x

Selebrasi pemain Timnas U-19 Indonesia, Amiruddin Bagas Arrizqi (kiri) bersama kembarannya Amiruddin Bagus Alfikri dalam pertandingan Kualifikasi Piala Asia U-19 2020 melawan Hong Kong U-19 di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Jumat, 8 November 2019. Indonesia menang dengan skor 4-0. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 9 September 2020 14:32 WIB

Tulang Punggung Timnas U-19, Tetap Bagas-Bagus dan Rekan

PSSI terutama melalui Direktur Teknik, bisa mengevaluasi kinerja dan program Sin Tae-yong yang menurut saya tidak tepat dan cenderung mubazir. Hentikan memandang STy sebagai mantan pelatih Korsel yang mampu menjungkalkan Jerman. Kini, STy sedang tidak ada di dalam negeri dongeng sepak bola. Tetapi negeri nyata Indonesia yang tipikalnya berbeda dengan Korea Selatan, Eropa, atau Amerika.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagas Bagus

Seluruh media massa dan publik sepak bola dunia yang mengikuti proses pembentukan Timnas Indonesia U-19, kini minimal sudah dapat menilai kualitas pemain-pemain yang sedang di besut Shin Tae-yong (STy) di Kroasia. Dengan berpedoman pada proses dan tidak melihat hasil uji coba menang atau kalah, meski pada akhirnya sejarah sepak bola dunia dan Indonesia tetap mencatat bahwa Timnas U-19 yang sedang berporses telah menjadi lumbung gol. Digasak Bulgaria tiga gol dan dihujani tujuh gol oleh Kroasia.

Dan, pada akhirnya setelah STy memberikan kesempatan pada pemain-pemain yang dipilihnya dan turut serta dibawa ke Kroasia, maka STy baru dapat tersenyum setelah melihat bentuk permainan Timnas Indonesia yang asli, tatkala memberikan kesempatan Bagas, Brilian, Beckam, Supriyadi, dll turun gelanggang.

Seandainya saja STy yang jelas sudah memahami kualitas individu pemain besutan Fakhri Husaini yang masih tersisa di tangan STy, dan memberikan kesempatan bermain sejak bentrok versus Bulgaria lalu lanjut menurunkan mereka sejak menit awal saat ditantang Kroasia, bukan mustahil Timnas U-19 dapat mengimbangi atau bahkan membalikkan keadaan dengan mengandalkan skill individu, kolektivitas tim, permainan cepat, dan bola-bola pendek khas David Maulana cs.

Namun, kembali saya tegaskan, perlu disadari khususnya oleh seluruh publik sepak bola nasional. Kini di Kroasia STy memboyong 27 pemain yang di dalamnya ada sebagian kecil mantan pemain binaan Fakhri Husaini yang secara kualitas semuanya sudah sangat layak berjersey Timnas U-19.

Sehingga, STy pun harus bijak, dengan tetap memberikan kesempatan kepada para pemain yang bukan besutan Fakhri, yang jumlahnya lebih banyak, untuk unjuk kebolehan. Risikonya jelas, Timnas harus jadi bulan-bulanan Bulgaria dan Kroasia.

Memang disayangkan, pemain-pemain muka baru yang kini ada di Kroasia lalu diberikan kesempatan tampil, tak mampu membuktikan dirinya layak berjersey Timnas U-19. Mereka masih sangat bermasalah dalam elementer dasar bermain sepak bola.

Saya juga yakin, STy akan sangat berat membentuk Timnas U-19 dengan bekal materi pemain yang kini ada di Kroasia. Sebab pemain baru di luar pemain besutan Fakhri, sudah terukur kemampuan skill individunya setelah diberikan kesempatan bermain.

Para pemain baru ini bukan hanya gagal mengangkat kualitas tim, namun mereka juga tak mampu menunjukkan bahwa mereka memang layak berada di Timnas. Indikator yang sangat mencolok, selain penguasaan bola yang memprihatinkan, saat mereka diturunkan juga tak nampak siapa yang dapat menjadi pembeda dalam tim. Bahkan pemain yang berkualitas pun jadi ikutan tak berkualitas, malah jadi ikutan bermain tak jelas karena terbawa permainan tak berbentuk dari rekan lainnya.

Hanya dari dua laga, kemampuan individu pemain kini sudah terbaca. Semoga saja STy lekas menyadari bahwa sebenarnya dia memiliki materi pemain berkualitas mantan besutan Fakhri yang tersisa setelah beberapa yang lain dicoret dan lekas menyadari bahwa sepak bola Indonesia memang akan sulit bila hanya hanya melihat dari segi postur.

Meski mantan pemain-pemain besutan Fakhri bermain dalam sisa waktu di babak kedua saat bentrok dengan Kroasia, namun di sisa waktu itu pula, langsung terlihat bentuk permainan Timnas U-19 terutama di lini tengah dan akhirnya mampu pula menciptakan gol lewat pemain kelompok ini.

Program STy ada yang salah

Atas hasil uji coba dua laga yang telah dilalui, mengingat STy jelas-jelas tak menguasai tipikal pemain yang kini ada di  Kroasia secara mendalam, publik pun bertanya.

Mengapa pemain tak lolos skill sementara bisa masuk Timnas U-19 yang sedang berproses? Sudah begitu, STy malah langsung membentuk mereka dari segi fisik. Harus diingat, sampai detik ini akibat dari berbagai benang kusut, pemain Indonesia bukan sekelas pemain Eropa atau Amerika, yang bila dipanggil Timnas, tentu sudah tergaransi kualitas dan skill individunya.

Karenanya, setiap pelatih yang membesut Timnas, seharusnya akan menyeleksi pemain dimulai dari kemampuan pemain dalam permainan, setelahnya baru memastikan memilih masuk dalam kerangka tim, dan kerangka tim inilah yang akhirnya diberikan program pelatihan.

Maaf, seorang pelatih tingkat Kelurahan atau Kecamatan saja dalam menyiapkan tim untuk sekadar mengikuti turnamen tingkat kota di Indonesia bernama "Porkot" tidak akan memberikan program pelatihan tim, sebelum yakin memilih pemain yang berkualitas dari segi kecerdasan Teknik, Intelegensi, Personaliti, dan Speed (TIPS) yang semuanya terbungkus dalam satu kata, bernama skill individu pemain.

Mungkin kini apa yang dilakukan STy adalah program pelatihan milenial, modern. Sehingga, langsung hantam kromo masuk program dan menghajar pemain di materi fisik, tapi lupa apakah para pemainnya mumpuni dalam skill individu atau tidak.

Jadi, sejatinya STy sudah melakukan program pembentukan Timnas U-19 dengan proses yang salah. Seharusnya, pilih dulu semua pemain yang berstandar tinggi, cerdas TIPS (skill individu) baru yang terpilih dan layak masuk dalam program proses pembentukan Tim.

Andai STy melakukan program dengan benar, bukan mustahil, publik dunia dan Indonesia akan langsung melihat gambaran Timnas U-19 yang tak seperti saat meladeni Bulgaria dan Kroasia.

Dengan demikian, artinya sejak TC di Jakarta plus di Kroasia, STy hanya melakukan pekerjaan sia-sia dan pemborosan anggaran bila pada akhirnya Timnas U-19 tulang punggunnya tetap mantan pemain besutan Fakhri Husaini yang telah diproses tidak instan dan tak semudah membalik telapak tangan.

Jadi, PSSI terutama melalui Direktur Teknik, bisa mengevaluasi kinerja dan program STy yang menurut saya tidak tepat dan cenderung mubazir. Hentikan memandang STy sebagai mantan pelatih Korsel yang mampu menjungkalkan Jerman. Kini, STy sedang tidak ada di dalam negeri dongeng sepak bola. Tetapi negeri nyata Indonesia yang tipikalnya berbeda dengan Korea Selatan, Eropa, atau Amerika.





.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler