
Anjay
Senin, 31 Agustus 2020 14:25 WIB
Hargai Komnas Perlindungan Anak, Bijaklah Menyikapi "Anjay"
Bila ada masyarakat yang tetap masih memaksakan penggunaan kata anjay dalam pergaulan, lihatlah konteks, situasi, kondisi, dan siapa yang dihadapi, agar tidak menimbulkan masalah dan ujungnya benar-benar sampai berurusan dengan hukum. Bagi masyarakat yang hingga kini masih membuat candaan bahkan lebih terkesan meledek KPAI yang melarang penggunaan kata anjay, mohon hati-hati. Sebab, KPAI justru dapat mempersoalkan dan membawa Anda-Anda ke jalur hukum karena telah melecehkan KPAI yang mencoba bertindak bijak melindungi anak-anak Indnoesia, meski hanya dari sebuah kata. Pasalnya, bukan mustahil, setelah kata anjay, bisa jadi akan muncul kata-kata gaul lain yang juga akan berkonotasi sama seperti kata anjay. Setoplah menjadikan kata anjay dan sikap KPAI sebagai bahan candaan dan pelecehan. Jangan sampai malah ada yang terseret ke jalur hukum bukan karena kata anjaynya, namun karena delik pelecehannya. Bersikaplah cerdas, menyikapi polemik anjay. Jadilah manusia Indonesia yang berkarakter dan punya pendirian, tidak mudah terbawa arus. Punya sikap! Lihat diri sendiri, jangan teruskan gemar melecehkan!
Dibaca : 1.441 kali
Miris. Gara-gara sebuah kata, kini di media sosial ramai membicarakan kata tersebut. Bahkan sampai ada yang membuat diagram silsilah kata hingga sampai mengulik persoalan canda dan hukum.
Inilah hasil pendidikan di Indonesia. Masyarakatnya masih sangat jauh dari harapan kecerdasan intelektual dan kecerdasan personaliti (emosi). Mengapa? Sebagian besar masyarakat yang justru terus mempermainkan dan bermain-main menyoal sebuah kata malah terus mengalir dan membanjir. Pertanyaannya, di mana jalan berpikir dan logika manusia-manusia yang menjadikan polemik kata tersebut sebagai bahan candaan. Jauh dari sikap cerdas dan dewasa, dan senangnya malah memperkeruh suasana. Menyedihkan!
Setelah beberapa hari ini coba saya amati, saya baca, dan saya perhatikan, manusia-manusia yang terus mengolok-olok persoalan kata tersebut justru semakin nampak jauh dari berpikir ilmiah.
Yah, musababnya adalah hadirnya kata "anjay" di khasanah pergaulan remaja di tanah air. Kata yang belum ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ini, memang wajar bila pada akhirnya ada pihak yang mempersoalkan.
Karenanya, bila Komisi Perlindungan Anak atau Komnas PA meminta masyarakat berhenti menggunakan kosakata tersebut adalah hal yang wajar.
Sebab, kata ini tak jelas sejak kapan dan siapa yang pertama kali mempopulerkannya di +62. Yang pasti, tiba-tiba saja kata tersebut sudah menjadi bahasa gaul yang umum diucapkan anak-anak muda, terutama kepada sesama teman akrab.
Terlepas dari perdebatan bahwa kata tersebut saat diucapkan sesuai konteksnya, lebih sering ditujukan sebagai kekaguman dalam obrolan sehari-hari, dan pantasnya juga lebih tepat digunakan untuk teman sebaya yang telah akrab.
Sejatinya, juga belum ada penelitian bila kata ini dilontarkan kepada orang yang lebih tua atau belum kenal akrab, akan dianggap tidak sopan, karena juga tergantung konteks dan intonasi dan gaya pelontaran katanya.
Namun demikian, menurut Komnas PA kata anjay memiliki makna ambigu. Pemaknaannya akan sangat tergantung dari konteks kalimat yang dilontarkan.
"Istilah anjay harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tempat, dan makna," tulis surat yang ditandatangi oleh Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait yang kini juga sudah viral tersebar di berbagai media.
Dijelaskan pula bahwa saat kata anjay dimaksudkan untuk menyampaikan pujian maka tidak memiliki arti ketersinggungan maupun bullying. Namun bisa juga bermakna merendahkan martabat orang lain bahkan bisa dilaporkan sebagai pelanggaran hukum pidana.
Menurut Komnas PA, kata anjay merupakan kata serapan dari anjing, yang dalam beberapa hal, dianggap memiliki arti ofensif atau serangan.
Oleh sebab itu, seharusnya, sebagai masyarakat Indonesia, kita malah harus bersyukur ada pihak yang mengingatkan kita semua, akan sebuah kata yang dapat berakibat negarif bila digunakan dalam bahasa komunikasi yang berujung negatif.
Sudah tepat, bila Komnas PA menjadi pengingat kita semua, demi melindungi anak-anak dari pergaulan dengan menggunakan bahasa gaul yang satu di antara maksudnya berkonotasi negatif.
Benar, kata anjay wajib dilihat dari berbagai sudut pandang, tempat, dan makna. Saat anjay dimaksudkan untuk menyampaikan pujian maka tidak memiliki arti ketersinggungan maupun bullying. Namun bila konteksnya digunakan untuk mengejek atau membully, maka orang lain akan merasa direndahkan martabat dan harga dirinya, dan ini sangat berbahaya memicu hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Terlebih, bila kata anjay ini jadi makanan anak-anak yang belum menyentuh dan makan asam garam dunia pendidikan.
Jadi, kepada seluruh masyarakat Indonesia, bersyukurlah bahwa Komnas PA telah bersikap dan bertindak dengan tepat sesuai wewenangnya.
Bila ada masyarakat yang tetap masih memaksakan penggunaan kata anjay dalam pergaulan, lihatlah konteks, situasi, kondisi, dan siapa yang dihadapi, agar tidak menimbulkan masalah dan ujungnya benar-benar sampai berurusan dengan hukum.
Bagi masyarakat yang hingga kini masih membuat candaan bahkan lebih terkesan meledek KPAI yang melarang penggunaan kata anjay, mohon hati-hati. Sebab, Komnas PA justru dapat mempersoalkan dan membawa Anda-Anda ke jalur hukum karena telah melecehkan KPAI yang mencoba bertindak bijak melindungi anak-anak Indnoesia, meski hanya dari sebuah kata.
Pasalnya, bukan mustahil, setelah kata anjay, bisa jadi akan muncul kata-kata gaul lain yang juga akan berkonotasi sama seperti kata anjay.
Setoplah menjadikan kata anjay dan sikap Komnas PA sebagai bahan candaan dan pelecehan. Jangan sampai malah ada yang terseret ke jalur hukum bukan karena kata anjaynya, namun karena delik pelecehannya.
Bersikaplah cerdas, menyikapi polemik anjay. Jadilah manusia Indonesia yang berkarakter dan punya pendirian, tidak mudah terbawa arus. Punya sikap! Lihat diri sendiri, jangan teruskan gemar melecehkan!
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
Rabu, 6 Januari 2021 18:11 WIB

Menanggulangi Mahalnya Harga Tempe dan Tahu
Dibaca : 748 kali
Rabu, 6 Januari 2021 12:32 WIB

Daya Tarik Pekerjaan Guru Itu Menjadi PNS, kok Disetop?
Dibaca : 710 kali
Kamis, 7 Januari 2021 11:23 WIB

Selebrasi Vaksin, Perlukah Saat Ini?
Dibaca : 1.115 kali
Senin, 28 Desember 2020 12:35 WIB

Lagu Indonesia Raya Diparodi, Momentum Refleksi dan Instrospeksi Pemimpin Negeri, dan Pelaku Ditangkap
Dibaca : 911 kali
Jumat, 25 Desember 2020 05:38 WIB

Prabowo-Sandi Tak Konsisten, Rakyat Semakin Enggan Berpolitik
Dibaca : 1.095 kali
Selasa, 22 Desember 2020 17:04 WIB

Sudah Siapkah Sekolah Menggelar Belajar Tatap Muka Mulai Januari?
Dibaca : 853 kali
Kamis, 17 Desember 2020 15:44 WIB

Surat untuk Karni Ilyas dari Pecinta ILC di Toboali
Dibaca : 1.371 kali
Surat untuk bang Karni Ilyas sebagai host Indonesia Lawyer Club.
Minggu, 13 Desember 2020 05:51 WIB

Wuih, Anggaran Toilet Sekolah di Bekasi Ratusan Juta Rupiah, Kok Bisa?
Dibaca : 1.168 kali
Jumat, 11 Desember 2020 18:52 WIB

Berita Konflik Polisi versus FPI Menutupi Berita Pilkada hingga Korupsi
Dibaca : 898 kali
Minggu, 6 Desember 2020 18:39 WIB

Dua Menteri Diringkus KPK, dan Harun Masiku Masih Aman
Dibaca : 1.062 kali
2 hari lalu

8 Langkah Menemukan Arah dalam Hidup Jika Anda Merasa Tersesat
Dibaca : 1.164 kali
Jumat, 15 Januari 2021 19:09 WIB

Program Vaksinasi Dimulai, Ini Catatan Penting untuk Masyarakat
Dibaca : 1.109 kali
2 hari lalu
