruan di dunia maya dan media sosial kian tak dapat dikendalikan, bila ada rakyat yang mencoba mengganggu Jokowi dan pemerintahannya.

Sementara rakyat Indonesia lainnya pun merasakan hal yang bertentangan dengan apa yang dipuja dan dipuji oleh rakyat pendukung Jokowi.

Namun, dari dua kubu rakyat Indonesia yang terbelah, meski saat Jokowi memenangkan perebutan kursi presiden dalam Pilpres 2019, sejatinya hanya unggul 55,50 persen atas Prabowo yang meraih suara 44,50 persen. Itu pun hingga sekarang masih banyak yang berpikir bahwa hasil Pilpres itu ada kecurangan, dan sulit dibuktikan oleh rakyat biasa.

Belum lagi, saat itu, berbagai Lembaga Survei juga terbaca memihak ke arah mana? Sementara rakyat tak terdidik yang hanya menurut karena ada yang mengatur, apakah masuk dalam barisan yang 55,50 persen atau 44,50  persen.

Terlepas dari itu semua, bila karena bukan karena diatur dan diarahkan, apakah benar hasil Pilpres akan keluar angka 55,50 dan 44,50 persen?

Pertanyaan saya ini, saya lontarkan, sebab dalam beberapa kesempatan, saya memerankan tokoh Semar dalam produksi pementasan teater terbesar Indonesia. Dan, atas peranan Semar yang hingga kini karakternya terus mendarah daging dalam diri saya, maka berdasarkan pengamatan "Semar", negeri ini memang sedang dalam masalah besar.

Semar, dalam tokoh pewayangan  memiliki karakter fisik lucu, bahkan bisa dibilang cukup aneh. Tapi, dalam cerita pewayangan, tokoh Semar ini mendapatkan posisi terhormat dalam karakternya. Ia adalah seorang penasihat sekaligus pengasuh para ksatria. Selain itu, karakter Semar ini merupakan tokoh dengan karakter yang sederhana, jujur, tulus, berpengetahuan, cerdas, cerdik, juga memiliki mata batin yang begitu tajam.

Sayangnya, negeri NKRI ini nyata, jadi mustahil hadir sosok Semar seperti dalam dunia pewayangan, yang dapat menjadi penengah dari semua masalah dan menjadi panutan dan teladan bagi semua pihak.

Padahal Semar itu juga disebut sebagai analogi dari rakyat biasa. Kita semua adalah Semar. Maka, kekuatan negeri NKRI itu ya karena adanya karakter asli Semar, dan karenanya berdiri dan tegaknya NKRI karena kedaulatan ada di tangan Semar=rakyat.

Kini, khususnya dalam genggaman Jokowi yang didaulat menjadi pemimpin negeri, ternyata, rakyat malah sulit bersatu dan yang ada justru selalu berseteru. Bahkan dari berbagai persoalan yang sulit disatukan, dan sangat terasa "kedaulatan rakyat" dibungkam, maka lahirlah Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dideklarasikan oleh Din Syamsuddin dan rekan pada Selasa, 18 Agustus 2020 di Jakarta.

Saya melihat dan membaca, bila memang negeri ini dipimpin dan dinakodai sesuai arah yang benar, terutama sesuai amanah Pembukaan Dasar 1945, yakin KAMI tak akan lahir.

Sebagai "Semar", saya melihat negeri ini memang butuh kehadiran KAMI, dan bisa jadi KAMI-KAMI yang lain, dengan catatan, latar belakang dan tujuannya adalah demi mengembalikan kepemimpinan dan pemerintahan sesuai amanah Pembukaan UUD 1945, sesuai koridor hukum.

Kehadiran KAMI, adalah sebab dari apa yang terjadi di negeri ini. Karenanya, bila munculnya KAMI dari "pihak" Jokowi ada yang menganggap sebagai ancaman, ada yang menganggap karena tidak kebagian kursi, ada yang menganggap cari panggung, dari sudut pandang "Semar", itu bisa dimaklumi. Namun, dengan adanya anggapan ini dan itu, maka justru semakin menguatkan fakta bahwa negeri ini mamang sedang dalam masalah.

Terlebih, bila saya kembali ungkap pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang menyatakan bahwa parpol di Indonesia dikuasai oleh cukong.

Pernyataan ini diungkap oleh Bamsoet dalam sebuah acara peresmian sederhana sebuah lembaga kajian sosial-politik bernama  Nagara Institute, di Senayan, Jakarta (17/2/2020) yang Direkturnya, Akbar Faisal --mantan anggota DPR dari Partai Nasional Demokrat (NasDem),

Bamsoet mendeklarasikan bahwa parpol-parpol di Indonesia ini dikuasai dan didikte oleh para pemilik modal alias cukong. Dalam pernyataannya, Bamsoet mengungkapan bahwa para pemodal, kata Bamsoet, mendatangi Munas atau muktamar parpol yang beragenda pemilihan ketua umum (ketum). Nah di situlah para cukong membawa duit. Lalu, mendekati para politisi yang berpotensi menjadi ketum.

Bamsoet malah berujar bahwa harga yang dibayar "tidak mahal". Paling-paling satu T. Seribu miliar. Ini sungguh di luar dugaan. Sebeb, Ketua MPR ini mengatakan pernyataannya itu adalah pengalaman, artinya ini adalah fakta, bukan hoaks.

Pernyataan Bamsoet yang dirilis oleh berbagai media massa nasional ini pun telah saya angkat dalam beberapa artikel saya dan sejauh ini, saya belum menemukan ada pihak yang membantah pernyataan tersebut.

Jadi, sebagai rakyat biasa yang sangat lekat dengan peran "Semar" di panggung drama, dan melihat dari tengah, tak memihak kelompok mana pun, negeri ini memang dalam masalah besar.

Dan, rakyat yang masih banyak tak berpendidikan dijadikan alat oleh "mereka".

Saat negeri ini dijajah oleh kompeni, strategi kompeni adalah membuat rakyat Indonesia jauh dari pendidikan dan tetap bodoh. Dan, itulah siasat penjajah. Kira-kira apa bedanya dengan kondisi Indonesia sekarang? Rakyat yang bodoh akan sangat mudah diatur, takut bila diancam,

Andai saja karakter Semar ada dalam diri pemimpin kita dan para pengikutnya, juga ada dalam diri seluruh rakyat Indonesia, dapat menjadi penasihat sekaligus pengasuh untuk dirinya sendiri, untuk orang lain, dan terutama untuk para ksatria (pemimpin), berkarakter sederhana, jujur, tulus, berpengetahuan, cerdas, cerdik, juga memiliki mata batin yang begitu tajam, maka yakin NKRI tak akan ada kisruh berkepanjangan. Rakyat kembali berdaulat, amanah Pembukaan UUD 1945 dibuktikan. Kapan, ya?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB