x

politik legislasi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 4 September 2020 11:59 WIB

Di Tengah Rakyat Lengah, Politik Legislasi Terus Tersembunyi

Jadi, bila wakil rakyat tidak lagi membela kepentingan rakyat. Siapa yang akan menolong rakyat dari ketidakadilan dan ketidaksejahteraan. Dari kemiskinan dan penderitaan. Dari penjajahan yang terus berkesinambungan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Bila wakil rakyat tidak lagi membela kepentingan rakyat. Siapa yang akan menolong rakyat dari ketidakadilan dan ketidaksejahteraan. Dari kemiskinan dan penderitaan. Dari penjajahan yang terus berkesinambungan?

Sebagai negara hukum, pembuatan undang-undang (legislasi) di Indonesia oleh DPR dan Pemerintah kini terkesan semakin membabi buta, pasalnya "mereka" telah meninggalkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, namun apa yang "mereka" lakukan mengatasnamakan kepentingan untuk rakyat.

Hampir sebagian besar produk undang-undang yang kini "mereka" buat justru tak berpihak kepada rakyat dan hanya demi melanggengkan berbagai hal demi sebuah kekuasaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan, di tengah pandemi Covid-19, saat rakyat diterjang kepanikan dan penderitaan, banyak keputusan strategis atas berbagai kebijakan publik diambil tanpa keterlibatan dan partisipasi rakyat.

Mereka justru memanfaatkan situasi dan kondisi dan menganggap rakyat lengah, padahal tidak tidur dan terus menjadi saksi saat mereka terus mengambil keputusan-keputusan penting dengan " politik legislasi" di parlemen.

Hasil dari politik legislasi yang tak melibatkan suara rakyat pun terus mengalir. Sejumlah Undang-Undang (UU) yang sangat sensitif dan menyangkut hajat hidup orang banyak, terus coba disahkan oleh DPR dan pemerintah dengan cara seperti "penyelundup".

Herannya, perilaku DPR yang terus melanjutkan pembahasan sejumlah RUU kontroversial secara tidak transparan di tengah pandemi ini justru semakin memaksakan kehendak, meski rakyat dan berbagai pihak yang telah mengendus akal-akalan ini menolak dengan berbagai cara.

Namun, saran dan kritik rakyat untuk menunda pembahasan berbagai RUU yang menuai kontroversi, tidak didengar. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan, dan para anggota DPR yang memakili rakyat karena mereka duduk di sana karena hasil dari suara rakyat, justru menyingkirkan dan menghilangkan partisipasi rakyat dalam berbagai pembahasan perundang-undangan.

Maka tak salah bila di berbagai media massa dan berbagai pihak kini menyebut bahwa di Indonesia kini sedang berlangsung "Politik Legislasi", yaitu politik yang mengesampingkan transparansi dan akuntabelitas, karena sengaja ditarik ke ruang gelap kekuasaan.

Kini, berbagai pihak dan rakyat semakin memahami dan menyadari bahwa parlemen dan pemerintah sangat erat berkolaborasi dalam produk legislasi sulapan.

Contoh produk legislasi sulapan itu di antaranya adalah produk legislasi sulapan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang hingga kini terus menuai konfrintasi. Lalu, RUU Minerba karena terbentuknya UU Nomor 3 Tahun 2020 ini jelas cacat konstitusi dan proses perumusan UU Minerba ini tidak transparan dan menyalahi ketentuan perundang-undangan.

Berikutnya, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Meski menuai perdebatan dan kritik dari berbagai pihak, "pembahasan secara diam-diam" RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tetap berlanjut karena pimpinan DPR bersikukuh mendorong terbitnya RUU ini dan menyepakati dilanjutkan pembahasannya ke Badan Legislasi.

Terbaru, DPR juga siap merevisi UU Bank Indonesia (BI) dan UU Mahkamah Konstitusi (MK), yang berpotensi memangkas independensi dan kewenangan lembaga-lembaga negara.

Semua langkah DPR berkolaborasi dengan pemerintah dalam memproduk legislasi yang tak melibatkan rakyat, kini benar-benar menguji kesabaran rakyat.

Politik legislasi yang kini terus terjadi dan
tidak melibatkan rakyat dan lembaga-lembaga terkait, jelas cacat prosedur dan bertentangan dengan kedaulatan rakyat.

Siapa yang yang tidak tahu di negeri ini bahwa DPR adalah perwujudan kedaulatan rakyat. Sehingga, fungsi dan peran DPR harus mewakili dan merepresentasikan kepentingan rakyat, utamanya di tengah kesulitan rakyat saat ini.

Apakah di negeri ini harus hadir kekuatan civil society demi melawan praktik "politik legislasi" ini?

Di tengah ketidakadilan dan penderitaan rakyat baik sebelum dan saat pandemi corona, sebaiknya wajib hadir kekuatan masyarakat sipil, namun melalui jalan demokrasi yang bener, yaitu bersatu dengan elemen kekuatan politik di parlemen yang memiliki kesadaran dan cara pandang yang sama sesuai aspirasi rakyat.

Bergabunglah dengan partai politik yang berpikir dan bekerja mewakili rakyat secara rasional, untuk menghentikan pembajakan otoritas atau kewenangan politik legislasi yang sudah kelewat batas.

Harus dihentikan "jaringan negatif" demokrasi yang dikendalikan oleh "jaringan kepentingan" karena hanya ingin mengegolkan sejumlah aturan perundang-undangan yang menggadaikan bahkan menjual kekayaan alam, marwah, dan kewibawaan bangsa dan negara serta menghapus kedaulatan rakyat. Dan terus membikin rakyat "terjajah" di negeri sendiri.

Bahkan, di balik politik legislasi yang semakin tak transparan, pasti terselubung maksud-maksud lain, termasuk dalam rangka menyelamatkan dan melanggengkan "mereka" dari kekuasaan oligarki, dinasti politik, dan korupsi.

Jadi, bila wakil rakyat tidak lagi membela kepentingan rakyat. Siapa yang akan menolong rakyat dari ketidakadilan dan ketidaksejahteraan. Dari kemiskinan dan penderitaan. Dari penjajahan yang terus berkesinambungan?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu