x

Iklan

Sri Kunthhi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Agustus 2020

Kamis, 10 September 2020 18:28 WIB

Faisal Basri: Indonesia Belum Siap dengan UU Perindustrian

Indonesia memiliki UU Perindustrian yang berisi tatanan dan segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri. Jika ditelaah, pernyataan Faisal Basri seakan-akan menyiratkan bahwa selama ini Indonesia masih belum siap dengan adanya UU Perindustrian. Padahal, UU tersebut telah terbit sejak enam tahun silam yakni tahun 2014

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ekonom senior asal UI, Faisal Basri, baru-baru ini mengomentari mengenai nilai tambah dan pemasukan negara dari pertambangan di Indonesia. Faisal menilai, kebijakan peningkatan nilai tambah dari pertambangan masih belum begitu ketat dari segi perpajakan. 

Menurutnya, pemasukan dan penerimaan ke negara dari industri tambang dan lainnya masih kecil. “Ini yang harus kita dorong terkait reformasi perpajakan, saya jamin 99,99% kita bisa dapat puluhan triliun dari industri nikel dan tambang, bahkan timah dan tembaga,” kata dia. 

Nyatanya, Indonesia memiliki UU Perindustrian yang berisi tatanan dan segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri. Jika ditelaah, pernyataan Faisal Basri seakan-akan menyiratkan bahwa selama ini Indonesia masih belum siap dengan adanya UU Perindustrian. Padahal, UU tersebut telah terbit sejak enam tahun silam yakni tahun 2014. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di dalam UU Perindustrian No. 3 Tahun 2014, telah dicantumkan bahwa perindustrian diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan industri nasional sebagai penggerak ekonomi nasional, mencegah pemusatan yang merugikan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh Indonesia. 

Faktanya, industri pertambangan Indonesia telah memenuhi poin-poin di atas. Ambil contoh seperti PT Sulawesi Mining Investment di Sulsel, PT Indonesia Morowali di Sulteng, dan PT Virtue Dragon Nickel Industry yang ada di Konawe. Ketiga perusahaan ini berlokasi di luar Pulau Jawa, sebagai bukti bahwa perekonomian bergerak secara nasional di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di Pulau Jawa. 

Industri nikel menyumbang devisa bagi Indonesia dengan jumlah signifikan. Berdasarkan BPS 2018 dan 2019, nilai ekspor produk industri logam berbasis nikel mencapai US$4,8 miliar dan US$7,08 miliar atau meningkat 47,5%.

Selain itu, smelter nikel telah terbukti memberikan kontribusi positif dalam membentuk hubungan usaha. Salah satunya dengan adanya transfer of knowledge melalui berdirinya Politeknik. 

Smelter yang telah terbangun di Indonesia terbukti berhasil menarik investasi asing ke Indonesia. Selain investasi, kontribusi positif dari adanya smelter nikel seperti berdirinya politeknik setidaknya telah memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat sekitar smelter. Lantas, menurut Anda, apakah Indonesia belum siap menghadapi era perindustrian? Seperti yang disebutkan oleh Faisal Basri. 

Ikuti tulisan menarik Sri Kunthhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

1 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB