x

Cara berkomunikasi secara jujur dan berempati dengan anggota keluarga menjadi kunci komunikasi efektif pada masa pandemi

Iklan

CISDI ID

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 September 2020

Kamis, 24 September 2020 17:23 WIB

Dalam Simpang-siur Informasi, Bagaimana Cara Membicarakan Covid-19 pada Teman dan Keluarga?

Berempati, jujur dalam data, serta sabar menyampaikan informasi yang benar adalah cara terbaik menyampaikan informasi kepada lingkungan sekitar, khususnya kepada teman dan keluarga. Adanya perbedaan pemahaman kesehatan dalam masyarakat menyebabkan tidak semua orang mengerti alasan di balik penggunaan masker atau kebiasaan mencuci tangan. Padahal, pandemi menuntut semua orang memiliki pemahaman kesehatan yang baik. Tanpa itu, tidak semua orang bersedia melakukan protokol kesehatan selama berbulan-bulan. Karenanya banyak orang harus lebih sabar dan mengulang pesan yang sama kepada lingkungan sekitar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menyampaikan informasi secara akurat dengan konsisten sambil berempati adalah kunci dari komunikasi efektif di lingkungan terdekat, seperti keluarga atau teman. (Sumber gambar: educenter.id)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pandemi sudah berjalan lebih dari enam bulan di Indonesia, namun persentase pasien positif Covid-19 terus naik dari hari ke hari. Per 23 September, kasus positif mencapai 252.923 orang. Kurva penularan tidak juga melandai dan rumah sakit kian penuh. Klaster penularan Covid-19 tidak hanya terjadi di perkantoran, namun juga lingkungan keluarga. Bahkan, klaster keluarga termasuk tiga besar penyumbang kasus Covid-19 terbanyak.

Ini bisa terjadi karena masyarakat sudah mulai beraktivitas kembali, sementara pemahaman terkait Covid-19 terbatas. Ketika satu anggota keluarga teinfeksi, kemungkinan besar ia bisa menulari anggota keluarga lain. Pada kondisi ini menyampaikan informasi yang tepat adalah kewajiban. Namun pertanyaannya, bagaimana cara menyampaikan informasi yang tepat dengan efektif kepada anggota keluarga atau teman-teman kita?

Pentingnya Empati

Santi Kusumaningrum, Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) UI, menjelaskan­ cara komunikasi efektif terkait Covid-19 di lingkungan keluarga. Pertama, ungkapnya, anggota keluarga perlu berbicara jujur berdasarkan data, bukan untuk menakut-takuti, tetapi untuk membangun kesiapan keluarga menghadapi pandemi dalam jangka panjang. Kedua, menunjukkan empati ketika berbicara dengan anggota keluarga lain. “Salah satu kunci komunikasi efektif adalah kita tidak boleh menyepelekan perasaan orang yang kita ajak bicara,” ujar Santi dalam diskusi daring Obrolan Kawal Edisi 4 di Akun Youtube CISDI TV pada Sabtu (12/9).

Terkait dengan data, Santi menyetujui bahwa publik sulit mendapatkan informasi lengkap hal perkembangan kasus CovidD-19 di Indonesia, seperti informasi terkait kematian atau keamanan suatu wilayah. Namun, perempuan berambut pendek ini menganggap data apapun yang anggota keluarga miliki tetap perlu ditampilkan dengan penjelasan. “Tidak ada orang yang ketakutan dengan data, bila informasi itu didampingi penjelasan yang baik.”

Baiknya, Santi melanjutkan, informasi terkait pandemi juga disebarkan ketika ada anggota keluarga lain yang bertanya. Di samping itu, untuk mencegah hoax atau kabar bohong di grup-grup aplikasi chat, baiknya menegur si pemberi kabar secara privat, supaya tidak mempermalukannya di depan umum.

Mencegah Distorsi

Diah Satyani Saminarsih, Penasihat Senior Dirjen WHO untuk Urusan Pemuda dan Gender dan Pendiri CISDI, menyatakan pandemi juga menghasilkan infodemi, situasi beredarnya informasi terus menerus. “Kalau sudah ada satu pertanyaan, pasti ada pihak-pihak yang berusaha menjawabnya,” ucap Diah.

Informasi dari WHO sebagai pihak pemberi rekomendasi juga akan melalui rantai penyampaian panjang hingga sampai ke lingkungan seperti keluarga. Alur panjang itu kerap membuat Informasi terdistorsi dan dipahami secara berbeda-beda oleh berbagai pihak.

WHO, kata Diah, memiliki empat strategi untuk menjaga mencegah pesan terdistorsi dan lebih mudah dimengerti oleh orang awam. Pertama, hal itu bisa dicegah dengan melaksanakan press briefing dan tanya jawab dengan wartawan secara intens. Kedua, dengan menaruh informasi di website dalam bentuk tanya jawab. Ketiga, WHO terus aktif berbagi melalui kanal sosial media dalam penyebarkan informasi.

Keempat, WHO memperluas koneksi dan kerja sama dengan lebih banyak media dan selebriti. Diah menyatakan keempat strategi itu bisa juga diadaptasi dalam skala lebih kecil.  “Mengemas data dan sains dalam bentuk cerita membuat informasi lebih relatable sehingga orang bisa berempati,” ujarnya.

Adanya perbedaan pemahaman kesehatan dalam masyarakat menyebabkan tidak semua orang mengerti alasan di balik penggunaan masker atau kebiasaan mencuci tangan. Padahal, pandemi menuntut semua orang memiliki pemahaman kesehatan yang baik.

Tanpa pemahaman itu, tidak semua orang bersedia melakukan protokol kesehatan selama berbulan-bulan. Karenanya menurut Diah, banyak orang harus lebih sabar dan mengulang pesan yang sama kepada lingkungan sekitar. Semua itu perlu dilakukan untuk mencegah situasi pandemi menjadi lebih buruk.

 

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi masyarakat sipil yang mendukung terwujudnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui pembangunan kesehatan dan pelibatan kaum muda dalam pembangunan kesehatan. CISDI melakukan kajian isu prioritas berdasarkan pengalaman mengelola program penguatan pelayanan kesehatan primer di daerah sub-urban dan DTPK, riset dan analisa kebijakan kesehatan, kampanye perubahan sosial, serta keterlibatan dalam diplomasi kesehatan di tingkat nasional dan global. Program penguatan pelayanan kesehatan primer yang CISDI ampu, Pencerah Nusantara, diadopsi oleh Kementerian Kesehatan sebagai program nasional Nusantara Sehat, pada tahun 2015 yang diharapkan mampu memperkuat pelayanan kesehatan primer di lebih dari 5.000 daerah DTPK. CISDI juga aktif mengadvokasi kebijakan dalam isu-isu prioritas lainnya seperti pengendalian tembakau, peningkatan status gizi masyarakat, dan pelibatan kaum muda dalam pembangunan kesehatan.

 

Penulis

Ardiani Hanifa Audwina

 

 

 

Ikuti tulisan menarik CISDI ID lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler