x

Iklan

Riki Sualah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Juli 2020

Kamis, 1 Oktober 2020 06:42 WIB

Kebijakan Industri Pertambangan Berubah-ubah: Negara Selamat atau Tenggelam?

Dengan situasi yang berbelit seperti ini, entah apakah investor akan CLBK alias cinta lama bersemi kembali dengan Indonesia? Atau malah ditenggelamkan alias meninggalkan dinamika investasi di Indonesia? Bukan tidak mungkin, kebijakan negara yang dianggap kurang berpihak dengan investor akan semakin membuat ‘kantong devisa’ ini kabur perlahan-lahan menuju negara lainnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tepat pada 13 April 2020, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, telah meneken resmi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 merupakan perubahan ketiga atas Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang cara penetapan harga patokan penjualan mineral logam dan batu bara. 

Di dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020, ketataniagaan domestik tertuang dalam beleid tersebut. Beleid ini mengatur tentang penetapan Harga Patokan Mineral (HPM) yang mempertimbangkan mekanisme pasar internasional, peningkatan nilai tambah dan pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik. Dengan beleid ini, transaksi jual beli bijih nikel telah tertakar mengacu pada HPM yang menjadi harga batas bawah. 

Sekali pun transaksi di bawah HPM, maka diatur bahwa transaksi dapat dilakukan di bawah harga dengan selisih tidak lebih dari 3%. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi perbedaan kutipan harga atau penalti mineral pengotor (impurities) yang melebihi standar. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Yunus Saefulhak, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, dikutip dari Kontan, pengaturan tata niaga dalam Permen tersebut tidak akan merugikan kedua belah pihak, baik dari pemerintah maupun pengusaha di bidang pertambangan. Hal ini lantaran pemerintah sudah mempertimbangkan besaran Harga Pokok Produksi (HPP) baik dari penambang maupun pemilik smelter. 

Suatu kebudayaan atau kebiasaan baru, pada umumnya akan menuai pro dan kontra. Hal ini juga terjadi pada Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Semenjak peraturan ini diterbitkan, banyak investor ‘galau’ untuk melakukan investasi di pertambangan Indonesia.

Bagaimana tidak galau? Peraturan pertambangan yang terlalu sering berganti-ganti di Tanah Air membuat investor tentunya harus bermain aman sebelum terjerat masalah-masalah yang berpotensi muncul di tengah periode investasinya. Salah satunya adalah ditetapkannya HPM logam yang ada di Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020. 

Dalam pasal 3, pemegang IUP/IUPK OP mineral logam diharuskan mematuhi HPM logam dengan harga batas bawah dalam perhitungan kewajiban pembayaran iuran produksi. Hal ini juga berlaku bagi pemegang IUP/IUPK OP untuk penjualan bijih nikel. Keruwetan makin membuncah saat perusahaan harus melakukan ekspor, seringkali harga ditekan oleh pasar global karena kualitas nikel yang dijual oleh Indonesia memiliki nilai rendah. 

Dengan situasi yang berbelit seperti ini, entah apakah investor akan CLBK alias cinta lama bersemi kembali dengan Indonesia? Atau malah ditenggelamkan alias meninggalkan dinamika investasi di Indonesia? Bukan tidak mungkin, kebijakan negara yang dianggap kurang berpihak dengan investor akan semakin membuat ‘kantong devisa’ ini kabur perlahan-lahan menuju negara lainnya. 

Ditambah dengan status Indonesia yang sering dicap sebagai negara anti dumping oleh negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Posisi ini jelas mengancam wajah Indonesia di mata dunia, dan membuat investor semakin yakin untuk berlari kencang dari iklim investasi di Tanah Air. 

Walaupun Bahlil Lahadalia, Kepala BKPM Indonesia ini menjamin ketenangan investor melalui Inpres Nomor 7 Tahun 2019 dengan adanya kemudahan, kepastian, dan efisiensi. Akan tetapi, fakta lapangan berkata lain. Apakah ini semua hanya isapan jempol dan janji manis belaka. Dan, apakah artinya nilai investasi besar dikeluarkan namun tidak ada yang pasti dari sebuah kebijakan.

Ikuti tulisan menarik Riki Sualah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler