x

Iklan

Riki Sualah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Juli 2020

Kamis, 1 Oktober 2020 06:41 WIB

Walaupun Sesak, Industri Pertambangan Tetap Primadona

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan bahwa realisasi investasi di luar Jawa tumbuh hingga 19,3 persen pada masa kuartal I/2020. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan tren peningkatan realisasi investasi di luar Jawa terutama Indonesia bagian Timur ini terjadi karena adanya proyek hilirisasi pertambangan mineral. Hilirisasi menjadi ramai diminati pasca pelarangan ekspor bijih nikel.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan bahwa realisasi investasi di luar Jawa tumbuh hingga 19,3 persen pada masa kuartal I/2020. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan tren peningkatan realisasi investasi di luar Jawa terutama Indonesia bagian Timur ini terjadi karena adanya proyek hilirisasi pertambangan mineral. Hilirisasi menjadi ramai diminati pasca pelarangan ekspor bijih nikel. 

“Peningkatan realisasi ini disumbang oleh investasi di Indonesia bagian timur, khususnya peningkatan hilirisasi industri hasil tambang mineral pasca pelarangan ekspor bijih nikel,” jelas Bahlil Lahadalia saat kunjungan kerja di Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Rabu (15/7/2020), dikutip dari Liputan6.com.

Berdasarkan data BKPM, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menunjukkan peningkatan pada keseluruhan 2019 dengan Rp266,7 triliun, dan menurun pada triwulan I 2020 dengan total investasi mencapai Rp210,7 triliun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

BKPM mencatat bahwa PMA (Penanaman Modal Asing) untuk industri smelter yakni industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya mencapai Rp22,2 triliun, sedangkan untuk PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) tercatat Rp5,3 triliun pada Triwulan I 2020. Tercatat pula pada laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal, sektor industri smelter dan pertambangan menduduki peringkat pertama sebagai realisasi investasi terbesar pada Triwulan I 2020.

Investor asing diharapkan dapat berkontribusi besar dalam penanaman modalnya di Indonesia. Nilai investasi yang ditanamkan tidak serta-merta berharap cuan besar. Ada beberapa bagian yang wajib disepakati, seperti transfer kemampuan dan teknologi, serta penyerapan tenaga kerja lokal sebanyak-banyaknya.

Terhitung sejak 2014 hingga tahun 2019, sektor ini masih diminati oleh investor asing yang menggelontorkan dana hingga US$18,84 miliar atau setara 12,74% dari total investasi PMA sebesar US$148,17 miliar selama lima periode tahunan. Jika dihitung secara detail, rata-rata per tahunnya sektor pertambangan menyerap sekitar US$3,768 miliar dari PMA. 

Sektor pertambangan menjadi tumpuan penguatan industri nasional. Hal ini diperkuat dengan bukti ketersediaan barang baku dan peralatan produksi yang dimiliki Indonesia. Sebut saja di tahun 2020, Indonesia menjaring investasi asing dengan nominal yang besar di sektor logam dasar, barang logam, dan elektronik menempati posisi pertama dengan nilai investasi sebesar 1,5 miliar USD atau setara Rp22,2 triliun untuk 323 proyek.

Lalu, kemana perginya penanaman modal dalam negeri (PMDN)? Rupanya mereka lebih tergiur untuk melirik sektor di luar industri pertambangan. Selama periode tahun 2014-2018, industri makanan menjadi incaran PMDN, dan berhasil memboyong investasi Rp153,8 triliun. Pada Triwulan I 2020, sektor transportasi, gudang, serta telekomunikasi menempati posisi pertama dengan investasi sebesar Rp37,6 triliun untuk penanganan 671 proyek.

Melihat kecenderungan PMA dan PMDN selama periode tersebut, investor lokal tampak fokus pada industri yang siap jadi untuk masyarakat. Sedangkan PMA masih mantap bermain di sektor bisnis konvensional seperti industri dan pertambangan. Sektor tersebut menghasilkan jumlah keuntungan besar. Saat ini hingga masa mendatang, sektor industri pertambangan berpotensi menjadi primadona Indonesia di mata dunia. Kelak, dunia internasional akan terkejut dengan capaian negara ini.

Akan tetapi, ada sedikit rasa sensitif dari para investor Penanaman Modal Asing. Ketika mengeluarkan modal dalam jumlah besar, tentu ada kesepakatan serta ketentuan yang telah disepakati. Hal ini berjalan seiringan dengan peraturan dan ketentuan pemerintah saat itu. 

Belakangan ini, banyak asumsi dan opini bermunculan. Para investor resah dan cemas dalam pergumulan mereka. Mereka merasakan aura ketidakpastian. Kesepakatan yang telah disepakati seolah-olah berubah. Para investor bisa saja bimbang, ragu, serta was-was dengan kondisi, dan iklim investasi yang kurang sehat ini. Mereka membutuhkan peraturan serta ketentuan pemerintah yang lugas, tepat guna, dan tidak ‘gamang’.

“Investor asing melihat bahwa prosedur dan birokrasi memang ada pembenahan di pusat, namun masih banyak terkendala di perizinan daerah, karena itu investor asing gampang relokasi ke negara lain, terutama Vietnam,” ungkap Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, disadur dari Bisnis.com.

Bhima juga menambahkan bahwa negara harus menjadikan penurunan PMA sebagai tanda positif. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. “Beberapa poin yang sering dijadikan acuan investor asing yaitu tingkat upah buruh, tingkat produktivitas, dan kemudahan perizinan. Dalam hal ketiganya, perlahan Indonesia kehilangan keunggulan dengan negara lain. Terlebih untuk perizinan yang selalu menjadi pintu masuk korupsi bagi pejabat, terutama daerah,” ujar Bhima.  

Banyak pihak tentunya ingin perekonomian stabil dan berjalan lancar, tak terkecuali sektor pertambangan. Jika persoalan ini bisa diurai segera oleh pemangku kepentingan, diyakini investor tidak akan gerah dan perekonomian akan selalu cerah.

Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini. Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri (permen) dengan Nomor 11 Tahun 2020 tentang harga patokan mineral (HPM). Permen tersebut berdampak kurang baik dari sisi investor. Mereka terjebak dalam kebimbangan dan kecemasan. Bukan tanpa alasan, investor butuh kepastian dalam peraturan dan ketentuan yang berlaku. Semua ini demi keberlangsungan PMA dan iklim investasi yang semakin hari makin positif.

Posisi investor dalam hilirisasi memegang peran penting. Banyak pertimbangan dan perhitungan yang dilakukan untuk berinvestasi, khususnya di Indonesia. Butuh keberanian bagi investor untuk menanamkan modal besarnya, terutama untuk hilirisasi sektor pertambangan di negara ini. Hilirisasi itu terwujud dalam pembangunan smelter. Dan, smelter berdaya guna menambah nilai tambah bagi sumber mineral Indonesia. Nilai tambah pada mineral tentu akan berdaya jual tinggi. Tentu saja, hal ini sungguh menguntungkan negara ini.

Ikuti tulisan menarik Riki Sualah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler